Selasa, 29 Agustus 2017

Tokoh : Siapa sebenarnya DN Aidit ?

Populer Sebagai Ketua PKI, Siapa DN Aidit Sesungguhnya?


Kamis, 21 September 2017 | 11:40 WIB









TEMPO.COJakarta - Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit selama bertahun-tahun dikenal sebagai Ketua Central Comitte PKI.  Buku-buku sejarah, tak pernah lengkap menuliskan sosok yang kontroversial ini. Bahkan dalam film Pengkhianatan G-30-S PKI, Aidit dikenal sebagai lelaki berwajah dingin dengan bibir yang selalu berlumur asap rokok.  Terbayang kemudian, kalimat yang meluncur seperti dipaparkan dalam film itu: ”Djawa adalah kunci...”; ”Djam D kita adalah pukul empat pagi...”; ”Kita tak boleh terlambat...!”



Itulah Wajah Aidit dalam seluloid waktu itui 1980 an, dibangun Arifin C Noer, sutradara film dan Syubah Asa, seniman dan wartawan yang memerankan petinggi PKI  Setiap 30 September film Pengkhianatan G-30-S PKI itu diputar di TVRI begitu film itu selesai dibuat tahun 1984. Lalu dihentikan September 1998, empat bulan setelah Presiden Soeharto lengser dan digantikan BJ Habibie. 

Siapa sebenarnya DN Aidit ?  Lahir di Belitung, Sumatera Selatan 30 Juli 1923, D.N. Aidit adalah sulung dari enam bersaudara -- dua di antaranya adik tiri. Ayahnya, Abdullah Aidit adalah keluarga terpandang, seorang mantri kehutanan. Jabatan cukup terpandang di Belitung waktu itu. Ibunya, Mailan, lahir dari keluarga ningrat. 

BACA: Cerita Repotnya Memerankan Aidit di Film G 30 S PKI 
Seperti dituliskan dalam Edisi Khusus Majalah Tempo terbit 1 Oktober 2007, ayah Mailan-- kakek Aidit-- adalah  seorang tuan tanah. Orang-orang Belitung menyebut luas tanah keluarga ini dengan ujung jari: sejauh jari menunjuk itulah tanah mereka. Adapun Abdullah Aidit adalah anak Haji Ismail, pengusaha ikan yang cukup berhasil. Aidit sendiri dinamai Achmad Aidit.
Murad, adik bungsu Aidit -- dalam wawancaranya dengan TEMPO, 1 Oktober 2007, kakaknya tak terlalu peduli dengan keluarga meski disebut-sebut, Aidit adalah sosok kakak yang melindungi adik-adiknya. Kepada Murad, suatu ketika saat mereka di Jakarta, Aidit pernah mengatakan satu-satunya hal yang mengaitkan mereka berdua adalah mereka berasal dari ibu dan bapak yang sama. Tidak lebih. Dengan kata lain, Achmad tak peduli benar soal ”akar”.

Di Belitung, ia bergaul dengan banyak orang. Ia menjadi bagian dari anak pribumi, tapi juga bergaul dengan pemuda Tionghoa. Simpatinya kepada kaum buruh dimulai dari persahabatannya dengan seorang pekerja Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton, tambang timah di kampung halamannya.
Tapi seorang bekas wartawan Harian Rakjat, koran yang berafiliasi dengan PKI, menangkap kesan lain tentang Aidit.  Aidit, katanya, bukan orang yang mudah didekati. Tegang dan tak ramah. Arifin C Noer, sutradara film itu memotret Aidit sebagai lelaki penuh muslihat, pengiat partai yang dingin, bahkan juga garing. 

Dipa Nusantara Aidit. wikipedia. org



Tapi Aidit memang liat berpolitik.  Karir politiknya ditapaki di asrama mahasiswa Menteng 31—sarang aktivis pemuda ”radikal” kala itu. Bersama Wikana dan Sukarni, ia terlibat peristiwa Rengasdengklok—penculikan Soekarno oleh pemuda setelah pemimpin revolusi itu dianggap lamban memproklamasikan kemerdekaan.
Ia terlibat pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Usianya baru 25 tahun. Setelah itu, ia raib tak tentu rimba. Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara, sedangkan yang lain mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia ”muncul” kembali.

DN Aidit hanya butuh waktu setahun untuk membesarkan kembali PKI. Ia mengambil alih partai itu dari komunis tua—Alimin dan Tan Ling Djie—pada 1954, dalam Pemilu 1955 partai itu sudah masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI mengklaim beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.

BACA: EKSKLUSIF G30S: Sebelum Didor Aidit Minta Rokok ke ... 
Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang ”jalan baru yang harus ditempuh untuk memenangkan revolusi”. Dipa Nusantara bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).







Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal dan pemimpin PKI harus mengakhiri hidup di ujung bedil. DN Aidit sendiri tutup buku dengan cara tragis: tentara menangkapnya di Boyolali, Jawa Tengah, dan ia tewas dalam siraman satu magazin peluru senapan Kalashnikov serdadu.

WIDIARSI AGUSTINA | PUSAT DATA ANALISA TEMPO

=======
TEMPO.COYogyakarta - Ketua Committee Central Partai Komunis Indonesia Dipa Nusantara Aidit ditangkap di Solo pada 22 November 1965 oleh Tentara Nasional Indonesia. Besoknya, pada 23 November 1965, Aidit dieksekusi mati di Boyolali, Jawa Tengah, kabupaten yang dekat dengan Solo.
Kolonel TNI Ms yang menyergap dan mengakui mengeksekusi Aidit becerita kepada sahabatnya ihwal drama penangkapan tersebut. Sang sahabat itu, menuturkan pengakuan itu kepada Tempo yang menemuinya di rumahnya di Yogyakarta, Sabtu 26 September 2015 lalu.
Aidit berujar ke Ms, “Boleh ya rokok ini saya bawa.” Ms menjawab, “Bawa saja rokok itu, nanti buat rokokan bersama Gatot Subroto.” Tahun 1962, Jenderal TNI Angkatan Darat Gatot Subroto meninggal. “Pernyataan Ms mengisyaratkan Aidit segera dihabisi,” kata kawan Ms.
SHINTA MAHARANI

Setelah ditangkap di balik lemari di rumah milik simpatisan PKI di Solo, Aidit diajak ke ruang depan tempat meja yang masih ada sisa kopi dan puntung rokok. Saat hari nahas itu Aidit sempat menikmati kopi dan rokok di ruang depan, ruangan terbuka seperti umumnya rumah orang Jawa. “Intelijen meyakini posisi Aidit di rumah itu akibat Aidit ceroboh minum kopi di ruang terbuka,” kata Ms, seperti ditirukan sahabatnya.
Menurut Ms, di ruang depan itu juga Aidit sempat diinterogasi, dan menyatakan menyerah pada TNI Angkatan Darat. Aidit menandatangani sejumlah dokumen pernyataan. Kepada sahabatnya, Ms memperlihatkan setidaknya lima foto ketika Aidit baru ditangkap dan diinterogasi. “Rambut Aidit agak panjang dan menutupi dahi di foto itu,” kata sahabat Ms.
 Ms juga bercerita, ketika menginterogasi Aidit, Ms merokok merek Bentoel yang berbungkus kertas warna merah. Setelah Aidit menandatangani surat pernyataan menyerah, Aidit dibawa ke luar dari rumah itu. Saat hendak meninggalkan rumah itu, Aidit menyaksikan masih ada rokok dalam bungkus, yang isinya tinggal separuh. 
====
Majalah Tempo terbitan 7 Oktober 2007 menuliskan kisah yang mirip dengan pengakuan Buwono. Demi menyergap Aidit, Soeharto memerintahkan Yasir Hadibroto, komandan Brigade IV Infanteri. Yasir pun memboyong pasukannya ke Solo. Di sana dia bertemu Sri Harto, orang kepercayaan pimpinan PKI sedang meringkuk di salah satu rumah tahanan. Orang itu dia lepaskan. Hanya dalam beberapa hari Sri Harto melapor: Aidit berada di Kleco dan akan segera pindah ke sebuah rumah di Desa Sambeng, belakang Stasiun Balapan, pada 22 November 1965.

Rencana pun disusun. Dan benar, sekitar pukul sebelas siang, Aidit muncul di rumah itu, menumpang vespa Sri Harto. Sekitar pukul sembilan malam, Letnan Ning Prayitno memimpin pasukan Brigif IV menggerebek rumah milik bekas pegawai PJKA itu. Yasir mengawasinya dari jauh. Prayitno sendiri yang menemukannya. ”Mau apa kamu?” Aidit membentak anak buah Yasir itu saat keluar dari lemari. Prayitno keder pada mulanya, tapi segera menguasai keadaan. Setengah membujuk dia membawa Aidit ke markas mereka di Loji Gandrung. Malam itu juga Yasir menginterogasi Aidit. 

Sang Ketua membuat pengakuan tertulis setebal 50 halaman. Isinya, antara lain, hanya dia yang bertanggung jawab atas peristiwa G-30-S. Sayang, menurut Yasir, Pangdam Diponegoro kemudian membakar dokumen itu.  Menjelang dini hari Yasir kebingungan, selanjutnya harus bagaimana. Aidit berkali-kali minta bertemu dengan Presiden Soekarno. Yasir tak mau. ”Jika diserahkan kepada Bung Karno,pasti akan memutarbalikkan fakta sehingga persoalannya akan jadi lain,” kata Yasir seperti dikutip Abdul Gafur dalam bukunya, Siti Hartinah Soeharto: Ibu Utama Indonesia.  

Akhirnya, pada pagi buta 23 November 1965 keesokan harinya, Yasir membawa Aidit meninggalkan Solo menuju ke arah Barat. Mereka menggunakan tiga jip. Aidit yang diborgol berada di jip terakhir bersama Yasir. Saat terang tanah iringiringan itu tiba di Boyolali. Tanpa sepengetahuan dua jip pertama, Yasir membelok masuk ke Markas Batalyon 444. Tekadnya bulat. ”Ada sumur?” tanyanya kepada Mayor Trisno, komandan batalyon.
======

Baca juga:G30 S 1965: Benarkah Amerika Bikin Daftar Orang-orang yang Dibunuh?
EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit 


=======


Tidak ada komentar:

Posting Komentar