Rabu, 05 Desember 2018

Mengapa masih ada tuntutan 'Papua merdeka'? - Aksi Egianus Kogoya, Pemimpin KKB Di Papua; Pelanggaran HAM Serius



Komnas HAM mengecam penembakan oleh kelompok bersenjata di Papua terhadap pekerja PT Istaka Karya.
Komnas HAM mengecam penembakan oleh kelompok bersenjata di Papua terhadap pekerja PT Istaka Karya.

Komnas HAM Minta Pemerintah Kedepankan Polisi Tangani Kasus Papua


Reporter:
Editor:

Kukuh S. Wibowo

Rabu, 5 Desember 2018 17:25 WIB
TEMPO.COJakarta-Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara meminta pemerintah mengedepankan polisi dalam menangani kasus pembunuhan pekerja di Nduga, Papua. Alasannya, kasus itu belum bisa disimpulkan sebagai aksi separatisme yang membutuhkan penanganan langsung dari Tentara Nasional Indonesia.
"Kami sementara ini mendorong kepolisian berada di depan. Harus lebih dulu, bukan TNI, " ujar Beka di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018.
Menurut Beka penanganan kasus kekerasan di Papua harus mengedepankan polisi sebab berkaitan dengan proses hukum. Kepolisian, kata dia, nantinya akan mengumpulkan informasi. "Supaya ditinjau dari aspek hukumnya terlebih dulu. Mencari tahu segala macam," katanya.
Sebelumnya 31 orang pekerja proyek jalan Trans Papua yang sedang bekerja membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, diduga dibunuh kelompok bersenjata. Pembunuhan terjadi pada Senin malam, 3 Desember 2018.
Berdasarkan keterangan Polda Papua, hingga Senin malam pukul 22.35 WIT, 24 orang lebih dulu dibunuh. Setelah itu delapan orang sempat melarikan diri ke rumah seorang anggota DPRD. Namun mereka dijemput oleh kelompok bersenjata. Tujuh di antaranya dibunuh, satu orang melarikan diri dan belum ditemukan.
Beka berujar Komnas HAM  belum bisa menyimpulkan apakah kasus ini dapat disebut pelanggaran HAM. Selain itu, ucap Beka, lembaganya juga tak bisa menyebut kejadian ini merupakan aksi separatisme. "Oke ini perbuatan kriminal, tetapi apakah ini makar atau separatisme, itu harus diselidiki," tuturnya.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin al Rahab juga mengatakan penyelidikan dan penanganan kasus ini oleh kepolisian harus dilakukan secara transparan. Dia meminta polisi menyampaikan secara terbuka prosedur penangkapan dan pengejaran pelaku. "Setiap tindakan harus disampaikan secara terbuka oleh kepolisian sehingga semua orang tahu bahwa tindakan-tindakan itu dilakukan secara tepat," katanya.
Menurut Amir transparasi penyelidikan dibutuhkan agar tidak ada spekulasi-spekulasi yang berkembang atas kasus ini. Sebab, kata dia, spekulasi-spekulasi dapat membuat kasus malah berkembang tak terarah. "Makanya ini kita lihat sebagai proses penegakan hukum terlebih dahulu dalam beberapa hari ini. Itu yang harus dilakukan untuk saat ini," ucapnya.
SYAFIUL HADI | ANDITA RAHMA
Simak: 
Baca: 

Puluhan triliun dana otonomi khusus dialirkan, mengapa masih ada tuntutan 'Papua merdeka'?

  • 22 November 2018

PapuaHak atas fotoAFP/ADEK BERRY
Image captionSeorang warga suku Dani berjalan melintasi kerumunan di sela-sela Festival di lembah Baliem di Distrik Walesi, Wamena, Provinsi Papua Province, Agustus 2016 lalu.

Ketua Majelis Rakyat Papua menyebut puluhan triliun rupiah yang dikucurkan tiap tahun tak berdampak pada kesejahteraan warga asli Papua. Ia juga mempertanyakan mengapa di Papua tak dimungkinkan partai daerah, sebagaimana di Aceh.
Ketua MRP, Timotius Murib, menyebut, sampai sekarang Papua masih mencatat angka kemiskinan terbesar, sekitar 21%.
"Ekonomi orang Papua sangat buruk dan tidak kelihatan. Misalnya bahan makanan lokal, di mana bupati harus kreatif memberdayakan sumber daya alam dan bagaimana agar akses ke masyarakat punya pendapatan perkapita. Tapi untuk ciptakan itu sangat susah," ujar Timotius kepada BBC News Indonesia, Rabu (21/11).
Dalam pantauan Timotius, layanan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masih minim. Dia mencontohkan pemanfataan sumber daya alam oleh kepala dearah, tidak meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Selain itu, ada pula penggunaan dana otsus yang menurutnya tidak tepat sasaran.
Dana yang semestinya ditujukan untuk kesehatan, seperti membangun rumah perawat di daerah pedalaman, menurutnya justru digunakan untuk membuat dermaga dan jembatan.

Evaluasi Otsus

Ia menyarankan perlunya audit dana Otonomi Khusus oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, kepala daerah sebagai penguasa anggaran harus bertanggung jawab atas indikasi penyalahgunaan dana tersebut.

PapuaHak atas fotoROMEO GACAD/AFP
Image captionPresiden Joko Widodo menyalami sejumlah eks tapol politik asal Papua dalam pemberian grasi 9 Mei 2015 di Jayapura, Papua.

Dia mendesak Presiden Jokowi agar berbicara langsung kepada MRP sebagai perwakilan resmi masyarakat adat dan orang asli Papua, agar mengevaluasi keberadaan Otonomi Khusus.
Jika hal itu tak dilakukan, menurutnya tuntutan tentang referendum Papua merdeka akan terus muncul.
"Yang minta merdeka itu orang asli Papua, bukan orang lain. Sehingga pemerintah pusat memberikan otsus, terus berhasil atau tidak? Evaluasinya harus dilakukan di rumah adat MRP bukan di tempat lain."
"Kami MRP mengatakan otsus tidak berjalan dengan baik. Tidak berhasil. Oleh karenanya suara Papua merdeka akan ada terus," katanya.

'Sertifikat jatuh ke para transmigran'

Hal lain yang menjadi kritik Timotius Murib adalah gencarnya pembangunan yang menurutnya mengabaikan orang asli Papua.
Baginya proyek jalan trans Papua hanya menghancurkan hutan mereka.
Pembagian 3.000 lebih sertifikat tanah oleh Jokowi pada April lalu, kata dia, sebagian besar justru jatuh ke tangan warga transmigran.
"Kami tidak butuh pembangunan, kami butuh kehidupan. Kenapa? Hari ini orang asli Papua butuh kehidupan, bukan pembangunan. Kalau pembangunan, tanah kami hilang, orang banyak mati. Pemekaran juga tidak perlu. Yang terjadi tanah kami terampas," ujarnya.
Kebijakan dana Otonomi Khusus di Papua mulai berlaku sejak 2001 sebagai bentuk kesepakatan integrasi politik dalam kesatuan Indonesia.

PapuaHak atas fotoAFP/BAY ISMOYO
Image captionSeorang pengunjukrasa membawa simbol bendera Bintang Kejora menuntut pemisahan Papua dari Indonesia dalam demo pada April 2017 di Jakarta.

Pemberian dana otsus sebesar dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk empat hal, yakni kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan, dan infrastruktur.
Dari bidang-bidang itu, dana paling besar diperuntukkan untuk kesehatan sebesar 20%, pendidikan 15%, dan masing-masing 5% untuk ekonomi dan infrastruktur.

Otonomi khusus 'tidak akan dihentikan'

Sejak digelontorkan pada 2001 hingga 2017, total dana otsus untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp67 triliun.
Pengamat otonomi daerah, Robert Endi Jaweng, mengatakan pemerintahan Jokowi harus mengevaluasi total penggunaan dana otsus. Dalam pantauannya, uang puluhan triliun itu tak juga bisa memberikan kesejahteraan bagi warga asli Papua.
Angka kemiskinan masih tinggi dan tak berbanding lurus dengan besarnya dana otsus yang dikucurkan tiap tahun, kata Robert.
"Jokowi harus siapkan strategi, tapi lebih dahulu buat keputusan politik lanjut atau tidak dana otsus. Dan setelah itu mau apa? Ini yang ditunggu rakyat Papua untuk lihat masa depan Papua. Kita tak main-main dalam mengelola dana otsus yang besar. Karena itu harus terbuka manajemen pengelolannya. Harus diperbaiki," ujar Robert.
Ia menilai kebijakan tersebut harus dilanjutkan.
Tapi dengan syarat, harus ada ukuran penilaian kinerja. Pemerintah memberikan target-target tertentu kepada Pemprov Papua, semisal bagaimana menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

PapuaHak atas fotoBAY ISMOYO/AFP
Image captionPersoalan gizi buruk di Distrik Asmat, Provinsi Papua, menjadi sorotan media pada awal 2018. Diperkirakan ada 800 anak-anak terdeteksi gizi buruk dan sedikitnya 100 orang meninggal dunia akibat masalah ini.

"Harus ada kesepakatan bahwa dana otsus diberikan dalam skema berbasis kinerja. Apakah tercapai target nasonal? Kemiskinan tercapai? Indek Pembangunan Manusia tercapai tidak? Kalau tidak gitu, tidak punya ukuran penilaian kinerja. Yang ada makin manja elit politik di sana," katanya.
Dalam catatannya, dana otsus sebagian besar habis untuk belanja pegawai. Selama itu pula, tidak pernah ada evaluasi oleh pemerintah pusat.
Bahkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diragukan kesahihannya.
"Audit BPK juga diragukan karena ada persepsi WTP itu adalah wajar tanpa pemeriksaan karena takut ada hal-hal sensitif yang tak bisa diungkap," tegasnya.
Selain itu pertanggung jawaban anggaran oleh kepala daerah ia nilai masih sangat buruk.
Menurutnya, urusan otonomi khusus tak bisa diserahkan kepada orang sekelas Dirjen Otda di Kemendagri semata. Namun harus dipegang oleh otoritas lebih tinggi, semisal wakil presiden lantaran persoalan di Papua begitu kompleks.

Dijanjikan akan dievaluasi

Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, menjanjikan adanya evaluasi terhadap alokasi dana otsus.

NgabalinHak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionTenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin menyayangkan masih adanya suara referendum oleh Majelis Rakyat Papua, sebab perhatian yang diberikan Presiden Jokowi kepada Papua sangat besar.

Tapi kebijakan tersebut, kata dia, tidak akan dihentikan pada 2021 mengingat pembangunan di Papua masih diperlukan terutama infrastruktur.
"Bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi kemudian dari data dan laporan yang disampaikan pemprov Papua, tentu akan jadi pertimbangan. Bahwa ada evaluasi penambahan dana dan ada komentar bahwa otsus tak berikan dampak, tak juga begitu karena Papua luas dan sangat sulit dijangkau," jelas Ali Mochtar Ngabalin.
Ia juga menyayangkan masih adanya suara referendum oleh Majelis Rakyat Papua, sebab perhatian yang diberikan Presiden Jokowi kepada Papua sangat besar

sumber:https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46289211

Anggota TNI di Papua. TEMPO/Rully Kesuma
Anggota TNI di Papua. TEMPO/Rully Kesuma

Pembunuhan Pekerja di Papua, Komnas HAM: Pelanggaran HAM Serius

Reporter: 
Editor: 

Ninis Chairunnisa

TEMPO.CO, Jayapura - Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Provinsi Papua Frits B Ramandey menilai peristiwa pembunuhan para pekerja jalan dan jembatan di Kabupaten Nduga merupakan pelanggaran HAM serius.
"Nah, terkait dengan peristiwa ini, maka tidak ada pilihan lain kecuali tindakan kelompok kriminal bersenjata itu, dengan akibat dari tindakan mereka ini terjadi pelanggaran HAM yang serius," kata Frits di Kota Jayapura, Selasa, 4 Desember 2018.
Sebelumnya, sebanyak 31 pekerja proyek jalan Trans Papua yang sedang bekerja membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, diduga dibunuh kelompok bersenjata. Pembunuhan diduga terjadi pada Minggu malam, 2 Desember 2018. Polda Papua menduga sebanyak 24 orang dibunuh di hari pertama, delapan orang yang berusaha menyelamatkan diri di rumah anggota DPRD, tujuh di antaranya dijemput dan dibunuh kelompok bersenjata dan satu orang belum ditemukan.
Menurut Frits, peristiwa ini layak disebut pelanggaran HAM serius karena merupakan perbuatan kriminal. "Karena kalau kita melihat kronologisnya, ini ada yang memberikan perintah atau komando kepada mereka. Memerintahkan mereka, menyuruh mereka dan ada yang memimpin pengejaran itu sehingga terjadi tragedi ini di beberapa tempat, paling tidak di tiga tempat sebagaimana laporan sementara," kata dia.
Karena itu, menurut Frits, ada dua unsur pelanggaran HAM yang terpenuhi dalam peristiwa itu. Pertama, mengacu pada pasal 1 ayat 6 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mengenai perbuatan seseorang atau sekolompok orang yang mengakibatkan hilang nyawa seseorang adalah perbuatan pelanggaran HAM.
Kedua, akibat dari tindakan tersebut, berujung terhambat pelayanan publik dalam rangka pemenuhan ekonomis sosial dan budaya masyarakat di Distrik Yall dan lainnya di Nduga. "Karena para pekerja itu sedang mengerjakan jalan dan jembatan yang sangat penting untuk mobilisasi dan menjawab kebutuhan warga di Nduga," kata Frits.
Karena itu, Frits mendesak agar aparat penegak hukum segera turun ke lokasi untuk mencari pelaku dan aktor di balik pembunuhan tersebut. Selain itu, aparat perlu segera hadir untuk memastikan masyarakat di Distrik Yall dan distrik lainnya terhindar dari intimidasi yang berkepanjangan.
Frits pun meminta kepala daerah, kepala distrik, kepala kampung, DPR, adat dan tokoh agama serta masyarakat untuk bekerjasama dengan aparat keamanan untuk mengidentifikasi persoalan ini. "Siapa saja yang telibat atau pelakunya guna mempertanggungjawabkan peristiwa tersebut," ujarnya.
Ia pun mengingatkan bahwa seluruh korban kekerasan tersebut harus dievakuasi jasadnya untuk kemudian diserahkan kepada keluarga dan dikebumikan secara baik. "Soal ini merupakan tanggung jawab aparat keamanan, pemerintah daerah dan masyarakat untuk penghormatan kepada para pekerja, penghormatan kepada hak hidup masyarakat yang sudah meninggal dunia," kata dia.
Baca: 
sumber: https://nasional.tempo.co/read/1152380/pembunuhan-pekerja-di-papua-komnas-ham-pelanggaran-ham-serius/full&view=ok

Kerumitan masalah Papua di balik penembakan di Nduga

  • 5 Desember 2018

papuaHak atas fotoREUTERS
Image captionMenteri PUPR, Basuki Hadimuljono, memperlihatkan proyek jalan Trans Papua.

Penembakan terhadap 30-an pekerja proyek pembangunan jembatan di Kabupaten Nduga, Papua, di tengah upaya pemerintah mengingkatkan pembangunan di sana menunjukkan bahwa situasi politik dan keamanan di Papua memiliki kerumitan tersendiri.
Aparat keamanan menyebut pelaku serangan itu adalah 'kelompok kriminal bersenjata' yang terkait dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM), namun kelompok itu belum memberikan pernyataan apa pun.
Namun Komite Nasional Papua Barat (KNPB) —kelompok yang menyuarakan pemisahan Papua dari Indonesia melalui referendum— mengatakan, peristiwa itu terjadi karena Papua tidak mendapat hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.
"Kami tak bisa mewakili OPM, tapi selama referendum Papua tidak dilaksanakan, akan ada selalu elemen dari masyarakat Papua yang menempuh jalan kekerasan," kata Ones Suhuniap selaku juru bicara KNPB.
Namun peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menganggap terlalu dini untuk menyatakan bahwa peristiwa penembakan itu terkait dengan ideologi dan politik.
"Kalau bicara ideologi Papua merdeka itu kan basisnya banyak di Pegunungan Tengah. Tapi kan juga tidak serta-merta semua kejadian dikaitkan dengan persoalan ideologis," kata Adriana Elisabeth.
Sementara Koordinator KontraS, Yati Andriyani menyebut, peristiwa ini menunjukan bahwa "persoalan di Papua tidak hanya sebatas persoalan ekonomi dan pembangunan."
Penembakan yang menewaskan 31 orang (yang masih harus dikonfirmasi) itu terjadi di Kabupaten Nduga, pada 1 Desember, namun baru terungkap Selasa (4/12) setelah dikabarkan oleh kalangan gereja.
Juru bicara Kodam XVII Cenderawasih menyebut pelaku penembakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), yang terkait Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Bahkan, Menteri Pertahanan dan Keamanan Ryamizard Ryacudu menyebut, pelakunya "bukan kelompok kriminal tapi pemberontak."

papuaHak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image captionSejumlah personel Brimob dikerahkan untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku penembakan para pekerja proyek pembangunan jembatan Trans Papua di Kabupaten Nduga.

Dalam keterangan kepada para wartawan di Jakarta, juru bicara Polri, M Iqbal mengatakan "Polri dan TNI akan mengejar, melakukan tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok ini," cetusnya.
Namun, katanya, "motif serangan ini belum jelas".
Berbagai sumber menyebut, serangan bermula dari sebuah acara 1 Desember yang oleh kalangan Papua tertentu diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua. Sejumlah pekerja melakukan pemotretan, dan sejumlah pelaku marah karena merasa dimata-matai, lalu melakukan serangan itu. Betapa pun, hal ini masih belum bisa dikonfirmasi.
Peliknya Papua
Serangan itu merupakan yang terburuk di Papua selama beberapa belas tahun terakhir, dan justru terjadi ketika pemerintah berusaha menggiatkan pembangunan di kawasan yang selama ini dianggap dianak-tirikan oleh Jakarta.
Namun apakah serangan itu memang bermotif politik?
Belum tentu, kata sejumlah pengamat. Yang jelas, kata Yati Andriyani, koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), hal itu menunjukkan, "bahwa pendekatan pembangunan infrastruktur ... tidak serta merta dapat memulihkan situasi keamanan dan menyelesaikan kekerasan di tanah Papua, karena persoalan di Papua tidak hanya sebatas persoalan ekonomi dan pembangunan."
"Selama ini tidak ada keseriusan dari Pemerintah untuk melanjutkan proses dialog dan menghentikan pendekatan keamanan dalam menangani konflik di Papua," katanya pula.

papuaHak atas fotoKEMENPUPR
Image captionProyek Jembatan Kali Yigi di Kabupaten Nduga, Papua

Hal senada disebutkan peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth.
"Apa sih pengaruh dari pembangunan itu kepada perubahan sosial? Kemudian ada isu-isu lainnya. Kecenderungannya di Papua ada sebuah isu yang terkait isu lain. Jadi tidak selalu isu itu berdiri sendiri," ujar Adriana.
"Apakah kita semua paham budaya Papua, misalnya? Tension, perselisihan, itu kan mulainya dari yang hal-hal sederhana. Yang untuk kita bukan masalah, untuk orang lain masalah," imbuhnya, merujuk pemberitaan yang menyebutkan para pekerja yang meninggal dunia merupakan orang-orang luar Papua.
Di sisi lain, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menyuarakan pemisahan dari Indonesia menegaskan, akar masalahnya adalah status Papua, kata Ones Suhuniap, juru bicara KNPB.
"Supaya tidak ada pembunuhan, pembangunan bisa jalan mulus, untuk mengakhiri konflik berkepanjangan, kami menawarkan referendum. Supaya rakyat Papua menentukan haknya, apakah mau tetap dengan Indonesia atau mau merdeka," tegas Ones.

Pembangunan Trans Papua

Berdasarkan keterangan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, penembakan dilakukan terhadap pekerja pembangunan Jembatan Kali Aorak dan Jembatan Kali Yigi di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.

papuaHak atas fotoKEMENPUPR
Image captionPembangunan Jembatan Kali Aorak di Kabupaten Nduga, Papua.

Kedua jembatan merupakan bagian dari Trans Papua segmen 5 yang menghubungkan Wamena-Mumugu dengan panjang 278,6 km.
"Dengan kejadian ini, seluruh kegiatan kami hentikan," ujar Basuki, yang menurutnya telah mencapai kemajuan sebanyak 72%.
Padahal, menurutnya, tidak ada resistensi masyarakat dalam proyek pembangunan Trans Papua.
"Tidak ada warga yang menolak pembangunan Trans Papua ini. Ini dilakukan kelompok bersenjata. Tapi kalau warganya sendiri, semua sangat menerima pembangunan infrastruktur konektivitas ini," imbuhnya.

papuaHak atas fotoEPA
Image captionPerwira TNI berbincang dengan keluarga korban penembakan di Kabupaten Nduga, Papua.

Karena persoalan-persoalan di Papua begitu pelik, Adriana Elizabeth menyarankan agar semua pemangku kepentingan—termasuk pemerintah dan kelompok pro-Papua merdeka—duduk bersama menyelesaikannya.
"Kita selalu konsisten mengatakan perlunya duduk bersama, kita bicara. Apa sih yang dimaksud pemerintah terhadap Papua dan Papua memahaminya seperti apa?"

papuaHak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image captionPara personel TNI menurunkan sejumlah peti mati untuk menampung jenazah korban penembakan di Kabupaten Nduga, Papua.

Sejauh ini berbagai sumber menyebut bahwa korban tewas mencapai jumnlah 31 orang, termasuk seorang prajurit TNI. Namun TNI dan Polri menyebut, jumlah pastinya masih terus diselidiki.
Waka Pendam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Dax Sianturi menyatakan telah diberangkatkan personel gabungan TNI/Polri sebanyak 150 orang untuk mengevakuasi jenazah para korban, dan mencari para pelaku.
sumber:https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46442019

Egianus Kogoya, Pemimpin KKB Tembak 31 Pekerja di Papua

Chanry Andrew S, Jurnalis · Selasa 04 Desember 2018 15:11 WIB
JAYAPURA - Pihak Kodam XVII/Cendrawasih memastikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Nduga, bertanggung jawab terhadap serangkaian penembakan dan pembunuhan 31 pekerja pembangunan jembatan di Kali Yigi-Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, adalah Egianus Kogoya.
Dimana diketahui Egianus Kogoya selama ini disebut aparat kepolisian dan TNI memiliki catatan kriminal dengan serangkaian aksi penembakan yang dilakukan bersama pengikutnya.
Sebelumnya tanggal 2 Desember 2018, 31 karyawan PT Istaka Karya (BUMN) yang melalukan pembangunan jembatan di Kali Yigi dikabarkan tewas dibunuh. Lalu tanggal 3 Desember 2018, satu anggota TNI yang bertugas di Distrik Mbua tewas ditembak dan satu luka-luka.
https: img.okeinfo.net content 2018 12 04 340 1986685 catatan-kriminal-egianus-kogoya-pemimpin-kkb-yang-tembak-31-pekerja-di-papua-7y3RYIwnV8.jpg

Jauh sebelumnya, kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya melakukan penyerangan terhadap lapangan terbang di Kenyam, ibukota Kabupaten Nduga, satu pilot Trigana Air terluka, empat orang yang terdiri dari dua orang anak dan kedua orang tuanya tewas dibunuh serta dua orang luka-luka.
Juru Bicara Kodam XVII/Cendrawasih, Letkol Inf. Dax Sianturi mengungkapkan, Egianus Kogoya adalah pelaku pembunuhan di Distrik Yigi, yang dikabarkan menewaskan 31 pekerja pembangunan jembatan disana.
Disamping itu juga, menurut Fax jika Egianus bersama 40 orang pengikutnya melakukan penyerangan terhadap Pos TNI di Mbua yang jaraknya 2 jam berjalan kaki dari Yigi lokasi pembunuhan 31 pekerja pembangunan jembatan.
“Jadi kemarin mereka juga menyerang pos TNI dan satu orang prajurit kita gugur dan satu luka-luka,” katanya, ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/12/2018).
Menurut Dax, Egianus Kogoya memiliki banyak catatan kriminal dan juga kelompok yang bertentangan langsung dengan keutuhan NKRI.
“Jadi Egianus Kogoya ini dalam catatan kita, adalah kelompok yang secara politik bertentangan dengan NKRI. Tak sedikit dari mereka memiliki catatan kriminal,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan, setidaknya kelompok ini memiliki 20-25 senjata api berstandar militer yang diduga hasil rampasan dari anggota TNI dan Polri yang mereka ambil secara paksa.
“Sampai sejauh ini, kita terus berupaya untuk melakukan pengejaran terhadap kelompok ini. Hanya saja mereka sampai sejauh ini belum bisa kita tangkap,” lugasnya.
Dax menambahkan, Egianus Kogoya telah dicap oleh TNI sebagai teroris. “Perbuatannya mereka ini sudah lebih dari teroris. Sangat tak manusiawi. Itu para korban membangun jalan untuk membuka ketertinggalan,” pungkasnya.(kha)
sumber: https://news.okezone.com/read/2018/12/04/340/1986685/catatan-kriminal-egianus-kogoya-pemimpin-kkb-yang-tembak-31-pekerja-di-papua


Peringati 1 Desember Papua, organisasi proPapua merdeka: Hampir 600 orang ditangkap di berbagai kota

  • 1 Desember 2018 
Unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua di Surabaya berlangsung ricuh
Sebanyak 595 orang dilaporkan ditangkap di berbagai tempat di Indonesia seiring dengan berlangsungnya peringatan 1 Desember yang menuntut agar rakyat Papua diberikan hak menentukan nasib sendiri.
Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat atau ULMWP mengklaim hampir 600 orang peserta aksi 1 Desember ditangkap di Jayapura, Kupang, Ternate, Ambon, Manado, dan Makassar.
Akan tetapi, kepada BBC News Indonesia, Brigjen Dedi Prasetyo selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, menepis klaim tersebut.
"Nggak ada (ratusan yang ditangkap), cuma 44. Semua sudah dipulangkan, semua sudah diperiksa," ujarnya, pada Minggu (2/12).
"Kita amankan karena aksinya melenceng daripada ijinnya mereka," tambahnya.
Dalam aksi peringatan 1 Desember di Surabaya—tempat aksi dipusatkan tahun ini—sempat terjadi pemukulan anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) oleh massa Aliansi Surabaya Melawan Separatisme (ASMS) yang menyebabkan 16 orang terluka, seperti dilaporkan oleh wartawan Roni Fauzan untuk BBC News Indonesia.
aksi 1 DesemberHak atas fotoRONI FAUZAN UNTUK BBC NEWS INDONESIA
Sekitar 200 mahasiswa anggota AMP Surabaya dan Malang menggelar orasi selama tiga jam, menuntut hak menentukan nasib sendiri untuk West Papua.
"Mahasiswa Papua ini kan sudah beberapa kali mengalami diskriminasi, mereka diintimidasi di asrama, segala macam. Jadi, mereka berharap hari ini 1 Desember, mereka berusaha supaya tetap mau menunjukkan bahwa mereka tak mau tunduk atas diskriminasi-diskriminasi tersebut." ungkap Veronica Koman, pengacara AMP.
Veronica menambahkan bahwa banyak aktivis AMP diamankan petugas bahkan sebelum peringatan 1 Desember.
"Di Kupang, sudah 18 orang ditangkap. Kemudian di Ambon ada 67 orang ditangkap. Kemudian Jayapura saat ini sudah ada massa yang ditangkap. Jadi memang di berbagai titik di mana-mana terjadi represi dan ditangkap," paparnya.
Polrestabes Surabaya mengerahkan 700 personil untuk mengamankan aksi 1 Desember.Hak atas fotoRONI FAUZAN UNTUK BBC NEWS INDONESIA
Image captionPolrestabes Surabaya mengerahkan 700 personil untuk mengamankan aksi 1 Desember.
Para mahasiswa pada aksi 1 Desember berhadapan dengan ratusan orang yang tergabung dalam beberapa ormas seperti Pemuda Pancasila, FKPPI, Laskar Garuda, dan Laskar Merah Putih.
Wakil Ketua OKK Pemuda Pancasila Kota Surabaya, Basuki Rahmat, mengatakan pihaknya kecewa dengan aparat kepolisian yang terkesan tidak tegas terhadap aksi demonstrasi yang diduga makar ini.
"Kami menyayangkan protap aksi yang dilakukan oleh aparat. Jelas disitu melanggar hukum, dengan memakai atribut Papua Merdeka, membacakan statemen kemerdekaan. Ini adalah melanggar Undang-undang. Harusnya mereka tidak bisa melakukan hal ini di Indonesia. Ini Surabaya, milik warga Surabaya yang sudah damai, sudah tenang," kata Basuki Rahmat.
Yang disanggah oleh Kapolsek Genteng-Kota Surabaya, Kompol Arie Prasetyawan, mengatakan bahwa tugas aparat kepolisian adalah menjamin ketertiban dan keamanan.
"Alhamdulillah, sampai saat ini kondusif. Penyampaian pendapat selesai, sudah membubarkan diri dengan penuh kesadaran. Keamanan ketertiban di Surabaya tetap terjaga," ujar Arie Prasetyawan di akhir aksi.
Polisi kemudian mengawal anggota AMP kembali ke tempat mereka pertama berkumpul, dengan Arie Prasetyawan menyatakan bahwa "semua penyampaian pendapat, asalkan sesuai dengan tata tertib yang ada, peraturan yang ada, kita kawal. Semua punya hak, dan kita jamin keamanannya."
unjuk rasa sempat diwarnai pemukulan anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) oleh massa Aliansi Surabaya Melawan Separatisme (ASMS) yang menyebabkan 19 orang terlukaHak atas fotoRONI FAUZAN UNTUK BBC NEWS INDONESIA
Image captionUnjuk rasa sempat diwarnai pemukulan anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) oleh massa Aliansi Surabaya Melawan Separatisme (ASMS) yang menyebabkan 19 orang terluka.
1 Desember dianggap sebagai hari kemerdekaan Papua karena pada 1 Mei 1963, Irian Barat menjadi bagian Indonesia.
UNTEA (United Nations Temporary Executive Administration) menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia dengan catatan tahun 1969 harus diadakan pungutan suara pendapat rakyat.
Ketika Penentuan Pendapat Rakyat Irian Jaya (Pepera) digelar pada 1969, rakyat di Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Republik Indonesia. Namun, kesahihan hasil Pepera hingga kini masih diperdebatkan sejumlah kalangan.
sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46411149

Tidak ada komentar:

Posting Komentar