Minggu, 27 November 2016

Pengibaran Bendera RRT di Pulau Obi Jadi Ancaman

Sunday, 27 November 2016, 11:25 WIB

Kibarkan Bendera Cina di Pulau Obi, PT Wanatiara Persada Minta Maaf

Red: Agus Yulianto
istimewa
Penurunan bendera Cina di Pulau Obi, Halmahera Selatan
Penurunan bendera Cina di Pulau Obi, Halmahera Selatan
REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Adanya pemasangan bendera Cina di Pulau Obi Halmahera Selatan, mendapat kecaman publik di Tanah Air. Selain meminta maaf, PT Wanatiara Persada pun melakukan penurunan bendera Cina.

Berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, menyebutkan, pada Jumat (25/11) 2016, telah terjadi penurunan bendera Cina di Dermaga dan di lokasi acara pada saat peresmian ground breaking ceremony projek smelter PT Wanatiara Persada di Pulau Obi Halmahera Selatan.

Penurunan bendera di lokasi acara, kata rilis dari Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, dilaksanakan oleh personel security PT Wanatiara Persada. Sedangkan bendera yang berkibar di dermaga, penurunannya turut dibantu oleh Sertu Mar Agung Priyantoro. Ini agar bendera tidak menyentuh tanah. Proses menurunkan bendera Cina ini berjalan aman dan lancar.

"Penurunan bendera tersebut  dapat terlaksana setelah ada pembicaraan dan kesepakatan antara Pihak PT Wanatiara Persada dengan aparat keamanan (TNI/Polri), dan wartawan," katanya.

Dalam insiden tersebut PT Wanatiara Persada bertanggung jawab dengan meminta maaf atas kejadian pengibaran bendera Cina tersebut.
====
Minggu, 27 November 2016 , 23:50:00

Pengibaran Bendera RRT di Pulau Obi Jadi Ancaman, Kalau...


Bendera RRT di Pulau Obi diturunkan setelah menuai kecaman. Foto: dok jpnn
Bendera RRT di Pulau Obi diturunkan setelah menuai kecaman. Foto: dok jpnn
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta, menaruh perhatian terhadap insiden pengibaran sekaligus penurunan paksa bendera Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Jumat (25/11).
Selain soal pengibaran, yang juga dipersoalkan adalah ukuran bendera RRT yang lebih besar dari bendera Merah Putih.
"Soal ukuran bendera RRT yang lebih besar dari bendera merah putih bertentangan dengan UU No 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa dan lambang negara," kata Sukamta.
Hal itu juga bertentangan dengan PP No 40 tahun 1958 tentang bendera kebangsaan Republik Indonesia yang mengatur bahwa ukuran bendera asing harus sama/seimbang dan tiang yang sama tinggi.
"Apabila memang terbukti dilakukan dengan sengaja untuk melanggar aturan, itu artinya ancaman kedaulatan. Kita musti tegas jika kedaulatan terusik. Saya juga mengapresisasi TNI AL yang segera bertindak cepat," lanjutnya.
Sekretaris FPKS ini juga mendapat kabar bahwa berdasar informasi dari Danrem Babullah Kolonel (Inf) Sachono, pengibaran bendera tersebut sudah mendapat semacam izin dari Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, Bupati Halsel Bahrain Kasuba, dan Kapolres Halsel AKBP Z. Agus Binarto.
Hal Ini menurut politikus asal Yogyakarta, perlu dikonfirmasi karena memang diatur dalam PP No. 41 tahun 1958 tentang pengibaran bendera asing bahwa izin pengibaran bendera asing di daerah itu menjadi kewenangan pejabat daerah setempat, seperti gubernur, bupati dan walikota.
"Meskipun begitu, hal-hal menyangkut kedaulatan seperti ini sangat sensitif. Izin pengibaran bendera asing musti dilakukan dengan sangat hati-hati," tegasnya.
Sebagaimana diatur pada Pasal 7 PP No.41/1958, Kepala Daerah dapat melarang penggunaan bendera kebangsaan asing, apabila menurut dapat menyebabkan timbulnya gangguan ketertiban dan keamanan umum.
Apalagi muncul dugaan dan suasana kebatinan di masyarakat bahwa seolah Indonesia mau dikuasai RRT.
Dugaan ini menurut Sukamta, muncul karena banyak proyek yang dilakukan bekerja sama dengan RRT. Kemudian ada beberapa temuan soal tenaga kerja asing ilegal asal RRT di berbagai daerah. Belum lagi soal reklamasi pulau di DKI Jakarta.


"Itu memang dugaan, tapi kalau bicara kedaulatan semua kemungkinan harus dipikirkan. Kita tidak mau kecolongan lagi seperti yang sudah-sudah," pungkasnya.(fat/jpnn)
======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar