Brigjen Aris Budiman Laporkan Novel Baswedan.
Jumat, 1 September 2017 06:59 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman mengaku sangat dilecehkan oleh penyidik KPK Novel Baswedan.
"Orang-orang jadi tahu, di Kepolisian tahu, karena menyebar lewat jalur WA, kolega-kolega saya di Kejaksaan menyebar kemana-mana," ujar Aris seusai diperiksa di Mapolda Metro Jaya, Kamis (31/8/2017) malam.
Atas dasar itu, dia melaporkan Novel ke polisi atas tuduhan telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Aris menjelaskan, penghinaan Novel terhadap dirinya dilakukan dalam surat elektronik atau email yang dikirimkan ke dirinya dan anggota KPK lainnya.
Baca: Ribuan Advokat Siap Pasang Badan Bela Brigjen Aris Budiman
Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK.
Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
"Kalau saya nanti keluar dari (KPK), mereka jadi sebut 'oh ini mantan Dirdik KPK yang tak berintegritas'" ucap dia.
Aris menilai, pernyataan Novel tersebut bisa membuat citranya buruk di masyarakat.
Pemeriksaan kali ini terhadap Aris merupakan yang kedua kalinya.
Sebelumnya, Aris juga pernah dimintai keterangan saat membuat laporan resmi ke polisi pada 21 Agustus 2017 lalu.
Baca: KPK Tidak Mau Gegabah Putuskan Sanksi untuk Brigjen Aris Budiman
Dalam laporan yang dibuat Aris, polisi menyertakan Pasal 27 KUHP ayat 3 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan dan atau Pasal 311 tentang Pencemaran Nama Baik.
Polisi telah meningkatkan kasus itu ke tahap penyidikan.
Kendati begitu, status Novel dalam kasus tersebut masih sebatas saksi terlapor.
Berita ini sudah dimuat di Kompas.com berjudul Aris Budiman: Saya Sangat Dilecehkan Novel Baswedan
======
Minggu, 13 Agustus 2017 | 17:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari divisi hukum Indonesia Corruption Watch Aradila Caesar menanggapi kematian saksi kunci korupsi e-KTP Johannes Marliem. Ia merasa ada kejanggalan terhadap kematian Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometric itu yang terkait proyek pengadaan e-KTP.
https://web.facebook.com/athaya.shop.1?fref=ts
Jumat, 1 September 2017 06:59 WIB
Direktur Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Pol Aris Budiman memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2017). Direktur Penyidik KPK tersebut memenuhi undangan Pansus Hak Angket KPK untuk mengklarifikasi terkait dugaan pertemuan dirinya dengan sejumlah anggota Komisi III DPR di tengah berjalanya kerja Pansus Hak Angket KPK. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN |
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman mengaku sangat dilecehkan oleh penyidik KPK Novel Baswedan.
"Orang-orang jadi tahu, di Kepolisian tahu, karena menyebar lewat jalur WA, kolega-kolega saya di Kejaksaan menyebar kemana-mana," ujar Aris seusai diperiksa di Mapolda Metro Jaya, Kamis (31/8/2017) malam.
Atas dasar itu, dia melaporkan Novel ke polisi atas tuduhan telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Aris menjelaskan, penghinaan Novel terhadap dirinya dilakukan dalam surat elektronik atau email yang dikirimkan ke dirinya dan anggota KPK lainnya.
Baca: Ribuan Advokat Siap Pasang Badan Bela Brigjen Aris Budiman
Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK.
Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
"Kalau saya nanti keluar dari (KPK), mereka jadi sebut 'oh ini mantan Dirdik KPK yang tak berintegritas'" ucap dia.
Aris menilai, pernyataan Novel tersebut bisa membuat citranya buruk di masyarakat.
Pemeriksaan kali ini terhadap Aris merupakan yang kedua kalinya.
Sebelumnya, Aris juga pernah dimintai keterangan saat membuat laporan resmi ke polisi pada 21 Agustus 2017 lalu.
Baca: KPK Tidak Mau Gegabah Putuskan Sanksi untuk Brigjen Aris Budiman
Dalam laporan yang dibuat Aris, polisi menyertakan Pasal 27 KUHP ayat 3 tentang Informasi Transaksi Elektronik dan atau Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan dan atau Pasal 311 tentang Pencemaran Nama Baik.
Polisi telah meningkatkan kasus itu ke tahap penyidikan.
Kendati begitu, status Novel dalam kasus tersebut masih sebatas saksi terlapor.
Berita ini sudah dimuat di Kompas.com berjudul Aris Budiman: Saya Sangat Dilecehkan Novel Baswedan
======
Keluarga Novel Siap Apa Pun yang Terjadi
Arie Dwi Satrio, Jurnalis · Sabtu, 2 September 2017 - 07:00 WIB
JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan harus kembali berurusan dengan perkara hukum. Kali ini, kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Aris Budiman terhadap Novel digulirkan oleh Polda Metro Jaya.
Taufik Baswedan, kakak kandung Novel Baswedan mengatakan, pihak keluarga siap mendampingi Novel untuk menghadapi segala permasalahan yang menimpanya dalam beberapa bulan belakangan ini.
"Kita jalani saja, karena kadang suatu yang kita benci padahal itu baik untuk kita dan apa yang kita suka padahal itu buruk untuk kita, jadi intinya kita mengalir saja, dan Insya Allah pihak keluarga siap apa pun yang terjadi," kata Taufik saat dikonfirmasi Okezone, Sabtu (2/9/2017).
Menurut Taufik, Novel sudah mengetahui kasus yang dilaporkan Aris Budiman di kepolisian tersebut. Hanya saja, Novel memang belum angkat bicara terkait kasus yang tengah digulirkan di Polda Metro Jaya itu.
"Kalau dari Novel Baswedan sendiri belum (memberikan tanggapan). Mungkin besok akan memberikan tanggapannya sendiri. Tapi kebetulan saya sedang berada di Jakarta (tidak di Singapura)," jelasnya.
Diketahui sebelumnya, laporan yang dilayangkan Aris kepada Novel terkait kasus dugaan pencemaran nama baik lewat pesan surat elektronik tengah digulirkan jajaran kepolisian. Beberapa hari lalu, Aris Budiman sudah diperiksa sebagai pelapor.
Adapun, Aris mengajukan laporan tersebut lantaran tersinggung dengan isi email yang dikirim oleh Novel Baswedan terkait keberatannya atas mekanisme pengangkatan Kasatgas Penyidikan dari Polri.
====
OTT LAGI....
KORUPSI DI PERHUBUNGAN LAUT
KPK berikan keterangan pers terkait OTT di Kemenhub. (Foto: Arie Dwi Satrio/Okezone)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyatakan, pihaknya telah mengintai Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Antonius Tonny Budiono selama tujuh bulan terakhir, sebelum dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu malam (23/8). "Kalau ini tujuh bulan kami ikuti, dan dia memang tinggal di situ," katanya.
KPK menetapkan Antonius Tonny Budiono (ATB) menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Tahun Anggaran 2016--2017.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) tahun anggaran 2016-2017. Tersangka Antonius Tonny Budiono (ATB) selaku Dirjen Perhubungan Laut dan Adiputra Kurniawan (APK) selaku Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) ditahan untuk 20 hari pertama.
"Untuk tersangka ATB ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur dan tersangka APK ditahan di Polres Jakarta Timur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (24/8) malam.
KPK menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017. Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8) malam menambahkan, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Kata dia, dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 milir. "Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp20 miliar," kata Basaria.
Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.
"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," ucap Basaria.
Sumber : Antara
KPK berikan keterangan pers terkait OTT di Kemenhub. (Foto: Arie Dwi Satrio/Okezone) |
KPK menetapkan Antonius Tonny Budiono (ATB) menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, Tahun Anggaran 2016--2017.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) tahun anggaran 2016-2017. Tersangka Antonius Tonny Budiono (ATB) selaku Dirjen Perhubungan Laut dan Adiputra Kurniawan (APK) selaku Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) ditahan untuk 20 hari pertama.
"Untuk tersangka ATB ditahan di Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur dan tersangka APK ditahan di Polres Jakarta Timur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (24/8) malam.
KPK menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017. Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB).
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/8) malam menambahkan, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Kata dia, dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 milir. "Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp20 miliar," kata Basaria.
Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.
"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," ucap Basaria.
Sumber : Antara
KPK Sudah Intai Dirjen Hubla Selama 7 Bulan
ant, Jurnalis · Jum'at, 25 Agustus 2017 - 03:58 WIB
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyatakan, pihaknya telah mengintai Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Antonius Tonny Budiono selama tujuh bulan terakhir sebelum dilakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (23/8/2017) malam.
KPK menetapkan Antonius Tonny Budiono (ATB) tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.
Basaria Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Kamis (24/8) malam, menyatakan pengintaian itu juga termasuk di kediaman tersangka ATB di Mess Perwira Dirjen Hubla di Jalan Gunung Sahari Jakarta Pusat.
"Kalau ini tujuh bulan kami ikuti dan dia memang tinggal di situ," kata Basaria.
Lebih lanjut, Basaria juga menyatakan KPK sedang mendalami proyek-proyek lain terkait dugaan suap yang melibatkan Dirjen Hubla tersebut, bukan hanya kasus pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
"Ini sedang didalami sekarang, yang pasti sementara informasinya masalah pengerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Jumlahnya memang banyak, jadi tidak mungkin cuma satu, pasti ada dari beberapa kasus. Ini masih dalam pengembangan oleh tim KPK," tuturnya.
Sekadar diketahui, KPK menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Tahun Anggaran 2016-2017.
"Setelah pemeriksaan awal yang dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan dan pengadaan proyek-proyek barang dan jasa di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2016-2017 yang diduga dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono (ATB)," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (24/8) malam.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan sejalan dengan penetapan dua orang tersangka, yaitu Antonius Tonny Budiono (ATB) dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan (APK).
Lebih lanjut, Basaria menyatakan dari kegiatan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada 23-24 Agustus 2017, KPK mengamankan sejumlah uang dan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Pertama, empat kartu ATM dari tiga bank penerbit yang berbeda dalam penguasaan ATB.
Kedua, 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, dolar AS, poundsterling, euro, ringgit Malaysia senilai total Rp18,9 miliar berupa "cash" dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp1,174 miliar.
"Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Ditjen Hubla adalah sekitar Rp20 miliar," kata Basaria.
Diduga, kata Basaria, pemberian uang oleh APK kepada ATB terkait dengan pekerjaan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
Menurut Basaria, KPK mengungkap modus yang relatif baru dalam operasi tangkap tangan kali ini karena penyerahan uang dilakukan dalam bentuk ATM.
"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama pihak lain atau diduga fiktif selanjutnya pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi menyetorkan sejumlah uang pada rekening tersebut karena bertahap dan penerima menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," ucap Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, APK disangkakan melanggar disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, ATB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
(erh)
https://news.okezone.com/read/2017/08/25/337/1762680/sebelum-ott-kpk-sudah-intai-dirjen-hubla-selama-7-bulan
====
KASUS E-KTP BISA MENGENDAP
Saksi kunci bunuh diri ?
ICW Mencurigai Kematian Johannes Marliem
KASUS E-KTP BISA MENGENDAP
3 Saksi Kasus Korupsi KTP Elektronik Meninggal, Johannes Marliem hingga Mulyono
Sebelum Marliem, ada dua saksi dari kalangan anggota Dewan meninggal. Mereka adalah politikus Partai Demokrat, Mayor Jenderal TNI (Purn) Ignatius Mulyono, dan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Mustokoweni.
Kabar24.com, JAKARTA - Kematian Johannes Marliem, salah satu saksi perkara korupsi e-KTP, menambah daftar saksi dalam kasus itu yang meninggal. Penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1, yang digunakan dalam proyek e-KTP itu disebut-sebut sebagai saksi kunci dalam kasus tersebut.
Marliem dikabarkan meninggal di Amerika Serikat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima kabar Marliem meninggal pada Jumat, 11 Agustus 2017.
"Benar, yang bersangkutan, Johannes Marliem, meninggal dunia, tapi kami belum dapat informasi yang lebih rinci, karena terjadinya di Amerika," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, pada Jumat, 11 Agustus.
Sebelum Marliem, ada dua saksi dari kalangan anggota Dewan meninggal. Mereka adalah politikus Partai Demokrat, Mayor Jenderal TNI (Purn) Ignatius Mulyono, dan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar, Mustokoweni.
Ignatius meninggal di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, pada Selasa, 1 Desember 2015. Mantan anggota Komisi III itu meninggal karena penyakit jantung. Sedangkan Mustokoweni meninggal pada Jumat, 18 Juni 2010, di Rumah Sakit Elizabeth, Semarang, Jawa Tengah.
Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, baik Ignatius maupun Mustokoweni diduga menerima aliran dana korupsi e-KTP. Ignatius disebut menerima US$ 258 ribu, sedangkan Mustokoweni disebut menerima US$ 408 ribu.
Johannes Marliem disebut sebagai saksi kunci kasus megakorupsi e-KTP karena ia mengantongi bukti pembicaraan para perancang proyek e-KTP selama empat tahun. Ia meyakini rekaman pembicaraan itu dapat menjadi bukti untuk menelisik korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.
Tag : korupsi e-ktp
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo
Berita terkait :
http://kabar24.bisnis.com/read/20170813/16/680492/3-saksi-kasus-korupsi-ktp-elektronik-meninggal-johannes-marliem-hingga-imulyono
KASUS E-KTP BISA MENGENDAP
Saksi kunci bunuh diri ?
ICW Mencurigai Kematian Johannes Marliem
Minggu, 13 Agustus 2017 | 17:25 WIBTEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari divisi hukum Indonesia Corruption Watch Aradila Caesar menanggapi kematian saksi kunci korupsi e-KTP Johannes Marliem. Ia merasa ada kejanggalan terhadap kematian Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometric itu yang terkait proyek pengadaan e-KTP.
Johannes Marliem sudah disebut 25 kali oleh Jaksa KPK saat tuntutan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, dalam kasus korupsi e-KTP. Menurutnya, wafatnya Marliem pada Jumat lalu patut dicurigai karena berbarengan dengan ramainya pengusutan perkara e-KTP yang menyeret berbagai pejabat negara dan anggota dewan.
Baca juga:
Johannes Marliem, Pemilik 500 GB Rekaman Korupsi E-KTP Meninggal
Johannes Marliem, Pemilik 500 GB Rekaman Korupsi E-KTP Meninggal
"Wafatnya seseorang memang tidak bisa diprediksi. Tetapi, jika dilihat dari momennya, ada semacam kejanggalan yaitu kenapa terjadi di saat kesus E-KTP tengah menjadi sorotan," ujar Aradila dalam diskusi perihal putusan tindak pidana korupsi, Ahad, 13 Agustus 2017.
Sebelum kematiannya, ungkapan Johannes Marliem tak main-main. Ia dalam wawancara dengan tempo pertengahan Juli 2017, secara gamblang menyebutkan dirinya memiliki bukti-bukti keterkaitan orang dengan kasus proyek e-KTP itu. “Hitung saja. Empat tahun dikali berapa pertemuan. Ada puluhan jam rekaman sekitar 500 GB,” kata dia, meyakinkan.
Tak cukup hanya dengan bukti-butki rekaman itu. Johannes Marliem bahkan menantang, “ Mau jerat siapa lagi? Saya punya,” ujarnya.
Ketika itu, saat ditanya, apakah dirinya memilki rekaman Setya Novanto, ia menjawab. “Ngapain dua direktur KPK jauh-jauh ke Amerika kalau tidak ada apa-apa. Isi pembicaraannya tanya saja ke KPK karena sudah terlalu detail,” kata dia. Namun, ia membantah mendapat aliran uang dari Setya Novanto. “Enggak ada itu. Dari konsorsium, iya,” katanya, terkait uang yang diterimanya disebut-sebut sejumlah 14,8 juta dolar Amerika dan Rp 25,2 miliar.
Melihat posisi Johannes Marliem yang menjadi saksi kunci kasus korupsi e-KTP, menurut Aradila, KPK tidak bisa berdiam diri dalam kasus meninggalnya Marliem. “KPK harus mencoba setidaknya berkoordinasi dengan otoritas Amerika yang menangani perkara tewasnya Marliem. Dengan begitu, KPK pun bisa mendapat keterangan jelas di balik kematian Marliem,” katanya.
Ia mengkhawatirkan, jangan sampai kematian Johannes Marliem berdampak negatif dalam upaya membongkar kasus megakorupsi e-KTP. “Itu juga sebagai tanda bahwa kasus ini ditanggapi serius oleh KPK mulai dari menjelaskan kenapa ia meninggal dan apakah berkaitan dengan perkara di mana ia menjadi saksi," ujar Aradila.
ISTMAN MP I INDRI MAULIDAR I S. DIAN ANDRYANTO
Read more at https://www.tempo.co/…/icw-mencurigai-kematian-johannes-mar…
===
===
jpnn.com, JAKARTA - Sebuah insiden terjadi di Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis (10/8) dini hari waktu setempat. Ada seorang pria yang bunuh diri di kawasan elite Los Angeles.
Konon, pria yang bunuh diri itu adalah Johannes Marliem yang dikenal sebagai saksi kunci dalam kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun sudah mendengar kabar itu.
“Benar. Kami dapat informasi bahwa benar yang bersangkutan Johannes Marliem sudah meninggal dunia," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di KPK, Jumat (11/8) petang.
Namun, Febri mengatakan bahwa KPK belum mengantongi informasi rinci tentang meninggalnya CEO dan pendiri Marliem Marketing Group itu. “Kami belum dapet informasi lebih rinci karena peristiwa terjadi di Amerika Serikat," ucap Febri.
Johanes merupakan provider produk automated fingerprint identification system (AFIS) merek L-1 yang akan digunakan dalam proyek e-KTP. Dia disebut-disebut memiliki rekaman tentang kongkalikong dalam proyek e-KTP.(sam/rmol/jpg)
Pilih Assesories
Untuk Menjaga Penampilan Anda
Klick Link di bawah Ini.
15 Cara Membuat Persahabatan Sehat
PILIHAN ANDA UNTUK BERBEISNIS ON LINE
SEGERA DAFTARKAN DIRI ANDA
DISEDIAKAN BLOG GRATIS
SAMPAI MENGHASILKAN
Klick Link di bawah ini
======================
Bisnis BIOGREEN dengan alamat di www.biogreen.biz/yanaa5779
Bisnis AMWAY dengan alamat di www.smartprosumer.com/yanaa5779
Bisnis AZARIA dengan alamat di azaria.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis MILAGROS dengan alamat di milagros.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis ISAGENIX dengan alamat di isagenix.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis MOMENT dengan alamat di moment.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis MORINGGA dengan alamat di moringga.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis TUPPERWARE dengan alamat di tupperware.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis HERBALIFE dengan alamat di herbalife.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis NUSKIN dengan alamat di nuskin.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis ORIFLAME dengan alamat di oriflame.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis MSI dengan alamat di msi.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis MCI dengan alamat di mci.nomor1.com/yanaa5779
Bisnis IONASIS dengan alamat di ionasis.nomor1.com/yanaa5779
Tidak ada komentar:
Posting Komentar