Jumat, 18 Januari 2019

Abu Bakar Ba'asyir: Bebas.. Pembebasan Ba'asyir Ditunda, Polemik Pembebasan Ba'asyir: Antara Kemanusiaan dan Hukum; Keluarga Kecewa - .Ahok keluar penjara nikahi Polwan


Abu Bakar Baasyir
Abu Bakar Baasyir (KOMPAS/AGUS SUSANTO )

Kepala BNPT: Ba'asyir "Hardcore", 

Tak Mau Ikut Program Deradikalisasi 

KRISTIAN ERDIANTO Kompas.com - 24/01/2019, 14:45 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) Suhardi Alius menuturkan, Abu Bakar Ba'asyir termasuk dalam kategori narapidana terorisme dengan paham radikal yang kuat. Pasalnya, Ba'asyir menolak untuk mengikuti program deradikalisasi sebagai salah satu mekanisme pembebasan narapidana terorisme, baik bersyarat maupun murni. "Hardcore, sama sekali tidak mau ikut itu (program deradikalisasi), karena kan bertentangan. Hardcore sama sekali enggak mau," ujar Suhardi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/1/2019). 
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius saat ditemui seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Menurut Suhardi, program deradikalisasi diterapkan bagi seluruh narapidana terorisme. Kemudian pemerintah membentuk tim assessment yang terdiri dari BNPT, lapas, Kejaksaan Agung, dan Densus 88.

Tim tersebut bertugas melakukan monitoring atau pengawasan secara periodik terkait ideologi radikal sebelum narapidana terorisme diberikan pembebasan bersyarat. "Ada program deradikalisasi yang kami terapkan pada napi terorisme. Tapi ada juga orang-orang yang hardcore itu tidak mau melaksanakan program deradikalisasi," kata Suhardi. 
 Suhardi mengatakan, narapidana terorisme yang masih memiliki paham radikal berpotensi memengaruhi orang lain ketika bebas. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius saat ditemui seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018). 

Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengurangi ideologi atau paham radikal yang dimiliki seseorang. Oleh sebab itu, kata Suhardi, program deradikalisasi diterapkan di dalam dan di luar Lapas. "Orang jadi radikal itu butuh waktu panjang, enggak setahun dua tahun. Jangan berharap mereka divonis menjalani hukuman, dua-tiga tahun berubah, no way," ucap dia. Baca juga: Sekjen PDI-P Yakin Pembatalan Pembebasan Baasyir Tak Ganggu Elektabilitas Jokowi "Makanya, program deradikalisasi BNPT itu di dalam lapas dan luar lapas, bukan cuma napiter dan mantan napiter, tapi sekeluarganya, karena mereka semua sebenarnya terpapar (paham radikal)," tutur Suhardi. Pada 16 Juni 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Ba'asyir sebagai Amir Jamaah Anshorud Tauhid (JAT) terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono. Perencanaan yang dilakukan Ba'asyir termasuk mendanai kegiatan. Ba'asyir terbukti mengumpulkan dana dari berbagai pihak, seperti dari Hariadi Usman sebesar Rp 150 juta dan Dr Syarif Usman sebesar Rp 100 juta. Baca juga: 5 Poin Isi Pertemuan Kuasa Hukum Baasyir dan Fadli Zon Ba'asyir juga dinyatakan terbukti menghasut untuk melakukan perbuatan teror. Hasutan itu diwujudkan para peserta pelatihan dengan melakukan penyerangan dengan senjata api kepada polisi dan fasilitas umum. Dari semua pertimbangan dan fakta persidangan itu, majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara. Ba'asyir ditahan di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Kemudian pada akhir 2018, kuasa hukum Ba'asyir yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) mengajukan pembebasan bersyarat. Baca juga: JEO-Polemik Pembebasan Baasyir: Antara Kemanusiaan dan Hukum


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kepala BNPT: Ba'asyir "Hardcore", Tak Mau Ikut Program Deradikalisasi", https://nasional.kompas.com/read/2019/01/24/14454311/kepala-bnpt-baasyir-hardcore-tak-mau-ikut-program-deradikalisasi
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Diamanty Meiliana

Polemik 

Antara Kemanusiaan Dan Hukum

TERPIDANA kasus terorisme Abu Bakar bin Abud Ba'asyir alias Abu Bakar Ba'asyir kembali mendapat sorotan publik Indonesia, bahkan internasional.
Ba’asyir ingin bebas dari lembaga permasyarakatan. Namun, sikap Ba’asyir sendiri yang menjadi penghalang.
Ba'asyir belum bisa dibebaskan dari Lembaga Permasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, lantaran terpidana 15 tahun penjara itu tidak memenuhi persyaratan.
Padahal, peluang pembebasan pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, itu sudah dibuka pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyetujui.
Alasannya, kemanusiaan. Kondisi kesehatan pria 81 tahun tersebut terus menurun sehingga dinilai lebih baik perawatannya diserahkan ke pihak keluarga.
"Sudah saya sampaikan bahwa (dasar pembebasan Ba'asyir) karena kemanusiaan. Kan Ustaz Ba'asyir sudah sepuh, kesehatannya juga sering terganggu. Bayangkan kalau kita sebagai anak lihat orangtua sakit-sakitan seperti itu," kata Jokowi, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Presiden Jokowi menegaskan, ada mekanisme hukum yang harus ditempuh Ba’asyir. Pemerintah tak ingin ada aturan yang ditabrak demi membebaskan Ba’asyir.
"Syaratnya harus dipenuhi. Kalau enggak (dipenuhi), kanenggak mungkin juga saya nabrak (hukum). Contoh, (syarat) soal setia pada NKRI, pada Pancasila, itu basic sekali, sangat prinsip sekali," kata Jokowi.
Persyaratan pembebasan bersyarat diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Aturan turunannya adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Adapun syarat formil khusus bagi narapidana perkara terorisme, yakni:
  1. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.
  2. Telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.
  3. Telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.
  4. Menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis


KILAS BALIK 
PERKARA BA'ASYIR

BA'ASYIR kini mendekam di lapas atas keterlibatan dalam kasus terorisme pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho di Aceh pada 2010.
Berikut ini infografik kilas balik perjalanan perkara Ba'asyir, dari tertangkap, persidangan, putusan hukum yang berkekuatan tetap, hingga usulan pembebasan bersyarat yang kini menjadi polemik:


Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus perkara Ba'asyir pada 16 Juni 2011 menyatakan, Ba'asyir sebagai Amir Jamaah Anshorud Tauhid (JAT) terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.

Majelis hakim yang diketuai Herri Swantoro didampingi empat hakim anggota, yakni Aksir, Sudarwin, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro, tersebut dalam putusannya menyebut, perencanaan itu dibicarakan Ba'asyir dan Pitono di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki di Solo, Jawa Tengah, pada Februari 2009. 
Perencanaan lanjutan melibatkan dua anggota Majelis Syuro JAT, yakni Lutfi Haidaroh alias Ubaid dan Abu Tholut, serta Ketua Hisbah JAT Muzayyin alias Mustaqim. Pembicaraan dilakukan di beberapa lokasi, seperti di Solo dan Ciputat, Tanggerang.

Perencanaan yang dilakukan Ba'asyir termasuk mendanai kegiatan. Ba'asyir terbukti mengumpulkan dana dari berbagai pihak, seperti dari Hariadi Usman sebesar Rp 150 juta dan Dr Syarif Usman sebesar Rp 100 juta.

Ba'asyir juga dinyatakan terbukti menghasut untuk melakukan perbuatan teror. Hasutan itu diwujudkan para peserta pelatihan dengan melakukan penyerangan dengan senjata api kepada polisi dan fasilitas umum. 
Dari semua pertimbangan dan fakta persidangan itu, majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara. Namun, pada Oktober 2011, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang terdiri dari M Jusran Thawab, Widodo, dan Chaidir, mengurangi vonis Ba'asyir menjadi sembilan tahun penjara. 
Tak berumur lama, majelis hakim Mahkamah Agung dalam putusan kasasi pada Februari 2012 mengembalikan hukuman Ba'asyir menjadi 15 tahun penjara. Majelis hakim kasasi diketuai Djoko Sarwoko dengan beranggotakan Mansyur Kertayasa dan Andi Saman Nganro. 

OPSI TAHANAN RUMAH HINGGA PINDAH LAPAS 

MENURUT pemerintah, pihak keluarga Ba'asyir telah meminta pembebasan sejak 2017 karena usia lanjut dan kesehatan yang terus menurun.
Pada Maret 2018, muncul wacana agar Ba'asyir bisa menjalani pidana di rumah untuk perawatan kesehatan. Keluarga mengaku sudah menyiapkan ruangan atau kamar khusus untuk Ba’asyir.
Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Baasyir keluar dari ruang pemeriksaan Rumah Sakit Mata Aini, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (29/2/2012). Terpidana perkara terorisme ini menjalani pemeriksaan mata di Rumah Sakit Aini dan rencananya akan menjalani operasi pada mata kanannya.
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES
Amir Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Baasyir keluar dari ruang pemeriksaan Rumah Sakit Mata Aini, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (29/2/2012). Terpidana perkara terorisme ini menjalani pemeriksaan mata di Rumah Sakit Aini dan rencananya akan menjalani operasi pada mata kanannya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan, usulan tersebut tidak dapat dilakukan. Mengubah status Ba'asyir dari warga binaan menjadi tahanan rumah tidak memungkinkan dalam konteks hukum acara di Indonesia.
Status tahanan rumah hanya untuk seorang pelaku kejahatan selama proses hukumnya berada di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, sementara Ba’asyir berstatus terpidana.
Pemerintah kemudian menawarkan opsi pemindahan lapas dekat dengan rumah keluarga di Sukoharjo. Tawarannya, pemerintah memindahkan Ba’asyir ke Lapas di Klaten, Jawa Tengah. Persiapan sudah dilakukan.
Namun, Ba'asyir dan keluarga menolak opsi tersebut. Jika opsi menjalani pidana di rumah tidak disetujui, Ba'asyir mengaku lebih suka tetap di Gunung Sindur. Akhirnya, Ba’asyir tetap berada di Lapas Gunung Sindur.

POLEMIK PEMBEBASAN

PADA Desember 2018, wacana pembebasan bersyarat Ba'asyir mulai dibahas. Data Kementerian Hukum dan HAM, Ba'asyir bisa mendapat bebas bersyarat pada bulan itu.
Ba'asyir sudah melewati dua per tiga masa pidana pada 13 Desember 2018, setelah dikurangi remisi. Namun, syarat lain harus dipenuhi.
Yusril Ihza Mahendra, pengacara pribadi Jokowi, menyebut, proses pada Desember 2018 tersebut buntu lantaran Ba'asyir tak bersedia memenuhi syarat lainnya.
Seperti dikutip Tribunnews.com, Yusril menyebut bahwa Ba'asyir menolak menandatangani pernyataan taat pada Pancasila dan tidak mengulangi tindak pidananya.
Ba'asyir beralasan dia hanya ingin taat kepada Islam. Ba'asyir juga tetap tidak mengakui melakukan perbuatan pidana terorisme.
Polemik kemudian muncul ketika Yusril menyebut bahwa Ba'asyir akan segera dibebaskan tanpa syarat atas kebijakan Presiden Jokowi.
Yusril didampingi Yusron Ihza Mahendra dan Afriansyah Noor sempat menemui Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur.
Kasus Hukum yang Menjerat Ba'asyir dari Masa ke Masa -
(KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO)
Saat itu, Yusril memberitahukan rencana pembebasan kepada Ba'asyir. Pembebasan Ba'asyir disebut akan dilakukan secepatnya sambil membereskan urusan administrasi pribadi di Kementerian Hukum dan HAM.
Pernyataan Yusril itu dipertanyakan banyak pihak. Dasar hukum apa yang dipakai untuk membebaskan Ba'asyir apalagi tanpa syarat?
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah tidak bisa memberi pembebasan bersyarat jika Ba'asyir tidak mau menandatangani syarat setia pada Pancasila.
Hal itu merupakan syarat umum yang harus dipenuhi narapidana jika dibebaskan secara bersyarat atau diberikan grasi. Pemerintah tidak mungkin membuat peraturan baru hanya untuk satu orang.
"Tentu tidak mungkin satu orang kemudian dibikinkan peraturan untuk satu orang, tidak bisa lah. Harus bersifat umum peraturan itu," tegas Kalla.
Profil Abu Bakar Ba'asyir -
(KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

BA'ASYIR BERGEMING

KUASA hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta, membantah bila kliennya disebut tidak mengakui Pancasila.
“Kalau tidak mengakui (Pancasila) kenapa Ustaz Abu Bakar Ba’asyir berjuang di jalan hukum sampai Peninjauan Kembali? Jangan negasi, pengakuan itu bukan di mulut, tetapi di sikap tindak lebih penting,” kata dia saat dihubungi.
“Setiap tahapan ustaz selalu teken surat kuasa, bikin pleidoi, eksepsi, dan lain-lain, kok dibilang tidak mengakui Pancasila,” sambung Mahendradatta.
Mahendradatta menjelaskan, yang terjadi adalah kliennya tidak ingin menandatangani sejumlah dokumen pembebasan bersyarat.
Salah satu dokumen pembebasan bersyarat itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan. Masalahnya, Ba’asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut.
Ba’asyir, kata Mahendratta, sejak ditangkap hingga sekarang tidak pernah memberikan tanda tangan pun, termasuk di berita acara pemeriksaan (BAP).
“Sampai mati pun Ustaz Abu Bakar Ba’asyir tidak akan merasa apalagi mengaku pernah melakukan pelanggaran hukum,” ujar Mahendradatta.
Kini, bola ada di tangan Ba’asyir, apakah dia bersedia memenuhi persyaratan pembebasan bersyarat atau bersikukuh hingga akhir masa pidana....

sumber:
https://nasional.kompas.com/jeo/polemik-pembebasanbaasyir-antara-kemanusiaan-dan-hukum

Abu Bakar Ba'asyir: 'Kekecewaan' para santri karena tak jadi bebas






Putra Ba'asyir, Rosyid (kedua dari kiri) dalam jumpa pers Rabu (23/01) di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki.Hak atas fotoANTARA
Image captionPutra Ba'asyir, Rosyid (kedua dari kiri) dalam jumpa pers Rabu (23/01) di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki.

Urungnya pembebasan Abu Bakar Ba'asyir menimbulkan kekecewaan para santri di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo yang telah membuat persiapan penyambutan.
Di antara persiapan di pondok pesantren yang didirikan Ba'asyir itu termasuk tenda yang dipasang mengitari halaman masjid yang berada di kompleks pondok.
Bahkan satu spanduk telah dipasang di masjid bertuliskan, "Ahlan wa sahlan selamat datang kembali Ustaz Abu Bakar Ba'asyir di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Cemani, Sukoharjo."
Panitia yang melakukan persiapan sejak Senin (21/01) memasang tenda sebagai antisipasi hujan saat acara penyambutan Ba'asyir berlangsung.
Selain itu, pengelola pondok juga mengklaim telah memesan sekitar 1.000 nasi kotak bagi peserta penyambutan.
Karena terlanjur dipesan dan Ba'asyir batal bebas, mereka mengatakan makanan itu akan dibagikan kepada masyarakat sekitar pondok.
Namun bagi Sholeh Ibrahim, pengurus Ngruki, kekecewaan mereka bukan soal kerugian merancang seremonial penyambutan.
"Kalau soal makanan tidak masalah, yang menjadi masalah adalah kekecewaan karena tidak jadi bebas," ujarnya kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq.
Pengurus pondok pesantren menyatakan kecewa atas pembatalan rencana pembebasan itu.
Salah seorang putra Ba'asyir, Abdul Rochim, mempertanyakan perubahan rencana tersebut.
Presiden Joko Widodo menyatakan pembebasan Ba'asyir harus disesuaikan dengan regulasi yang berlaku.
"Ada sistem hukum yang harus kita lalui, ini namanya pembebasan bersyarat, bukannya bebas murni. Nah, syaratnya harus dipenuhi. Kalau ndak kan saya nggak mungkin nabrak. Ya kan? Contoh, setia pada NKRI, setia pada Pancasila, itu basic sekali itu. Sangat prinsip sekali," kata Jokowi kepada pers, Selasa (22/1).




Ponpes Al Mukmin NgrukiHak atas fotoFAJAR SODIQ
Image captionPihak keluarga menilai pemerintah seharusnya tidak memaksakan Ba'asyir menyatakan ikrar setia pada NKRI dan Pancasila.

Pemerintah tidak menggunakan istilah menunda atau membatalkan, tapi 'mengkaji' wacana pembebasan yang belum jelas kepastian tenggat waktunya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut keputusan soal pembebasan Ba'asyir telah diambil dan kisi-kisinya ada pada pernyataan Presiden Joko Widodo.
"Soal itu presiden sudah memutuskan," ujar Wiranto di Jakarta, Selasa (23/01), seperti dilaporkan wartawan BBC News Indonesia, Abraham Utama.
Tetapi di sisi lain, pengacara Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan kliennya "akan teguh pada pendiriannya (menolak bebas bersyarat)".
Pihak keluarga dan koleganya di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki mengira Ba'asyir akan keluar dari Lapas Gunung Sindur, Bogor, Rabu (23/01).
Seremonial penyambutan terpidana kasus pelatihan terorisme Aceh itu batal. Ba'asyir tetap mendekam di penjara.




Abu Bakar Ba'asyirHak atas fotoAFP
Image captionSelain kasus pelatihan terorisme di Aceh, Ba'asyir juga pernah dihukum dalam kasus Bom Bali.

"Tak akan ada ikrar untuk NKRI"
Merujuk pernyataan terakhir Jokowi, Ba'asyir harus memenuhi setiap ketentuan yang memungkinkannya bebas bersyarat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM 3/2018, ada empat syarat umum pembebasan bersyarat.
Empat syarat yang juga berlaku bagi Ba'asyir itu adalah menjalani dua per tiga masa hukuman, berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan, dan diterima oleh masyarakat.
Namun sebagai narapidana kasus terorisme, Ba'asyir menolak memenuhi satu syarat wajib: menyatakan kesetiaan pada NKRI secara tertulis.
Putra bungsu Ba'asyir, Abdul Rochim, menyatakan sejak awal ayahnya telah menegaskan pada pemerintah terkait keengganan berikrar untuk NKRI.




Ponpes Al Mukmin NgrukiHak atas fotoFAJAR SODIQ
Image captionPondok Pesantren Al Mukmin Ngruki di Sukoharjo mempersiapkan seremonial penyembutan Abu Bakar Ba'asyir sejak isu pembebasan narapidana terorisme itu muncul akhir pekan lalu.

Tak hanya itu, menurut Rochim, Ba'asyir tak semestinya diwajibkan memenuhi syarat itu. Ia menilai peraturan itu dibuat setelah Ba'asyir mendekam di penjara dan tak semestinya berlaku surut.
"Dia tidak mau ke arah sana, itu sudah selesai sejak dulu. Jadi tidak perlu ada lobi-lobi lagi (soal ikrar NKRI)," kata Rochim kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
"Ustaz Abu itu ditahan 2011, seharusnya tidak kena permen tanda tangan itu," tuturnya menambahkan.
Meski begitu, pemerintah menyebut pernyataan setia pada NKRI dan Pancasila adalah syarat yang tidak bisa ditawar.
"Persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
"Bisa bebas bersyarat sebelum akhir 2018"




Abu Bakar Ba'asyirHak atas fotoANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Image captionInformasi rencana pembebasan bersyarat Ba'asyir pertama kali dipublikasikan advokat Yusril Izha Mahendra.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut dari segi waktu, Ba'asyir sebenarnya bisa bebas bersyarat pada 13 Desember 2018.
Pada tanggal itu Ba'asyir telah menyelesaikan dua per tiga masa hukuman.
"Kalau semua syarat dipenuhi, sebetulnya tanggal 13 Desember sudah kami keluarkan. Tapi ada syarat penting yang sampai sekarang belum dipenuhi," ujar Yasonna.
Ba'asyir dipenjara dalam kasus pelatihan terorisme Aceh tahun 2011. Saat itu ia dihukum 15 tahun penjara.
Selama ini Ba'asyir juga meraih beberapa remisi. Pada 17 Agustus lalu misalnya, ia dianggap berkelakuan baik sehingga diberikan pengurangan hukuman selama empat bulan.

Abu Bakar Ba'asyir akan 'pilih bertahan di penjara, dan tolak bebas bersyarat'




Abu Bakar Ba'asyirHak atas fotoAFP
Image captionAbu Bakar Ba'asyir disebutkan Yusril Ihza Mahendra, penasihat hukum pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.

Pengacara Abu Bakar Ba'asyir mengatakan narapidana terorisme ini akan tetap memilih bertahan di penjara dan menolak bebas bersyarat.
Pengacara Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan bebas bersyarat sudah didapatkan kliennya sejak 13 Desember 2018 lalu dan bahwa "ustaz Abu akan teguh pada pendiriannya (menolak bebas bersyarat)".
"Gak ada urusannya saya, mau ditahan besok, lusa, sampai seterusnya, gak ada masalah buat beliau, kan selalu ngomong begitu," kata Achmad kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono Selasa (22/01).
Achmad ditanya komentarnya setelah Presiden Joko Widodo mengatakan ia tidak akan "tabrak hukum" terkait rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir dengan menekankan menandatangani dokumen setia kepada NKRI sebagai hal yang mendasar.
Jokowi mengatakan rencana pembebasan itu didasarkan pada aspek "kemanusiaan" karena usia dan kesehatan Ba'asyir namun ia menekankan "Kita ini juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui, ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat."



Abu Bakar Ba'asyirHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionPresiden Jokowi mengatakan untuk bisa bebas bersyarat, Ba'asyir haru menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila.

"Nah, syaratnya itu harus dipenuhi. Kalau ndak kan saya nggak mungkin nabrak. Ya kan? Contoh, setia pada NKRI, setia pada Pancasila, itu basic sekali itu. Sangat prinsip sekali," kata Jokowi kepada para wartawan Selasa (22/01).
Ia juga mengatakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan , Wiranto, tengah mengkaji lebih lanjut.
Namun Achmad Michdan mengatakan dengan harus menandatangani dokumen taat kepada Pancasila, kondisi kembali seperti ke semula.
"Syarat yang mau dianulir itu yang sebetulnya menjadi kebijakannya Pak Yusril, kebijakannya Pak Jokowi yang sudah dikonsultasikan ke Pak Yusril. Kalau itu pakai syarat lagi, sama kembali normal. Siapa pun bisa itu, nggak perlu musti harus kebijakannya presiden untuk membebaskan," kata Achmad.
Dia juga menambahkan bahwa Ba'ayir juga mengatakan "kecintaan terhadap negara merupakan bagian dari iman."
"Gak bisa diragukan. Bahkan dia omong kemarin, saya amat mencintai negara, bangsa serta rakyat Indonesia, itu statement saat kunjungan Yusril," kata Achmad.
"Kan tinggal ditafsirkan, bahwa kecintaan terhadap negara kan lebih fleksible ... misalnya keyakinan kepada Islam dan kepada Pancasila dan barang kali itu tak masalah. Kalau bicara Pancasila seolah-olah Islamnya tak ada ... mestinya pandai ditafsirkan dan jangan kaku," katanya lagi.
Menko Polhukam Wiranto dalam keterangan kepada pers Senin (21/01) menyatakan pembebasan Ba'asyir masih perlu pertimbangan terlebih dahulu, "Dari aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya."



Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara tahun 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.Hak atas fotoDIMAS ARDIAN/GETTY IMAGES
Image captionAbu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara tahun 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Wiranto mengatakan Presiden Joko Widodo sangat memahami permintaan keluarga yang meminta Ba'asyir segera dibebaskan dengan alasan kesehatan.
"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," ujar Wiranto.
Jumat (18/01) lalu, Yusril Ihza Mahendra yang menjadi penasihat hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan pembebasan "tanpa syarat" kepada Abu Bakar Ba'asyir.
Pembebasan dilakukan dengan alasan kemanusiaan, karena Ba'asyir dinilai sudah terlalu tua dan sudah menjalani dua pertiga masa hukuman.
Ba'asyir sendiri dipenjara untuk kedua kalinya tahun 2011 lalu, setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pendanaan pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Guru besar Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, UII Yogyakarta, Mahfud MD, menulis melalui Twitternya mengatakan tidak mungkin Ba'asyir bebas murni.
"Tak mungkin Abu Bakar Baasyir (ABB) dikeluarkan dgn bebas murni sebab bebas murni hny dlm bentuk putusan hakim bhw ybs tak bersalah. Yg mungkin, sesuai dgn hukum yg berlaku, ABB hanya bs diberi bebas bersyarat. Artinya dibebaskan dgn syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi," cuit Mahfud.
Dalam wawancara terpisah terkait rencana pembebasan Ba'asyir, Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan, menyatakan bahwa rencana pembebasan ini dilakukan untuk membuang stigma Jokowi anti-Islam.
Abu Bakar Ba'asyir telah menjalani sembilan tahun dari hukuman 15 tahun penjara yang dijatuhkan padanya pada 2011 karena mendanai pelatihan terorisme di Aceh.
Ba'asyir menolak menandatangani dokumen taat kepada Pancasila sebagai syarat pembebasan setelah menjalani dua pertiga hukuman.
Namun ia mendapatkan "keringanan" dari Presiden Joko Widodo dengan pertimbangan "kemanusiaan".



Abu Bakar Ba'asyir menekankan tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.Hak atas fotoANTARA
Image captionAbu Bakar Ba'asyir menekankan tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.

"Kita membuang stigma yang sampai saat ini menyatakan Pak Jokowi itu tidak dekat dengan umat Islam, kan ternyata tidak terbukti," ungkap Irfan kepada Rivan Dwiastono, wartawan BBC News Indonesia, Senin (21/1).
"Melakukan kriminalisasi ulama, enggak ada kan? Dengan seperti ini kan, itu menampik semuanya," lanjutnya.
Meski demikian, Irfan -seperti anggota TKN lainnya- bersikukuh bahwa pembebasan Ba'asyir bukan untuk kepentingan elektoral. "Ya itu tadi, (karena) rasa kemanusiaan, kita berharap melihatnya dari sudut pandang itu saja."
Untuk tarik simpati Muslim konservatif
Hurriyah, pengamat politik Universitas Indonesia, memandang terdapat motif politik di balik keputusan pembebasan Ba'asyir.
"Ketika suasananya adalah kontestasi elektoral, maka pertimbangan elektoral masuk di situ (pembebasan Ba'asyir)," ujar Hurriyah kepada BBC News Indonesia.
Menurutnya, Jokowi memberikan pembebasan "tanpa syarat" kepada Ba'asyir karena tengah menyasar pemilih Muslim konservatif.
Target suara itu dipilih karena jumlah suara ceruk tersebut cukup signifikan dibanding yang lainnya.



Joko Widodo dan Prabowo Subianto bersalaman usai mengikuti debat pilpres perdana 17 Januari 2018 lalu, dengan tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.Hak atas fotoANTARA
Image captionJoko Widodo dan Prabowo Subianto bersalaman usai mengikuti debat pilpres perdana 17 Januari 2018 lalu, dengan tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme.

"Kalau keberpihakannya pada isu HAM, kemudian yang akan direspons (oleh Jokowi) misalnya kasus Baiq Nuril, atau bahkan kasus Novel," katanya.
"Nah, ini kan suara dari para aktivis, advokat HAM ini kan secara elektoral mungkin dianggap tidak terlalu besar, ketimbang, misalnya, suara dari pemilih Muslim konservatif."
Bagi Hurriyah, rentetan aksi Jokowi yang menarik sejumlah tokoh representatif kelompok Muslim konservatif ke kubunya; mulai dari pasangannya sendiri di pilpres, Ma'ruf Amin, alumni 212 Ali Mochtar Ngabalin, hingga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra; merupakan upaya terencana Jokowi untuk menarik simpati kelompok tersebut.
"Kemudian kebijakan membebaskan Abu Bakar Ba'asyir juga saya pikir jadi sequence aja gitu loh, gejalanya sudah kita lihat jauh-jauh hari," imbuhnya.
Meski demikian, Hurriyah tak yakin strategi tersebut berbuah manis. Menurutnya, dukungan kelompok Islam konservatif di kubu penantang masih sangat solid.
Ia menilai bahwa langkah tersebut justru akan menggerus suara pemilih ideologis Jokowi, karena kecewa dengan strategi elektoralnya yang menargetkan suara pemilih Islam konservatif.
"Mungkin maksudnya ingin mendulang suara dari kelompok pemilih Islam konservatif, tapi ternyata justru malah menggerus dukungan elektoral dari kelompok pemilihnya yang punya pandangan berbeda," jelas Hurriyah.

Suara terbelah di kalangan pendukung Jokowi

Tantri (31) adalah karyawan swasta di Jakarta yang mengaku sebagai pendukung Jokowi-Ma'ruf. Ia mengatakan tidak mengerti berbagai akrobat yang dilakoni Jokowi sepanjang masa pemilihan presiden 2019.
"(Langkahnya) agak absurd yang ini, asli saya nggak paham," imbuh Tantri kepada BBC, Senin (20/01), saat ditanya tentang langkah Jokowi membebaskan Ba'asyir.
"Kok ngebebasin teroris sih?" ujarnya dengan nada kesal. "Dia (Jokowi) kayak kejebak sama citra non-Islam."



Abu Bakar Ba'asyir di Pengadilan Negeri Cilacap tahun 2016 lalu saat mengajukan pembebasan bersyarat.Hak atas fotoULET IFANSASTI/GETTY IMAGES
Image captionAbu Bakar Ba'asyir di Pengadilan Negeri Cilacap tahun 2016 lalu saat mengajukan pembebasan bersyarat.

Kekesalan Tantri menjadi salah satu gambaran pendukung Jokowi yang tidak setuju dengan keputusan capres pilihannya.
Suara senada diangkat Akhmad Sahal, pendukung Jokowi yang juga tokoh muda Nahdatul Ulama (NU). Ia menilai keputusan pembebasan "tanpa syarat" Ba'asyir penuh kontroversi.
"Nanti ada masalah dengan intervensi hukum yang Pak Jokowi komit untuk tidak melakukannya. Jadi ada problem di soal konsistensi," ujar Akhmad kepada BBC News Indonesia, Senin (21/01).
Ia juga menyoalkan komitmen kemanusiaan yang menjadi alasan utama pembebasan Ba'asyir. "Kalau kemanusiaan, kenapa hanya Ba'asyir?"
Akhmad justru menilai Yusril Ihza Mahendra lah yang mendapat keuntungan dengan ramainya pemberitaan tersebut.
"Ini yang untung Yusril, terus kemudian Pak Jokowi apakah untung atau nggak, itu masih merupakan spekulasi, yang (mana) saya sih nggak melihat ada keuntungannya."



Yusril Ihza Mahendra (kanan) menemui Abu Bakar Ba'asyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, untuk memberitahu pembebasan 'tanpa syarat' yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada Ba'asyir.Hak atas fotoYULIUS SATRIA WIJAYA/ANTARA FOTO
Image captionYusril Ihza Mahendra (kanan) menemui Abu Bakar Ba'asyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, untuk memberitahu pembebasan 'tanpa syarat'.

Hal berbeda diungkapkan Muhammad Fathony, koordinator Sejuta Teman sekaligus salah satu pendiri Teman Ahok. Dengan jawaban singkat, Fathony tak ambil pusing dengan langkah capres nomor urut satu tersebut.
"Kalau buat kita sih nggak ada masalah," ujarnya melalui pesan singkat kepada BBC, Senin (21/01).
Pendukung Ba'asyir 'mustahil' dukung Jokowi
Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Luky Sandra Amalia, tidak memandang langkah pembebasan Abu Bakar Ba'asyir akan menambah suara elektoral paslon nomor urut satu.
Ia tidak menilai langkah itu sebagai langkah politik.
"Kalau elektoral kayaknya nggak nyampe, ya," ujar Luky kepada wartawan BBC News Indonesia, Rivan Dwiastono, Senin (21/01).
"Kalau dikaitkan dengan politik, memang timing-nya (waktu) aja yang tepat," tambahnya.



Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri membuka rapat kerja nasional PDI-P di Semarang, Jawa tengah, tahun 2014 lalu.Hak atas fotoWF SIHARDIAN/PACIFIC PRESS/LIGHTROCKET VIA GETTY I
Image captionKetua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri membuka rapat kerja nasional PDI-P di Semarang, Jawa tengah, tahun 2014 lalu.

Menurut Luky, garis politik pengikut Ba'asyir dengan Jokowi jauh berbeda. Ia pun mengingatkan kembali kejadian pada masa pilpres tahun 2004 lalu.
"Waktu itu Megawati mencalonkan diri jadi presiden. Itu kan salah satu tentangan keras (muncul) dari kubunya Abu Bakar Ba'asyir waktu itu, (mereka) mengeluarkan fatwa bahwa pemimpin perempuan itu haram," ungkapnya.
"Jadi tidak mungkin kalau hanya karena Abu Bakar Ba'asyir ini kemudian dibebaskan, terus massanya pindah ke Jokowi. Itu butuh mukjizat yang luar biasa kalau menurut saya."
Luky juga berpendapat, bahwa jika massa 212 yang jadi target, maka Jokowi menyia-nyiakan tenaga. Selain karena garis politik keduanya tak sejalan, Jokowi juga sudah menggaet Ma'ruf Amin yang menurutnya cukup untuk menggaet ceruk tersebut.
"Kalau 212 itu sebagian mungkin sudah bisa ditarik oleh Ma'ruf Amin," ujarnya. "Dia orang yang sangat penting di 212, dia bahkan yang memenjarakan Ahok dengan (kasus) 'menistakan agama'-nya. Jadi Ma'ruf Amin sudah cukup untuk menarik massa 212 sendiri."
Di luar itu, kalaupun ada yang diuntungkan secara elektoral oleh pembebasan Ba'asyir, Luky berpendapat bahwa itu adalah Yusril dan partainya, Partai Bulan Bintang (PBB). Yusril sendiri merupakan orang pertama yang mengabarkan informasi pembebasan Ba'asyir dan kini berperan sebagai penasihat hukum Jokowi-Ma'ruf.
"Kalau coattail effect bekerja dengan baik, maka selain partainya capres-cawapres, partai yang berhasil membangun asosiasi kuat dengan capres-cawapres akan merasakan efek ekor jas itu," papar Luky.
Asosiasi tersebut, menurutnya, bisa dilakukan dengan banyak cara.
Dalam kasus ini, dengan menjadi pihak yang melobi capres nomor urut satu untuk memberikan pembebasan "tanpa sayarat" bagi Abu Bakar Ba'asyir.
"Yusril menang banyak," pungkas Luky.
sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46969603

Abu Bakar Baasyir Akan Selalu dalam Pantauan Polri - JPNN.COM

Abu Bakar Baasyir Akan Selalu dalam Pantauan Polri

Jumat, 18 Januari 2019 – 21:05 WIB
jpnn.comJAKARTA - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dikabarkan segera bebas dari masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, terkait kabar kebebasan itu, pihaknya juga melakukan pemantauan.
Bahkan, setelah keluar dari penjara, Baasyir tetap dipantau. "Polri akan monitoring perkembangannya," kata Dedi, Jumat (18/1).
Jenderal bintang satu ini menambahkan, Polri belum ada melakukan antisipasi atau tindakan lain seperti pengamanan khusus untuk kebebasan Baasyir.
"Tidak ada. Kami hanya monitor perkembangan," sambung mantan Wakapolda Kalimantan Tengah ini.
Diketahui, Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Baasyir telah meyakinkan Presiden Joko Widodo untuk membebaskan kliennya.
Baasyir sendiri telah menjalani masa hukuman selama sembilan tahun dari 15 tahun vonis. Pembebasan ini dilakukan dengan alasan kemanuasiaan, karena mantan pimpinan Al Mukmin sudah berusia 81 tahun dan kesehatan menurun. (cuy/jpnn)


Abu Bakar Ba'asyir: Bebas.. 

Tolak tanda tangan taat Pancasila tapi taat pada Islam'

  • 41 menit lalu











Abu Bakar Ba'asyir bersama Yusril Ihza MahendraHak atas fotoANTARA
Image captionAbu Bakar Ba'asyir menekankan tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.

Pendiri Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Abu Bakar Ba'asyir, yang mendekam di penjara dalam kasus terorisme, dijadwalkan akan segera dibebaskan setelah persyaratan bebas bersyarat "diringankan" dengan menekankan ia hanya akan "taat kepada Islam."
Pemilihan kata-kata dalam surat pernyataan itu, menurut Yusril Ihza Mahendra, penasihat hukum pasangan calon presiden/wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin, disepakati setelah Ba'syir menolak menandatangani dokumen pembebasan bersyarat yang mencakup taat kepada Pancasila.
"Yang harus ditandatangi Pak Ba'asyir agak berat bagi beliau karena beliau punya keyakinan yang dipatuhi hanya Allah, hanya Tuhan dan beliau menyatakan hanya taat kepada Islam. 'Jadi kalau saya diminta tanda tangan taat kepada Pancasila, saya tak mau'", kata Yusril tentang isi percakapannya dengan Ba'syir di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor.
"Beliau hanya ingin taat kepada Islam dan kita memahaminya...Tak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila dan tak mau berdebat panjang dengan Pak Ba'asyir," tambah Yusril dalam wawancara dengan wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin, Jumat (18/01).
Ba'asyir telah menjalani hukuman selama sembilan tahun dari 15 tahun hukuman penjara karena dinyatakan bersalah pada Juni 2011 dalam kasus mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Ulama berusia 81 tahun ini sebelumnya ditahan di Nusakambangan, Cilacap, namun dipindahkan ke LP Gunung Sindur, Bogor dengan alasan kesehatannya menurun.
Yusril mengatakan Ba'asyir telah mendapatkan remisi tiga kali dan berhak untuk bebas bersyarat dan menyatakan telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo untuk membebaskannya dari penjara dengan "pertimbangan kemanusiaan" karena "sudah berusia 81 tahun dengan kondisi kesehatan yang semakin menurun, dengan pembengkakan kakinya yang berwarna hitam."
Proses administrasi pembebasan Ba'asyir tidak memakan waktu lama namun dia sendiri meminta waktu tiga sampai lima hari untuk berkemas, kata Yusril.

Tak lagi mendukung ISIS












Ba'asyir saat ditemui di LP Gunung Sindur, Bogor.Hak atas fotoYUSRIL IHZA MAHENDRA
Image captionBa'asyir saat ditemui di LP Gunung Sindur, Bogor.

Peneliti terorisme Sidney Jones menyatakan Ba'asyir sempat dibaiat sebagai pengikut gerakan yang menamakan diri ISIS, yang muncul saat Ba'asyir sudah di dalam penjara.
Namun Sidney menyatakan pengaruh dua putra Ba'asyir menyebabkan ulama ini tak lagi menjadi pendukung gerakan kekhalifahan itu.
"Melalui pengaruh anaknya Ba'asyir tak lagi pro ISIS... jelas anaknya Abdul Rochim dan Abdul Rosyid tidak mendukung ISIS. Itu bisa berarti bahwa mereka bisa memengaruhi bapaknya dan kalau begitu, mungkin tak jadi risiko kalau sudah bebas. Karena jelas unsur pro-ISIS adalah kelompok yang paling berbahaya di Indonesia sekarang ini," kata Sidney.
Putra Ba'asyir Abdul Rochim yang ikut mendampingi Yusril Ihza Mahendra mengatakan ayahnya akan langsung pulang ke Solo setelah dibebaskan, "kemungkinan Senin atau Selasa."
Menyusul serangan bom Bali pada 2002, Ba'asyir ditetapkan sebagai tersangka dan divonis dua tahun enam bulan setelah dinyatakan berkomplot dalam kasus terorisme tersebut. Setelah bebas pada Juni 2006, ia kembali ditahan pada Agustus 2010 dengan tuduhan terkait pendirian kelompok militan di Aceh.
Ba'asyir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus serangan bom di Bali pada 2002. Ia divonis 2,6 tahun penjara setelah dinyatakan berkomplot dalam kasus itu.
Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) pada tahun 2012 ditetapkan oleh Departemen Luar Negeri AS, dalam daftar organisasi teroris asing (FTO).
Saat itu, JAT dicurigai terlibat dalam berbagai kejahatan antara lain perampokan bank untuk mendanai kegiatan mereka, termasuk serangan bom bunuh diri di sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah tahun lalu dan sebuah masjid di Cirebon, Jawa Barat.
JAT didirikan oleh Ba'asyir setelah keluar dari Jemaah Islamiah, yang dinyatakan berada di belakang bom Bali 2002 dan beberapa kasus terorisme.
sumber:  https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46922569



Sejumlah orang memasuki gerbang Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/1/2019).
Sejumlah orang memasuki gerbang Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/1/2019).(KOMPAS.com/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)

Pembebasan Ba'asyir Ditunda, Keluarga Kecewa 

BOGOR, KOMPAS.com - Pihak keluarga Abu Bakar Ba'asyir mengaku kecewa atas tertundanya rencana pembebasan terhadap pendiri pondok pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu. Putra Abu Bakar Ba'asyir, Abdul Rohim berharap, janji pembebasan tanpa syarat kepada ayahnya tetap dilakukan. "Kami masih tunggu terus. Ya, kami berharap janji ini bisa ditunaikan, artinya janji Pak Yusril kepada beliau dan juga sudah disetujui oleh Presiden bahwa beliau bebas tanpa syarat," ungkap Abdul, saat ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/1/2019). Abdul menuturkan, keluarga di Solo, Jawa Tengah, juga terpaksa menunda penyambutan kedatangan Ba'asyir. Pasalnya, pria berusia 81 tahun itu tidak dapat dibebaskan hari ini. "Di Solo semua sudah siap menunggu, tapi semua kecewa harusnya hari ini bisa pulang tetapi nyatanya tidak bisa," katanya. Baca juga: Temui Fadli Zon, Ini yang Dibicarakan Pengacara Abu Bakar Baasyir Meski begitu, sambung Abdul, pihak keluarga bersama tim kuasa hukumnya tetap berupaya melakukan pembebasan terhadap Ba'asyir. "Iya tentu Insya Allah, kami akan terus berupaya sampai keluar, atau paling tidak sampai ada kejelasan terkait persoalan (pembebasan) ini," sebut dia. Sementara itu, tim pengacara Ba'asyir yang diwakili Muhammad Mahendradatta menilai, dalam rencana pembebasan terhadap kliennya itu, pemerintah tidak konsisten dan terkesan tarik ulur. Dirinya menyebut, bahwa Ba'asyir mulanya mendapat pembebasan tanpa syarat yang juga telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo. Namun belakangan, pemerintah mengeluarkan pernyataan bahwa akan mengkaji ulang hal itu dengan status bebas bersyarat. Bahkan, dirinya menegaskan, bahwa janji adalah janji. Sebab itu, ia bersama tim pengacara lainnya akan terus berupaya untuk mendapat kepastian soal rencana pembebasan Ba'asyir. “Perlu digarisbawahi, pembebasan ini bukan beliau (Ba'asyir) yang minta, tapi beliau dijanjikan bebas tanpa syarat. Promise is promise," tutupnya..
KONTRIBUTOR BOGOR, 
RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Kompas.com - 23/01/2019, 20:19 WIB
Penulis : Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah
Editor : Khairina

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pembebasan Ba'asyir Ditunda, Keluarga Kecewa", https://regional.kompas.com/read/2019/01/23/20190801/pembebasan-baasyir-ditunda-keluarga-kecewa

Penulis : Kontributor Bogor, Ramdhan Triyadi Bempah

Editor : Khairina




Wakil Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Dewi Fortuna Anwar saat ditemui di Kantor The Habibie Center, Jakarta Selatan, Rabu (23/1/2019).
Wakil Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Dewi Fortuna Anwar saat ditemui di Kantor The Habibie Center, Jakarta Selatan, Rabu (23/1/2019). (KOMPAS.com/Devina Halim)

Soal Protes Negara Lain 
Terkait Pembebasan Ba'asyir, 
Pemerintah Diminta Perkuat Komunikasi 

DEVINA HALIM Kompas.com - 23/01/2019, 22:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Dewi Fortuna Anwar menilai, tak ada efek serius jika Pemerintah Indonesia mengabaikan protes negara lain terkait wacana pembebasan terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Salah satu negara yang memprotes wacana pembebasan tersebut adalah Australia, yang disampaikan oleh Perdana Menteri Australia Scott Morrison. "Saya tidak melihat konsekuensi yang terlalu serius, karena masing-masing negara memiliki kelemahan," ujar Dewi saat ditemui di Kantor The Habibie Center, Jakarta Selatan, Rabu (23/1/2019). Ia menjelaskan, setiap negara memiliki kelemahan, yang juga kerap diprotes oleh negara lain. Baca juga: Menurut Kuasa Hukum, Syarat Ikrar Setia NKRI Tak Dapat Diterapkan bagi Baasyir Oleh karena itu, protes yang dilontarkan Australia tersebut dinilainya sesuatu yang wajar. Menurut Dewi, hal itu sama ketika Indonesia memprotes sikap Australia yang berencana memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem. Kendati demikian, untuk mencegah terganggunya hubungan antarkedua negara, Dewi mengatakan, komunikasi adalah kuncinya. Ia menjelaskan, masing-masing negara perlu transparan dan menjelaskan alasan di balik pengambilan keputusan yang diprotes. "Dalam hal ini yang pertama itu bagaimana meningkat saling pengertian kenapa satu kebijakan diambil, harus ada transparansi," ujar Dewi. Baca juga: Protes Australia terkait Pembebasan Baasyir Dinilai Wajar "Kemudian upaya mitigasi jangan sampai terjadi fall out atau bahaya spill over terhadap misalnya hubungan perdagangan, keamanan, atau kerjasama selama ini. Itu saya kira, yang penting komunikasi jangan sampai terputus," lanjut dia. Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia masih tarik ulur terkait pembebasan Ba'asyir. Informasi pembebasan Ba'asyir dibeberkan oleh penasihat hukum pribadi Jokowi, Yusril Ihza Mahendra. Ketika pernyataan Yusril dikonfirmasi kepada Presiden Joko Widodo, ia membenarkan bahwa telah menyetujui pembebasan Ba'asyir. Menurut Jokowi, Baasyir dibebaskan karena alasan kemanusiaan. Sebab, pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo itu sudah berusia 81 tahun dan sudah sakit-sakitan. "Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya beliau kan sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi usai meninjau pondok pesantren Darul Arqam, di Garut, Jumat (18/1/2018) siang. Baca juga: Pengacara Baasyir: Yusril Datang ke Lapas sebagai Pengacara Jokowi-Maruf Berbagai kritik bermunculan terkait keputusan itu karena dinilai tidak memiliki landasan hukum. Kemudian, pada Senin (21/1/2019) malam, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menggelar jumpa pers mendadak di kantornya. Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu. Keesokan harinya, Selasa (22/1/2019), Presiden Joko Widodo meluruskan polemik mengenai wacana pembebasan terpidana kasus terorisme Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Presiden menegaskan, pemerintah pada intinya sudah membuka jalan bagi pembebasan Ba'asyir, yakni dengan jalan pembebasan bersyarat. Akan tetapi, Ba'asyir harus memenuhi syarat formil terlebih dulu, baru dapat bebas dari segala hukuman. Baca juga: Pembebasan Baasyir Ditunda, Keluarga Kecewa Pada hari yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa saat ini permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. Sebab, Ba'asyir tidak mau memenuhi syarat formil yakni menandatangani surat yang menyatakan ia setia pada NKRI. "Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko. Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly kembali memberikan pernyataan yang berbeda. Baca juga: Tim Pengacara Tagih Janji Bebas Tanpa Syarat Abu Bakar Baasyir Saat memberikan keterangan pers di kantornya, Selasa (22/1/2019) malam, Yasonna menyebut bahwa pembebasan Ba'asyir masih dikaji. "Sama dengan penjelasan yang disampaikan oleh Menko (Menkopolhukam Wiranto), kita sudah rapat kemarin membahas isu ini," kata Yasonna. "Masih melakukan kajian yang mendalam dari berbagai aspek tentang hal ini. Hukum dan juga secara ideologi seperti apa konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia-nya, keamanannya dan lain-lain. itu yang sekarang sedang digodok dan sedang kita bahas secara mendalam," lanjut dia


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Protes Negara Lain Terkait Pembebasan Ba'asyir, Pemerintah Diminta Perkuat Komunikasi", https://nasional.kompas.com/read/2019/01/23/22553191/soal-protes-negara-lain-terkait-pembebasan-baasyir-pemerintah-diminta
Penulis : Devina Halim
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary



Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).



Pakar: Pembebasan Baasyir tak Miliki Dasar Hukum

Jumat 18 Jan 2019 21:40 WIB

Red: Muhammad Subarkah

Bila tak ada dasar hukum, tindakan ini bisa dinilai sebagai 
gula-gula politik,
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan pembebasan ustadz Abu Bakar Baasyir jelas tidak memiliki dasar hukum. Hal ini karena bisa dilakukan grasi atau bebas bersyarat.
''Saya bertanya apakah dua hal itu ada dalam soal pembebasan ini atau tidak. Kalau tidak ada, bahkan tindakan ini bertentangan hukum,' kata Margarito Kamis, di Jakarta (18/1).
Akibatnya, lanjut Margarito, kalau pun misalnya terkait soal kemanusian, alasan usia, sakit atau hal serupa lainnya, maka pembebasan dengan cara itu pun harus berdasarkan dengan argumen-argumen hukum. Sebab, negara Indonesia adalah negara hukum, bukana negara kekuasaan.
''Kita mengerti dan menghormati soal sisi kemanusiaan terhadap ustaz Baasyir. Tetapi sebagai konsekwensi negara hukum maka segala tindakan kepadanya itu harus memiliki dasar hukum,'' ujarnya.
Menjawab pertanyaan apakah pembebasan ini terindikasi politik. Margarito mengatakan silahkan orang-orang menilainya, terutama dengan merujuk pada situasi politik pilpres yang sekarang tengah terjadi.
''Menurut saya kareana beliau adalah ulama, maka tindakan kepada ustaz Baasyir ini dapat dinilai oleh kalangan politik sebagai 'gula-gula politik' untuk kalangan pemilih tertentu. Dan saya memaklumi itu,'' tegasnya.
sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/19/01/18/plj7fo385-pakar-pembebasan-baasyir-tak-miliki-dasar-hukum

BERITA TERDAHULU

Ba'asyir bantah terlibat terorisme

  • 25 April 2011











baasyirHak atas fotoREUTERS
Image captionAbu Bakar Baasyir bantah tuduhan keterlibatan dalam kegiatan terorisme

Terdakwa kasus teroris Abu Bakar Ba'asyir membantah kalau dirinya merestui dan mendanai pelatihan militer kelompok teroris Aceh.
Bantahan ini disampaikan Ba'asyir saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi tadi (25/4).
Lutfi Haidaroh alias Ubaid, yang sedang menjalani hukuman penjara 10 tahun terkait pelatihan militer di Aceh, adalah orang yang selama ini menyebut kalau Abu Bakar Ba'asyir ikut mendanai dan merestui pelatihan kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho, Aceh tahun lalu.
''Dia bukan melaporkan tetapi dia mengajak,'' kata Ba'asyir.












Ba'asyir kemudian menolak ajakan untuk bergabung dari Lutfi Haidaroh tersebut. ''Saya bilang saya tidak bisa menyalahkan karena ada dalilnya. Tapi karena pakai senjata kami tidak bisa,'' tambahnya lagi.
Selain itu Ba'asyir juga menyatakan kalau tuduhan keterlibatan dirinya dalam kegiatan teroris adalah konspirasi Amerika dan menyebut Presiden Indonesia sejak masa Soekarno hingga Yudhoyono sebagai kaum kafir.
Dalam persidangan ini, pendiri pondok pesantren Ngruki ini diancam hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati jika terbukti bersalah melakukan permufakatan jahat, merencanakan, menggerakkan, hingga memberikan atau meminjamkan dana untuk kegiatan pelatihan militer kelompok terorisme melawan negara.
Tuntutan terhadap Abu Bakar Ba'asyir dijadwalkan akan dibacakan Jaksa pada tanggal 9 Mei mendatang.
Ini bukanlah kasus pertama yang dijalani Ba'asyir, sebelumnya pada tahun 2004 dia pernah dipenjara selama dua tahun atas keterlibatannya dalam peristiwa bom Bali dan bom Hotel JW Marriott.
Pada tahun 2008, lelaki berusia 73 tahun itu mendirikan Jamaah Asharut Tauhid yang secara terbuka mencita-citakan kepemimpinan Islam di Indonesia.
sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/04/110425_baasyir











Mengingat Kembali Kasus Terorisme yang Jerat Abu Bakar Baasyir













Liputan6.com, Jakarta - Abu Bakar Baasyir ditangkap pada 2010 silam di Banjar, Jawa Barat, saat dalam perjalanan dari Tasikmalaya ke Solo. Saat itu, dia dituding terlibat dalam perencanaan pelatihan paramiliter di Aceh. Juga pendanaannya.
Sebanyak 32 pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) berbondong-bondong mengajukan diri membelanya.
Pada Kamis 10 Februari 2011, Abu Bakar Baasyir menghadapi sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pimpinan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) itu didakwa dengan tujuh pasal berlapis yang tertuang dalam berkas setebal 93 halaman.
Senin 9 Mei 2011, jaksa menuntut Abu Bakar Baasyir dengan hukuman seumur hidup.
Namun, pada Kamis 16 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya 15 tahun penjara.
Kala itu, majelis hakim menilai Amir Jamaah Anshorud Tauhid atau JAT itu terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.
Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Herri Swantoro yang didampingi empat hakim anggota, yakni Aksir, Sudarwin, Haminal Umam, dan Ari Juwantoro.
"Menjatuhkan pidana dengan penjara selama 15 tahun. Menetapkan masa penahanan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan," ujar Herri.
Saat sidang, Baasyir sudah ditahan selama 10 bulan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Vonis yang dijatuhkan rupanya lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum, penjara seumur hidup.
Hakim menjelaskan, dalam pertimbangannya tidak sependapat dengan tuntutan jaksa bahwa Abu Bakar Baasyir juga mengumpulkan dana untuk pelatihan militer di Aceh sesuai dakwaan lebih subsider.

Uraian Putusan










Dalam uraian putusan, Baasyir dinilai terbukti merencanakan atau menggerakkan pelatihan militer bersama Dulmatin alias Yahyah Ibrahim alias Joko Pitono.
Perencanaan itu dibicarakan keduanya di salah satu ruko di dekat Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Solo, Jawa Tengah pada Februari 2009.
Perencanaan lanjutan melibatkan dua anggota Majelis Syuro JAT, yakni Lutfi Haidaroh alias Ubaid dan Abu Tholut, serta Ketua Hisbah JAT Muzayyin alias Mustaqim. Pembicaraan dilakukan di beberapa lokasi, seperti di Solo, Ciputat, dan Tanggerang.
Selain itu, hakim menilai Baasyir terbukti menghasut untuk melakukan perbuatan teror.
Hasutan itu, kata hakim, diwujudkan para peserta pelatihan dengan melakukan penyerangan dengan senjata api kepada polisi dan fasilitas umum. Penyerangan itu, menurut hakim, telah menimbulkan suasana teror di masyarakat.
Dalam pertimbangan putusan, hakim menegaskan, hal yang memberatkan adalah perbuatan Baasyir tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan terorisme.
Selain itu, Baasyir juga pernah dihukum sebelumnya. Adapun hal yang meringankan adalah Baasyir berlaku sopan selama persidangan dan telah lanjut usia.
sumber:
https://www.liputan6.com/news/read/3874340/mengingat-kembali-kasus-terorisme-yang-jerat-abu-bakar-baasyir?source=search










Kisah Cinta Ahok 

Bersemi di Penjara













Liputan6.com, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan keluar dari penjara pada Kamis, 24 Januari 2019. Bebasnya Ahok ini usai dirinya menjalani hukuman 2 tahun penjara dikurangi remisi 3 bulan 15 hari di Mako Brimob.
Meski masih beberapa hari lagi, namun kabar soal apa yang akan dilakukan Ahok jika bebas nanti sudah banyak beredar.
Mulai dari jadi pembicara di berbagai acara, undangan ke luar negeri, menjadi politikus, hingga liburan bersama keluarga.
Namun yang paling menarik perhatian adalah rencana pernikahan sang mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Ahok memang kini menduda usai bercerai dengan istrinya, Veronica Tan pada Rabu, 4 April 2018.
Keputusan tersebut menyusul ketuk palu Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mengabulkan gugatan cerai Ahok kepada Vero.
Kini, saat dirinya masih berada di balik jeruji besi, justru kabar pernikahan dirinya setelah bebas nanti mencuat dan sempat ramai diperbincangkan. 
Ahok disebut akan menikahi seorang Polwan bernama Bripda Puput Nastiti Devi.
Usut punya usut, rupanya Puput merupakan mantan pengawal Veronica Tan. Lalu, di mana saat ini dia bertugas? Dalam pesan yang beredar di jagad maya, Puput disebut bertugas sebagai Banum Urpers Subbagrenmin Yanma Polri.
Ketika dikonfirmasi, belum ada yang membenarkan hal tersebut. Kepala Yanma (Kayanma) Mabes Polri, Kombes Pol Yudi mengatakan bahwa Puput dulu pernah bertugas di Polda Metro Jaya.

Bersemi di Penjara










Mantan tim sukses Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul, mengungkap polwan yang akan dinikahi Ahok adalah mantan ajudan Veronica Tan yang bertugas ketika Ahok masih menjabat sebagai Gubernur DKI.
Benih cinta keduanya tumbuh karena Puput kerap mengirimkan makanan saat Ahok di dalam sel Mako Brimob.
"Dia yang melayani Ahok selama ini, seperti konsumsinya (makanan di penjara)," kata Ruhut, Rabu, 5 September 2018.
Ruhut juga mengaku telah diperlihatkan foto calon istri Ahok oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi.
"Menurut kita semua, calon Ahok cantik. Cocoklah sama Ahok yang sekarang sudah tampil macho," ujar Ruhut.
Sementara itu, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membenarkan kabar rencana eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan seorang polwan.
"Kalau mau married (menikah), iya gitu," kata Prasetyo Edi di kantor DPRD DKI Jakarta, Kamis, 6 September 2018.
Prasetyo menyebut keinginan Ahok untuk menikah kembali pernah disampaikannya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.
"Dia ngobrol dengan Pak Djarot, aku mau cari istri, mungkin pas lewat itu orang (polwan), kamu yang bisa ngayomi orang Jawa, orang apa, ini (polwan) orang Nganjuk. Sudah itu saja," ucap dia.
Karena hal itulah, menurut Prasetyo Edi, Ahok akhirnya dijodohkan oleh Djarot dengan polwan berinisial P dan berumur 21 tahun. Dia juga menyebut saat ini sosok P tengah bertugas di Polda Metro Jaya.
Dia melanjutkan, Ahok akan melangsungkan pernikahan setelah menyelesaikan masa hukumannya selesai.
"Nanti setelah dia mengeluarkan masalah hukumnya," Prasetyo menjelaskan.

Keluarga Serahkan Keputusan pada Puput










Bripda Puput Nastiti Devi, yang dikabarkan akan dinikahi Ahok merupakan anak sulung dari pasangan Teguh Suryono dan Lilis Wijayanti. Teguh akan menyerahkan keputusan kepada Puput.
"Intinya yang terbaik buat anak aja. Kalau itu yang terbaik ya kita setuju saja. Yang penting tergantung anak," ujar Teguh ketika ditemui di kediaman di kawasan Cimanggis, Sabtu, 8 September 2018.
Yang jelas, keluarga pun mengaku kaget mendengar informasi tersebut. Ia mengaku justru baru tahu kabar itu dari media sosial. Perihal kebenarannya, Teguh malah tak tahu.
"Saya kaget terlebih banyak saudara yang menanyakan kebenaranya," kata Teguh.
Teguh pun menyatakan, tidak dapat berkomentar lebih jauh. Apalagi, sejauh ini anaknya belum pernah bercerita soal hubungan asmara dengan Ahok.
"Puput tidak pernah curhat secara mendalam. Makanya kalau ditanya soal itu (hubungan Puput dengan BTP), saya tidak pernah tahu," ucap dia.
Meski begitu, Teguh menilai Ahok sebagai figur yang baik, sama seperti orang-orang pada umumnya. "Pak Ahok orangnya baik," kata Teguh.

Jawaban Ahok










Ahok, melalui timnya, menyampaikan kejelasan tentang kabar pernikahannya lewat media sosial.
"Diposting oleh Tim BTP. Ada pesan BTP dari Mako Brimob," tulis tim Ahok dalam akun Twitter @basuki_btp, Jumat, 7 September 2018.
Pada twit itu, tim BTP menyertakan foto yang berisi pernyataan Ahok soal pernikahannya dengan seorang polwan. Ahok juga menjawab sejumlah pertanyaan netizen tentang isu perpindahan agama terkait rencana pernikahan tersebut.
"Terkait opini pemberitaan yang beredar akhir-akhir ini, BTP mengatakan akan menjawab sendiri mengenai semua hal itu ketika bebas nanti," kata Ahok.
Namun, dia memastikan, Ahok masih sama seperti yang dulu. Tidak akan ada yang berubah dari dirinya.
"Yang pasti BTP yang sekarang masih sama seperti BTP yang dulu, yang taat kepada agama dan konstitusi. Dan saat ini BTP sedang belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik bagi dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat."
Menurut kakak angkat Ahok, Andi Analta Amier, sang adik tidak terpengaruh dengan isu-isu yang berkembang terkait kabar rencana pernikahan tersebut. Ia mengatakan, mantan Bupati Belitung Timur itu justru dalam kondisi baik dan bahagia.
"Ahok baik, gemukan," kata Andi saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 9 September 2018










https: img-z.okeinfo.net content 2019 01 19 337 2006713 yusril-pak-jokowi-tidak-tega-lihat-ulama-di-dalam-penjara-XeoKzHXCIx.jpg
Yusril Ihza Mahendra (Foto: Okezone)

Yusril: Pak Jokowi Tidak Tega Lihat Ulama di Dalam Penjara

Harits Tryan Akhmad, Jurnalis · Sabtu 19 Januari 2019 16:34 WIB
JAKARTA - Penasehat Hukum Jokowi Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menjelaskan dalam pembebasan Abu Bakar Baasyir sempat berjalan alot. Hal dikarenakan Baasyir enggan menyetujui beberapa syarat.
Yusril menceritakan, lantaran Abu Bakar Baasyir seharusnya bebas bersyarat dimana tertuang dalam Pasal 86 Peraturan Menteri Hukum dan Keamanan (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018. Beberapa syarat tersebut di antaranya adalah setia terhadap NKRI dan menyesal atas perbuatannya.
“Ustadz masih berpendirian jika demokrasi itu syirik. Dia bilang dari pada tanda-tanda itu lebih baik dia dipenjara,” tutur Yusril di The Law Office of Mahendradatta, kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Yusril
Dari pembicaraan itu, Yusril mengaku langsung melaporkan kepada Jokowi kala sebelum debat pertama berlangsung. Sehingga dirinya bersama-sama presiden langsung mencari jalan keluar.
Apalagi, kata Yusril, Jokowi tak tega ada ulama yang sudah lama mendekam di dalam penjara ditambah lagi faktor kesehatan yang semakin menurun.
“Kemudian pak Jokowi bilang enggak tega kalau ada ulama lama-lama dalam penjara. Apalagi Baasyir bukan di zaman saya dan itu zaman sebelumnya,” terang dia.
Hingga akhirnya, Jokowi pun menyetujui dengan faktor kemanusiaan Abu Bakar Baasyir dibebaskan. Apalagi sesuai Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang dimana Abu Bakar Baasyir sudah menjalani 2/3 masa tahanan.
“Dia bilang ya sudah itu diambil saja dan Jokowi akan ambil keputusan. Itulah terjadi pembicaraan dengan Jokowi,” tandasnya.
Abu Bakar Ba'asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Juni 2011. Majelis hakim menilai Amir Jamaah Anshorud Tauhid atau JAT itu terbukti terlibat pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.
Yusril
(edi)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar