Kamis, 06 Oktober 2016

Dimas Kanjeng,Korbankan Nilai-nilai Agama

Klick Disini:


Foto: dokumen JPNN.Com


JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR RI, M Ali Taher menilai kegiatan di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi merupakan penyalahgunaan simbol-simbol agama.
Menurut dia, kejadian serupa sudah sering terjadi di banyak tempat dan selalu menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan.
"Setahu saya, modus penggunaan simbol-simbol agama dan pendidikan untuk kepentingan sesaat sering terjadi. Sebelum Dimas Kanjeng, kasus Gatot Brajamusti di Sukabumi, apa bedanya? Tetap saja penyakit sosial," kata Ali di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (6/10).
Dia menambahkan, mengorbankan nilai-nilai agama untuk berbagai kepentingan jangka pendek jelas tindakan yang tak benar. Karenanya ia menegaskan, hal semacam itu harus diberantas karena mencerminkan penyakit sosial.
"Jadi, tidak hanya Dimas Kanjeng, tapi siapa pun. Persoalan-persoalan itu bagian dari penyakit sosial yang harus diberantas," tegasnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan, misi agama pasti menekankan pentingnya kejujuran, keikhlasan dan kebenaran. Sementara dalam kasus Dimas Kanjeng, yang muncul justru ketidakjujuran.
"Jika yang dikehendaki itu adalah materi, maka pasti menghalalkan segala cara. Jadi, siapa pun, termasuk jenderal, polisi, kaum intelektual, yang terlibat dalam proses penggandaan uang itu, sangat disayangkan," pungkasnya.(fas/jpnn)


Sebelum Ngetop, Dimas Kanjeng Undang Wartawan Minta Diliput  

KAMIS, 06 OKTOBER 2016 | 21:21 WIB
Sebelum Ngetop, Dimas Kanjeng Undang Wartawan Minta Diliput  
Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Ishomuddin
TEMPO.COProbolinggo - Sebelum dikenal dengan gelar Dimas Kanjeng, Taat Pribadi sejak awal ingin terkenal. Ia selalu mengklaim mempunyai kemampuan mengeluarkan uang banyak dari balik bajunya.

Ia pun sempat mengundang beberapa wartawan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada 2006 untuk memperlihatkan aksinya mengeluarkan puluhan lembar uang kertas asli pecahan Rp 100 ribu.

Baca: BI Periksa Keaslian Uang Dimas Kanjeng
Pengikut Dimas Kanjeng Yakin yang Ditangkap Polisi Jelmaannya

"Sebelum dia beraksi, kami dijamu berbagai jenis makanan. Orangnya ramah,” kata salah satu wartawan media cetak lokal yang enggan disebut namanya, Kamis, 6 Oktober 2016.

Waktu itu, rumah Taat belum megah seperti sekarang serta belum punya pedepokan dan santri. “Yang menyaksikan hanya beberapa wartawan, anaknya, dan tetangga sekitar,” ucapnya.

Penampilan Taat pun masih sangat sederhana, tidak seperti sekarang dengan baju jubah kebesaran dan mahkota ala raja sebelum ditangkap polisi. “Waktu itu, hanya pakai songkok warna hitam, baju koko warna putih, dan slayer warna hitam di lehernya,” tuturnya. Badan Taat saat itu juga tak segemuk sekarang dan berkumis agak tebal.

Setelah jamuan makan selesai, Taat pun menunjukkan aksinya mengeluarkan puluhan lembar uang Rp 100 ribu. Setelah aksinya selesai, Taat berpesan kepada wartawan. “Jangan lupa ya masuk koran,” kata wartawan senior di Probolinggo dan sekitarnya ini menirukan Taat.

Sikap Taat yang ingin dikenal dan memamerkan kemampuannya itu bertolak belakang dengan pernyataan Marwah Daud Ibrahim, santri yang juga Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Menurut Marwah, Taat seorang yang rendah hati. “Beliau itu rendah hati dan sebenarnya enggak mau diambil foto atau videonya saat 'proses' serta enggak mau disebarluaskan,” kata Marwah.

“Proses” adalah istilah yang dipakai Marwah dan para santri Taat lain yang maksudnya sebuah kegiatan ketika Taat bisa sampai memunculkan barang secara tiba-tiba, termasuk uang.

Marwah tetap yakin Taat punya kemampuan memindahkan barang dari dimensi gaib ke dimensi nyata. Bahkan, menurut dia, kasus pembunuhan dan penipuan dengan modus penggandaan uang yang menimpa Taat dianggap bagian dari kriminalisasi. “Ini kriminalisasi. Kalau anak bangsa yang punya potensi seperti ini dihambat, apa jadinya negara ini,” ucapnya.

Taat, 46 tahun, disangka sebagai dalang pembunuhan dua bekas anak buahnya: Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Selain Taat, sembilan orang lain dijadikan tersangka, yakni orang-orang kepercayaannya dan orang suruhan.

Ismail dan Gani diduga dibunuh karena khawatir membocorkan rahasia penipuan dengan modus penggandaan uang yang dilakukan Taat selama ini. Taat juga menjadi tersangka kasus penipuan dengan modus penggandaan uang dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.

ISHOMUDDIN
sumber:Tempo.co.

TEMPO.COJakarta - Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung memastikan Dimas Kanjeng Taat Pribadi bukan bagian dari pendukung Joko Widodo (Jokowi) saat pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.

"Kalau ditelusuri yang jelas pada saat Pilpres yang lalu, Dimas Kanjeng bukan bagian dari pendukung Pak Jokowi sehingga enggak ada urusan dengan itu," kata Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2016.

Simak Pula
Soal Jelmaan Malaikat, Ini Blakblakan Kubu Gatot BrajamustiGatot Brajamusti, Aspat, dan Seks 'Threesome' di Padepokan

Pramono Anung membantah isu yang beredar bahwa Dimas Kanjeng pernah datang ke Istana dan menggandakan uang. Menurut dia, klaim tersebut tidak benar dan Istana tidak ada kaitan dengan urusan penggandaan uang.

"Yang jelas itu klaim enggak benar. Enggak ada urusan Istana dengan yang begitu-begitu. Apalagi menggandakan uang, wong kita enggak percaya dengan apa yang dilakukan sehingga dengan demikian enggak benar," kata Pramono.

Namun Pramono Anung tidak membantah jika Dimas Kanjeng mungkin saja pernah datang ke Istana dan bersalaman dengan Presiden Jokowi.

Simak Pula
Muncul Petisi Tolak Ahok yang Disebut Lecehkan Ayat Al-QuranSoal Kontribusi Tambahan, Ahok Tegaskan Itu Bukan Diskresi

Sebabnya, Pramono menambahkan, selama ini banyak masyarakat yang datang ke Istana Kepresidenan dan bersalaman dengan Presiden karena Presiden Joko Widodo menerima siapapun yang datang ke Istana.

"Jika kemudian masyarakat yang datang ke Istana salaman dengan Presiden-Wapres itu pasti banyak, karena namanya Presiden menerima siapa saja," kata Pramono Anung.

ANTARANEWS.COM

Ki Kusumo. Foto: source for JPNN.com


KONSULTAN supranatural, Ki Kusumo angkat bicara soal Dimas Kanjeng Taat Pribadi, sosok yang belakangan ini sangat fenomenal.
Kasus penggandaan uang ala Dimas Kanjeng sudah menjadi berita santapan harian publik.
Pro dan kontra dari berbagai kalangan bermunculan. Salah satunya dari Ki Kusumo.
Menurut Ki Kusumo, ritual penggandaan uang sejatinya memang ada.  
“Di dunia ini selalu ada hitam dan putih, laki-laki dan wanita, siang dan malam. Penggandaan uang ada apa nggak sebenarnya, saya jawab ada. Tapi kita harus kritis, kalau ada yang asli pasti ada yang palsu. Nah yang palsu itu meniru yang asli. Kalau orang yang asli bisa menggandakan uang tidak akan berteriak-teriak memiliki kemampuan tersebut,” ujar Ki Kusumo, Kamis (6/10).
Dalam kasus Dimas Kanjeng, Ki Kusumo yang juga aktor sekaligus produser ini melihat ada yang tidak beres.
“Kalau saya melihatnya ini jalurnya penipuan. Dia (Dimas Kanjeng) memberikan harapan kepada orang lain dengan angka yang fantastis sehingga memengaruhi target untuk ikut lagi, lagi, dan lagi,” sambungnya.
Ki Kusumo menambahkan, orang yang bisa menggandakan uang harusnya punya energi penggandaan uang.
“Bicara dunia spiritual, ada namanya energi. Itu pasti. Saya lihat dari foto atau video dia, dia hanya punya energi keilmuan, bukan energi penggandaan uang,” urainya.
Karenanya, Ki Kusumo menyebut Dimas Kanjeng telah berbohong. “Nggak ada energi tadi. Itu murni penipuan,” tambahnya.
Umumnya penipuan dengan berkedok bisa menggandakan uang akan menyasar pada orang yang imannya tipis dan tidak puas terhadap sesuatu.
“Dengan kondisi seperti itu, rasa kritisnya jadi hilang. Pertimbangan secara otak, diiyakan aja. Apapun yang diminta pelaku akan diberikan,” sambung Ki Kusumo.
Soal tumpukan uang Dimas Kanjeng yang tersebar di berbagai media sosial, Ki Kusumo punya pendapat tersendiri.
Menurutnya, uang-uang tersebut murni berasal dari alam manusia, bukan dari energi dimensi lain.
Ki Kusumo menjelaskan, uang yang didapat dari penggandaan harusnya memiliki energi khusus.
“Kalau yang beredar adalah penggandaan, itu harus ada energi, dari alam mana masuk alam kita, dari dimensi mana ke dimensi kita. Dalam konteks itu ada energi pengantar," ujarnya.
Ki Kusumo meyakini, uang Dimas Kanjeng berasal dari alam manusia.
“Mendapatkan sesuatu ada perjalanannya. Tidak ada yang instan meski ada yang cepat, ada yang lama, proses tetap ada. Kalau kita bicara spiritual, uang tersebut masih dalam tanda kutip. Jadi apapun itu, uang yang ada bukan :dari dimensi gaib, tapi murni dari alam kita,” pungkasnya. (adk/jpnn)
sumber: JPNN

Klick Gambar atau Link di bawah ini.

  http://goo.gl/yXWAVb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar