Pembungkaman Media:
Bang Karni Ilyas Semoga
Tetap Sehat dan Waras
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menggelar rapat koordinasi terbatas terkait kondisi setelah Pemilihan Umum atau Pemilu 201.
Dalam sambutannya, Wiranto menyebut rapat koordinasi ini digelar untuk menyoroti kegiatan yang dianggap sudah melanggar hukum setelah pelaksanaan pesta Demokrasi lima tahunan ini.
Salah satunya, kata Wiranto, rapat ini juga membahas ihwal pihak-pihak tertentu yang mencoba untuk mengadu-domba tentara polisi atau militer. "Dikatakan 70 persen TNI sudah dapat dipengaruhi untuk berpihak kepada langkah-langkah inkonstitusional. Seperti itu harus dibuktikan secara hukum, enggak bisa dibiarkan ngomong seenaknya," kata Wiranto di kantornya, Senin, 6 Mei 2019.
Wiranto mengatakan rapat kali ini akan membahas soal pelanggaran hukum yang terjadi baik sebelum atau sesudah Pemilu. Ia mengatakan pelanggaran yang dimaksud tak hanya sebatas insiden di dunia nyata tetapi juga di media sosial.
Untuk itu, dalam rapat tersebut, Wiranto mengundang Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Menurut dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika memang sudah mengambil langkah tegas di media sosial. Namun, Wiranto ingin ada langkah yang lebih konkret. "Media mana yang nyata-nyata membantu pelanggaran hukum, kalau perlu kami shutdown,kami hentikan. Kami tutup demi keamanan nasional," ujar dia.
Menurut Wiranto, langkah tersebut perlu dilakukan demi keamanan nasional. Sampai berita ini ditulis, rapat masih berlangsung tertutup. Selain Rudiantara, hadir Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Massa pendukung tanda pagar #2019GantiPresiden menghadiri deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico
|
Mardani Ali Sera mengharamkan tagar 2019 Ganti Presiden, padahal dialah pencetusnya. Di balik itu mungkin ada upaya untuk berpindah haluan ke kubu petahana. tirto.id - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera melontarkan pernyataan yang cukup kontroversial. Dia bilang tak lagi mempropagandakan tagar 2019 Ganti Presiden. Wakil Ketua Umum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga itu bahkan mengaku sudah mengharamkan teriak "ganti presiden." "Per 13 April saya sudah mengharamkan diri tidak boleh teriak lagi ganti presiden. Sudah selesai. Kenapa? Karena itu sudah hari terakhir kampanye. Sekarang apalagi, sudah selesai kompetisinya. Kita kembali normal," ujarnya di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019) lalu. Disebut cukup kontroversial karena Mardani adalah otak di balik gerakan ini. Sekjen PKS ini bilang ide itu muncul setelah menghadiri acara Indonesia Lawyers Club di tvOne, sebuah acara temu wicara yang dipandu Karni Ilyas, yang lebih banyak berisi sensasi ketimbang substansi tapi jadi tontonan warung kopi. "Setelah melihat banyak pihak dari kubu pemerintah memuji-muji Pak Jokowi, saya katakan: 'Pak Jokowi bisa dikalahkan.' Landasannya, kinerja yang jauh dari memuaskan. Esoknya #2019GantiPresiden dibuat dan menyebar," kata Mardani. Untuk Apa? Spekulasi pun bermunculan. Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Very Junaidi misalnya, mengatakan Mardani sedang bermanuver belaka. Manuver yang dimaksud adalah kemungkinan merapat ke koalisi Jokowi. "Posisinya sudah kelihatan. Berdasarkan quick count paslon 01 [Jokowi-Ma'ruf] dianggap menang," kata Very kepada reporter Tirto, Minggu (5/5/20109). Spekulasi lain adalah bahwa pernyataan Mardani itu merupakan imbauan kepada kedua kubu dan pada pendukung untuk menunggu hasil rekapitulasi suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Real count KPU per 5 Mei pukul 17.45 telah mencapai 67,25 persen atau setara 547.053 dari 813.350 TPS. "Yang didorong [Mardani] menjaga persatuan dan kesatuan antar-partai pendukung. Tinggal menunggu saja hasilnya seperti apa," tambahnya. Baca juga: Para Politikus di Belakang Layar Gerakan '2019 Ganti Presiden' Sementara menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, mungkin saja PKS ingin bergabung dengan partai penguasa karena ingin mendapatkan jabatan strategis, dari mulai pimpinan DPR hingga menteri. "Politik itu, kan, sangat dinamis dan tidak ada yg tidak mungkin. Pilpres sudah selesai, sangat wajar kalau PKS dan Mardani Ali Sera berkomunikasi untuk melakukan deal-deal politik dengan kubu 01," katanya kepada reporter Tirto. Mematahkan Semangat? Terlepas dari apa maksudnya, pernyataan Mardani dianggap mematahkan semangat banyak orang, termasuk relawan yang masih menjaga suara di lapangan. "Agar semangat dan militansi itu terjaga, teman-teman harus punya keyakinan bahwa ada semangat 2019 ganti presiden, 2019 Prabowo presiden," kata juru bicara BPN dari Gerindra, Andre Rosiade, kepada reporter Tirto. "Karena kami semua punya keyakinan rekapitulasi dari TPS, Insya Allah mengantarkan Prabowo-Sandi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden," tambahnya. Ia lantas meminta baik Mardani atau anggota tim lain tak mengeluarkan pernyataan yang melunturkan semangat para relawan dan tim sukses. Baca juga: Mungkinkah #2019GantiPresiden Bikin Indonesia Ganti Presiden? Berbeda dengan Andre, politikus PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan pernyataan Mardani tak akan mematahkan semangat tim. Sebab, katanya kepada reporter Tirto, pernyataan itu hanyalah pesan moral agar semua pihak menjaga ketertiban. "Itu kan sangat baik, mesti diapresiasi," katanya. Ia juga memastikan secara umum PKS masih konsisten mengawal kemenangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga. Reporter Tirto telah menghubungi Mardani untuk memintanya menjelaskan lebih jauh soal ini. Namun, hingga berita ini tayang tak ada respons. Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan menarik lainnya Riyan Setiawan (tirto.id - Politik) Reporter: Riyan Setiawan Penulis: Riyan Setiawan Editor: Rio Apinino
Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Di Balik Manuver Mardani Ali Haramkan Tagar 2019 Ganti Presiden", https://tirto.id/di-balik-manuver-mardani-ali-haramkan-tagar-2019-ganti-presiden-dnGZ.
Follow kami di Instagram: tirtoid | Twitter: tirto.id
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (kanan) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/11). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf. |
“Ganti presiden!” “2019!”
“Ganti presiden!”
Yel-yel itu diteriakkan Iwan Firdaus dan teman-temannya di sekitar Bundaran HI, Jakarta, pada Minggu, 29 April 2018. Iwan, 51 tahun, adalah orang yang dituakan dalam rombongan pada Car Free Day itu. Di sebelah Iwan, dua lapak kaos dan topi bertuliskan #2019GantiPresiden digelar di aspal. Mengambil ruang publik dan menjadi salah satu rutinitas mingguan warga Ibu Kota melakukan olahraga pagi hingga tengah hari, mereka sadar bahwa mereka bakal terlihat oleh banyak orang, berdesakan dengan para pedagang lain yang membuka lapak dadakan. “Ini lapak kami buat menggalang dana sukarela. Keuntungan jualan kaos, kami buat kaos lebih banyak lagi,” kata Iwan bersemangat. Keikutsertaan Iwan dalam kampanye "2019 Ganti Presiden" itu dilatari "kegelisahannya" menilai kinerja pemerintah presiden Joko Widodo. Menurutnya, baru kali ini ada presiden yang "memperlakukan umat Islam dengan tidak adil." Ia mencontohkan sesudah Pilkada DKI Jakarta, muncul tindakan pemerintah yang dia sebut sebagai "kriminalisasi ulama." “Situ tahu sendiri situasi sekarang. Beras impor, ulama dikriminalisasi, keadilan terhadap umat Islam tidak ada. Kami ini, kan, enggak bodoh-bodoh banget,” katanya. Baca juga: Dua Jalan Para Habib di Tengah Politik Jakarta Pengalihan Isu Ketimpangan & Kemiskinan di Pilgub Jakarta Kehidupan Iwan jauh dari gerakan politik. Tinggal di Jakarta Utara, sehari-hari Iwan mengurusi bisnis kontainer di pelabuhan. Namun, karena kegelisahannya itu, ia mengajak beberapa teman dan tetangganya untuk ikut dalam gerakan "2019 Ganti Presiden". Gayung bersambut. Ketua rukun warga 04 Tugu Utara, Warsito Rahman tempat Iwan tinggal setuju dengan ide itu. Mereka lalu mengajak beberapa warga yang satu ide untuk ikut mengampanyekan gerakan tersebut. Mereka mengumpulkan uang secara sukarela, membuat kaos, lalu menjualnya di CFD Bundaran HI. “Ini murni karena kami khawatir dengan kondisi bangsa. Pilkada Jakarta ada kegaduhan. Saya rasa sudah pahamlah ente,” kata Warsito. Baca juga: Komnas HAM Sebut Rizieq Bukan Korban Kriminalisasi Ulama Orang di Balik Layar Ide gerakan "2019 Ganti Presiden" pertama kali dilontarkan oleh Mardani Ali Sera, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera. Menurutnya, ide itu muncul setelah ia menghadiri acara 'Indonesia Lawyers Club' di tvOne, sebuah acara temu wicara yang dipandu Karni Ilyas, yang lebih banyak berisi sensasi ketimbang substansi tapi jadi tontonan warung kopi. “Setelah melihat banyak pihak dari kubu pemerintah memuji-muji Pak Jokowi, saya katakan. 'Pak Jokowi bisa dikalahkan.' Landasannya, elektabilitas dan kinerja yang jauh dari memuaskan. Esoknya #2019GantiPresiden dibuat dan menyebar,” kata Mardani. Mardani bukan orang baru dalam gerakan semacam ini. Pada Pilkada DKI Jakarta 2017, ia dipercaya sebagai Ketua Tim Sukses calon gubernur dan wakil gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Kemenangan Anies–Sandiaga tahun lalu tak lepas dari peran Mardani. Baca juga: Mayoritas Warga Miskin Jakarta Memilih Anies-Sandiaga Faktor Agama Menentukan Kemenangan Anies-Sandiaga Esensi gerakan ini, kata Mardani, lebih pada sebagai "wake up call" bagi umat Islam di Indonesia. Ia memperingatkan bahwa Pemilu 2019 "sudah di depan mata dan saatnya mencari pemimpin yang lebih baik untuk Indonesia." “Dan adagium 'almost everything rise and fall on leadership' selalu berlaku. Hampir segalanya naik dan turun karena kepemimpinan. Apakah Indonesia akan jadi negara yang bersinar/terbit? Atau menjadi negara gagal/tenggelam? Ini tergantung siapa presidennya pada 2019,” tulis Mardani lewat pesan singkat. Selain Mardani, ada pula nama Eggi Sudjana yang menjadi penggagas gerakan ini. Ia bergerak menyebarkan ide ke jaringan agar ada kampanye bersama "2019 Ganti Presiden" di pelbagai daerah. “Ini muncul begitu saja," ujar Sudjana. "Memang ide awalnya itu dari Pak Mardani Ali Sera. Saya dan Neno Warisman juga ikut menggagas. Ini sangat cair. Jadi, kalau ada yang bilang mengklaim koordinator umum, itu tidak ada. Tidak ada koordinator di gerakan ini,” katanya, Senin terakhir bulan lalu. Sudjana menjamin gerakan ini tidak ada kaitan dengan partai atau dukungan untuk calon presiden selain Jokowi. Sampai saat ini, klaimnya, mereka bahkan belum memiliki gambaran calon presiden yang akan didukung. “Kami ini hanya bilang ganti presiden. Siapa yang mengganti, kami belum tahu,” katanya. Sudjana juga bukan orang baru dalam gerakan semacam ini. Sebelumnya ia sudah terlibat dalam gerakan 'Aksi Bela Islam' lewat serangkaian demonstrasi di panggung Pilkada Jakarta. Ia juga getol membela Rizieq Shihab dalam kasus dugaan chat berkonten pornografi. Meski Sudjana mengklaim gerakan ini tidak terkait partai politik, tetapi tak bisa dimungkiri bahwa penggagasnya adalah kader Partai Keadilan Sejahtera, yakni Mardani Ali Sera. Persekusi Lagi Sebagai sebuah gerakan yang cair, "2019 Ganti Presiden" nyaris tak terkontrol. Bahkan para penggagasnya pun tak memiliki kontrol yang bersifat organisatoris pada kelompok ini. Misalnya, saat kampanye "2019 Ganti Presiden" yang diikuti Iwan Firdaus dan Warsito Rahman di CFD Bundaran HI, ia malah berakhir dengan tindakan intimidatif kepada simpatisan pendukung Jokowi berkaos #DiaSibukKerja, yang saat bersamaan menggelar acara di lokasi yang sama. Salah satu korbannya adalah Susi Ferawati dan anaknya. Semula ibu ini mengikuti kampanye #DiaSibukKerja dengan berjalan kaki dari Monas ke Bundaran HI. Sampai di sana ia diolok-olok oleh kelompok berbaju #2019GantiPresiden. “Diolok-olok cebong-lah, nasi bungkus-lah, dasar enggak punya duit-lah. Karena kami pakai kaos tagline #DiaSibukKerja, kami dikatain, 'Dasar lu kerja mulu, lu kayak babu'," kata Susi. Susi melaporkan insiden persekusi itu ke Polda Metro Jaya pada Senin kemarin, 30 April 2018. Baca juga: Aksi Intimidasi oleh Kelompok Berkaos #2019GantiPresiden di CFD Unsur Pidana dalam Aksi Intimidasi di CFD Korban Intimidasi di CFD Stedi Repki Watung Lapor Polisi Soal insiden itu, Eggi Sudjana menolak jika gerakan "2019 Ganti Presiden" harus bertanggung jawab. Ia menyerahkan proses hukum kepada kepolisian. Sebab, meski sangat cair dan tanpa komando, kataya, sejak awal gerakan ini menolak menggunakan cara-cara yang tidak patut. “Kami tidak akan melakukan pembelaan terhadap pelaku kemarin di CFD,” kata Sudjana. Persekusi semacam ini sebelumnya juga marak terjadi pada Pilkada DKI Jakarta. Salah satu korbannya seorang bocah berumur 15 tahun, yang dianggap menghina Rizieq Shihab. Si bocah bahkan dipukul dan ditampar oleh segerombolan orang yang menyebut diri "pembela Rizieq." Berdasarkan catatan Safenet, sebuah organisasi pemantau kebebasan berpendapat di internet, sepanjang Januari hingga Mei 2017, ada 87 laporan terkait persekusi. Dari jumlah itu, 66 kasus adalah persekusi, sisanya sebatas dugaan persekusi. Penyebab persekusi karena perbedaan sikap politik, dan disuburkan oleh sentimen agama dalam Pilkada DKI Jakarta. Kasus penodaan agama yang menjerat Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama menjadi titik mula persekusi itu. Safenet menyebut kasus ini sebagai "The Ahok Effect." Baca juga: SAFEnet Sebut dalam Seminggu Ada 87 Kasus Aduan Persekusi Meski begitu, persekusi dalam gerakan "2019 Ganti Presiden" belum berpola, tidak seperti kasus sebelumnya yang selalu dimulai dari media sosial. Kali ini sudah lebih nyata. Dua kelompok langsung bertemu, salah satu menghujat yang lain. Masih kelompok yang sama, yang bertikai pada Pilkada DKI Jakarta, yang pembelahannya dimulai sejak Pilpres 2014 antara kubu Jokowi dan kubu Prabowo. Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan menarik lainnya Mawa Kresna (tirto.id - Politik) Reporter: Mawa Kresna Penulis: Mawa Kresna Editor: Fahri Salam
Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Para Politikus di Belakang Layar Gerakan '2019 Ganti Presiden'", https://tirto.id/para-politikus-di-belakang-layar-gerakan-2019-ganti-presiden-cJKx.
Follow kami di Instagram: tirtoid | Twitter: tirto.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar