Berbagi informasi,
bersinergi
dalam pertemanan dan
persahabatan untuk....
kebaikan,kesejahteraan,kenyamanan dalam bersamaan
Kenapa Tidak, Kita Maju Bersama, Yes We Can
Pemenang Pilpres Mungkin Bisa Berubah dari Jokowi ke Prabowo
Ketua MK Hamdan Zoelva : Pemenang Pilpres Mungkin Bisa Berubah
dari Jokowi ke Prabowo
TRIBUNNEWS.COM- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva menyebutkan, hasil pemilihan presiden (pilpres) 2019 masih mungkin untuk berubah dari kemenangan Calon Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kemenangan Calon Presiden Prabowo Subianto.
DiberitakanTribunWow.com,hal tersebut disampaikan Hamdan Zoelva saat menjadi narasumber melalui sambungan telepon di program 'Breaking News'tvOne, Sabtu (25/5/2019).
Hamdan Zoelva awalnya ditanyai oleh pembawa acara tvOne soal kemungkinan hasil Pilpres 2019 bisa berubah.
"Apakah ada celah dari pemohon (Kubu Prabowo-Sandiaga) untuk mengubah hasil pilpres?" tanya sang pembawa acara tvOne.
Menanggapi hal tersebut, Hamdan Zoelva menilai perubahan hasil pilpres itu mungkin saja terjadi.
Namun, terang Hamdan Zoelva hal ini akan sangat tergantung pada apa yang dipersoalkan oleh si pemohon.
"Mungkin saja, kita nanti sangat tergantung pada apa sih yang dipersoalkan dan apakah dasar-dasar yang dipersoalkan," papar Hamdan Zoelva.
Menurut Hamdan Zoelva, semua keputusan MK itu nantinya akan benar-benar tergantung pada apa yang dipersoalkan, dan apa dalil untuk membuktikan adanya persoalan tersebut.
"Jadi sangat tergantung betul pada apa yang dipersoalkan dan dalil-dalilnya dan itu bisa dibuktikan, sesuai dengan standar tentu, pembuktian yang ada," ungkap dia.
Tak hanya itu, dalam pemaparannya, Hamdan Zoelva juga sebelumnya menyebutkan bahwa bukti gugaran kubu Prabowo-Sandiaga bisa saja diterima oleh MK meskipun sebelumnya sempat ditolak oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebagaimana diketahui, sebelumnya MK sempat menolak bukti kubu 02 yang berupa hasil print out berita online terkait adanya kecurangan pemilu.
Atas kasus tersebut, Hamdan Zoelva mengatakan bukti tersebut bisa saja diajukan kembali oleh MK
"Sekali lagi sangat tergantung pada dalil yang diajukan di sana, di Mahkamah Konstitusi," tegas hamdan Zoelva.
"Apakah itu diajukan ke Bawaslu, tentu bisa saja diajukan lagi ke Mahkamah Konstitusi."
"Jadi hal yang terpenting adalah apa yang menjadi dasar permohonan dan dalil-dalil permohonan," sambungnya.
Hamdan Zoelva menambahkan bahwa jika gugatan sudah diajukan ke MK, maka prosesnya bisa dilihat pada sidang terbuka.
"Kalau apa yang sudah diajukan di Bawaslu, akan diajukan lagi di Mahkamah Konstitusi itu hal yang mungkin saja," ungkap Hamdan Zoelva.
"Dan itu diajukan kembali ke MK saja biarkan saja nanti sidang itu terbuka, dan dinilai secara bersama-sama dan biar proses itu berjalan di sana," tandasnya
TRIBUN-MEDAN.com -Pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menang pilpres 2019 versi penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang diumumkan Selasa (21/5/2019) dini hari.
Jokowi-Maruf sukses meraih 55,50 persen atau 85.607.362, sedangkan Prabowo-Sandi mendapat 68.650.239 atau 44,50 persen.
Akan tetapi, hasil Pilpres 2019 bisa berubah dari Jokowi ke Prabowo.
Hal itu lantaran, kubuPrabowo-Sandiagasepakat mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 keMahkamah Konstitusi(MK), Jumat (24/5/2019) kemarin.
Apabila MK memenangkan Prabowo-Sandi, bukan tidak mungkin hasil Pilpres 2019 berubah.
Karena, hasil putusan MK bersifat final dan mengikat serta tidak ada upaya hukum atas putusan MK.
Berikut komentar pakar hukum dan tata negara serta pengamat dariMahfud MDhinggaHamdan Zoelva, terkait kemungkinan berubahnya hasil Pilpres 2019.
1. Feri Amsari
Feri Amsari (Tangkap Layar Program Mata Najwa Trans7)
Menurut pakar hukum dan tata negara,Feri Amsari, ada satu hal yang bisa dilakukan BPNPrabowo-Sandiagajika ingin mengubah hasil Pilpres 2019.
Mereka harus mampu membuktikan minimal 10 juta dari 85 juta suara Jokowi-Ma'ruf adalah milik mereka.
Angka tersebut, menurut Feri, adalah bilangan minimal yang dibutuhkan paslon nomor urut 02 itu untuk dapat mengubah hasil pemilu dengan memenangkan sengketa di MK.
"Setidak-tidaknya pihak yang mengajukan permohonan mengubah hasil pemilu ini harus membuktikan 10 juta suara merupakan adalah suara haknya," kata Feri, dikutipTribunnews.comdariKompas.com.
Perhitungan tersebut diambil dari kalkulasi perolehan suara pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditetapkan KPU, Selasa (21/5/2019).
Sebab, Jokowi-Maruf meraih 85,6 juta suara, sedangkanPrabowo-Sandiagamendapat 68,6 juta.
Untuk dapat mengubah hasil Pilpres 2019, suara Prabowo-Sandi harus mengungguli Jokowi-Ma'ruf, minimal dengan selisih 10 juta.
Jika hal tersebut terjadi, maka suara Jokowi berkurang menjadi 75 juta, sedangkan Prabowo-Sandi bertambah 78 juta.
"Paling aman membuktikan 10 juta (suara), kalau mengajukan 9 juta (suara) masih ada risiko ditolak sebagian, harus lebih banyak dari yang dibutuhkan," ujar dia.
Feri yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menilai, angka tersebut bukan hal yang kecil.
Dibutuhkan ratusan ribu formulir C1 dari ratusan ribu TPS yang harus dapat membuktikan penghitungan yang tidak tepat.
Dengan begitu, Prabowo-Sandi baru bisa memenangkan sengketa di MK dan mengubah hasil pemilu.
2. Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),Mahfud MDjuga berpendapat serupa, Prabowo-Sandi bisa berbalik unggul dari Jokowi-Maruf.
Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD saat ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/5/2019) (Theresia Felisiani/Tribunnews.com)
Dalam acara Kabar Siang ditvONE,Rabu (22/5/2019),Mahfud MDmenyebut, soal gugatan angka dalam sengketa Pilpres 2019.
MenurutMahfud MD, jika gugatan angka dilaporkan, bisa saja angka yang semula milik Jokowi bisa berubah menjadi Prabowo.
"Nah kalau yang dipertentangkan itu soal angka hasil pemilu, angka perhitungan hasil pemilu itu nanti tinggal adu dokumen."
"Adu bukti-bukti, kan, yang di KPU kemarin tidak benar, ini kami punya bukti lain itu untuk mengubah angka," tuturMahfud MD.
"Bisa saja nanti MK mengubah, yang semula misalnya Pak Jokowi mendapat 55 persen, Pak Prabowo mendapat 45 persen."
"Bisa juga berbalik 55 untuk Pak Prabowo. Tapi bisa juga Pak Jokowi turun 52, Pak Prabowo naik sedikit bisa juga. Bisa juga Pak Jokowi itu naik."
"Kemungkinan itu untuk menghitung angka, itu kalau soal angka," kata Mahfud MD dalam acara tersebut.
Sementara itu, dalam tayangan diiNews Sore, jika Prabowo-Sandi dan BPN menggugat ke MK, ada kemungkinan perubahan suara.
Sebab, MK juga bisa mengubah suara yang telah ditetapkan KPU sebelumnya.
Bahkan, ada kemungkinan pemenang lain di luar ketetapan KPU.
Hal ini disampaikan Mahfud karena ia pernah memenangkan calon kepala daerah yang sebelumnya dianggap kalah dalam penghitungan suara.
"Di MK itu bisa lho, mengubah suara. Saya waktu jadi ketua MK sering sekali mengubah suara anggota DPR."
"Kemudian kepala daerah, gubernur, bupati, itu yang kalah jadi menang."
"Bisa suaranya berubah susunannya, ranking satu dua tiga menjadi yang nomor 3, nomor satu dan sebagainya."
"Itu sering sekali dilakukan asal bisa membuktikan."
"Dan yang penting kalau di dalam hukum itu, kan, kebenaran materiilnya bisa ditunjukkan di persidangan."
"Nah, oleh sebab itu, yang kita harapkan fair-lah di dalam berdemokrasi," ujarMahfud MD.
3. Hamdan Zoelva
Mantan Ketua MK lainnya,Hamdan Zoelvajuga mengatakan hal serupa.
Hal tersebut disampaikanHamdan Zoelvasaat menjadi narasumber melalui sambungan telepon di program'Breaking News' tvOne, Sabtu (25/5/2019), seperti dikutipTribunnews.comdariTribun Wow.
Hamdan Zoelva (ist)
Semula, Hamdan yang dulu menjadi ketua MK saat Prabowo mengajukan gugatan sengketa Pilpres 2014, ditanyai oleh pembawa acara tvOne soal kemungkinan hasil Pilpres 2019 bisa berubah.
"Apakah ada celah dari pemohon (kubuPrabowo-Sandiaga) untuk mengubah hasil Pilpres 2019?" tanya pembawa acaratvOne.
Menanggapi hal tersebut,Hamdan Zoelvamenilai perubahan hasil Pilpres 2019 mungkin saja terjadi.
Namun, lanjutHamdan Zoelva, hal ini akan sangat tergantung pada apa yang dipersoalkan oleh si pemohon.
"Mungkin saja, kita nanti sangat tergantung pada apa sih yang dipersoalkan dan apakah dasar-dasar yang dipersoalkan," paparHamdan Zoelva.
MenurutHamdan Zoelva, nantinya semua keputusan MK akan tergantung pada apa yang dipersoalkan serta dalil apa untuk membuktikan adanya persoalan tersebut.
"Jadi sangat tergantung betul pada apa yang dipersoalkan dan dalil-dalilnya dan itu bisa dibuktikan, sesuai dengan standar tentu, pembuktian yang ada," ungkap dia.
Tak hanya itu, dalam pemaparannya,Hamdan Zoelvajuga sebelumnya menyebutkan, bukti gugaran kubuPrabowo-Sandiagabisa saja diterima oleh MK meski sebelumnya sempat ditolak oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebagaimana diketahui, sebelumnya MK sempat menolak bukti kubu 02 yang berupa hasil print out berita online terkait adanya kecurangan pemilu.
Atas kasus tersebut, Hamdan Zoelva mengatakan, bukti tersebut bisa saja diajukan kembali oleh MK.
"Sekali lagi sangat tergantung pada dalil yang diajukan di sana diMahkamah Konstitusi," tegasHamdan Zoelva.
"Apakah itu diajukan ke Bawaslu, tentu bisa saja diajukan lagi keMahkamah Konstitusi."
"Jadi hal yang terpenting adalah apa yang menjadi dasar permohonan dan dalil-dalil permohonan," sambungnya.
Hamdan Zoelva menambahkan, jika gugatan sudah diajukan ke MK, maka prosesnya bisa dilihat pada sidang terbuka.
"Kalau apa yang sudah diajukan di Bawaslu, akan diajukan lagi diMahkamah Konstitusi itu hal yang mungkin saja," ungkapHamdan Zoelva.
"Dan itu diajukan kembali ke MK saja biarkan saja nanti sidang itu terbuka, dan dinilai secara bersama-sama dan biar proses itu berjalan di sana," tandasnya.(*)
VIVA – Elite politik dinilai menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas aksi kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019. Aksi tersebut diketahui menimbulkan korban jiwa dan ratusan korban luka.
Menurut dia, aksi tersebut telah membuat demokrasi Indonesia terancam, karena banyak sekali tindakan-tindakan yang abu-abu secara hukum.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriani menambahkan, sebelum peristiwa itu, pernyataan dari elite partai kubu 01 maupun 02 tampak semakin memperkeruh keadaan.
Sementara itu, lanjut dia, di media sosial bahkan ada dukungan disertai ujaran kebencian hingga kalimat radikal dan terorisme. "Ini juga penyebab, orang datang ke Jakarta untuk memperkeruh suasana," ujarnya.
"Sesungguhnya yang paling bertanggung jawab selain aktor-aktor di lapangan adalah para elite," ungkap Ketua Umum YLBHI, Asfinawati di kantornya, Jakarta, Minggu 26 Mei 2019.
"Ini semua telah membuat demokrasi kita terancam, karena kita tidak bisa lagi membedakan tindakan-tindakan yang sah secara hukum atau tidak sah secara hukum," katanya.
"Itu yang membuat yang membuat orang datang ke Jakarta. Dalam konteks ini terjadi kegagalan sensorship, untuk mengontrol tindakan, ucapan dan mengarah pada mengeruhkan suasana," katanya.
UGM Cabut Gelar Amien Rais, Menristekdikti: Itu Hak Universitas
VIVA – Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menanggapi pencopotan status profesor dari politisi senior PAN Amien Rais oleh pihak Universitas Gadjah Mada sebagai sesuatu yang wajar. Status profesor kata Menristekdikti berlaku bagi yang masih aktif.
Menurutnya Nasir, guru besar yang tidak lagi mengajar atau pensiun secara otomatis profesornya dicabut. "Sudah selayaknya mereka yang tidak mengajar profesornya harus dicabut," tambahnya lagi.
Menristekdikti juga menepis anggapan bahwa pencopotan status guru besar dari Amien Rais sebagai bentuk kriminalisasi akademik sebab langkah ini diambil persis saat Amien Rais sedang menghadapi kasus dugaan makar di Mabes Polri.
"Tidak ada hubungan makar dengan pencabutan guru besar, guru besar masalah akademik, makar adalah persoalan individu, ya," imbuhnya.
Mohamad Nasir berada di Flores sejak Sabtu kemarin. Ia sengaja datang untuk meresmikan Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng yang berganti nama dari Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP). Laporan kontributor tvOne NTT, Jo Kenaru
"Kalau Amin Rais ya kalau memang dia sudah tidak mengajar buat apa profesor untuk dia, jangan untuk gagah-gagahan saja. Kalau memang tidak perlu harus dicabut aja," ujarnya.
“Masalah pencabutan guru besar profesor Amien Rais oleh UGM itu hak Universitas Gadjah Mada. Kalau yang mengaku dirinya sebagai profesor ia harus aktif mengajar,” kata Menristekdikti Mohamad Nasir di Manggarai Nusa Tenggara Timur usai meresmikan Universitas Katolik Santo Paulus Ruteng, Minggu 26 Mei 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar