Rabu, 24 April 2019

Kenapa Prabowo begitu kuat di Sumatra Barat?



Gambar mungkin berisi: 2 orang, teks

Pesan Gatot 

Diumumkan Prabowo Berada di Barisan 02

Jumat 12 Apr 2019 17:07 WIB

Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto memperkenalkan mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo berada di barisan pendukungnya saat kampanye akbar "Indonesia Menang" di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jatim, Jumat (12/4) sore. 
Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Gatot pada sambutan singkatnya menyampaikan paparan tentang wawasan kebangsaan serta mengaku sengaja datang ke kampanye akbar Prabowo di Surabaya karena panggilan bangsa dan merah putih.
"Ingat, jangan disia-siakan satu suara anda karena akan dipertanggungjawabkan," kata pensiunan jenderal bintang empat yang pada kesempatan tersebut juga mengeluhkan anggaran bagi TNI saat dirinya menjabat Panglima TNI lalu itu.
Nama Gatot Nurmantyo menjadi sorotan karena selama ini belum pernah menyatakan kepastiannya mendukung salah satu calon presiden pada Pemilihan Presiden 2019. Gatot Nurmantyo menjadi satu dari puluhan nama yang dipaparkan oleh Prabowo Subianto sebagai orang yang akan membantunya jika dipercaya rakyat menjadi pemimpin di negeri ini periode 2019-2024.
Selain nama Gatot, turut diperkenalkan beberapa tokoh nasional yang juga turut hadir pada kesempatan tersebut, antara lain Fadli Zon, Fahri Hamzah, Dede Yusuf, Sudirman Said, Dahlan Iskan dan Erwin Aksa. Kemudian, terdapat juga nama Rocky Gerung, Hanafi Rais, Drajat Wibowo, Ferry M Baldan, Priyo Budi Santoso, dr Gamal, Soepriyatno, Bambang Widjayanto, Bambang Haryo dan sejumlah nama lainnya.
 "Mereka inilah orang-orang yang akan membantu saya," ucap Prabowo yang juga ketua umum DPP Partai Gerindra tersebut.
Sumber : Antara
Gatot Nurmantyo selama ini belum pernah menyatakan dukungannya di Pilpres 2019.


Kenapa dukungan untuk Prabowo begitu kuat di Sumatra Barat?











Hak atas fotoIGGOY EL FITRA/ANTARA FOTO
Image captionPetugas KPPS mengenakan pakaian pengantin Minang, membagikan surat suara kepada warga saat pemungutan suara Pemilu 2019, di TPS Desa Punggung Ladiang, Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (17/04).

Akhirudin adalah salah seorang pemilik kedai atau lapau di Nagari Katapiang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Ditemui BBC News Indonesia sebelum hari pencoblosan, pria berusia 52 tahun itu mengklaim bahwa 100% warga di dusunnya mendukung Prabowo.
"Awak (saya) yakin Prabowo menang di sini," ujarnya. Akhirudin mengatakan, ia menyukai Prabowo karena "agamanya kuat".
"Kalau di Padang ini kan masalah agama kuat. Dia (Prabowo) sudah lebih mengetahui tentang masalah agama," ungkap Akhirudin.
Sementara istri Akhirudin, Ratnawati, mengaku terkesan pada sosok Prabowo yang dianggap "tegas dan berwibawa".
Lain dari itu, perempuan berusia 44 tahun itu mengaku menginginkan perubahan. Ia mengeluhkan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama tarif listrik.










WidyaHak atas fotoBBC NEWS INDONESIA
Image caption"Pak Prabowo menjanjikan lapangan kerja dari rakyat Indonesia sendiri, terutama dari mahasiswa yang sudah tamat (kuliah)," ungkap Widya (foto atas).

"Dari listrik saja sudah tahu itu perubahannya. Biasanya saya (bayar) listrik hanya Rp100.000-120.000, sekarang saya bayar Rp300.000 per bulannya.
"Kemudian harga minyak bensin, dari Rp6000-7000 sekarang jadi Rp10.000 per liternya," ungkap Ratnawati.
Harapan akan perubahan juga diungkapkan beberapa warga milenial yang ditemui BBC News Indonesia di Kota Padang. Widya, 22 tahun, mengatakan tertarik pada janji Prabowo-Sandi untuk menciptakan lapangan kerja.
"Pak Prabowo menjanjikan lapangan kerja dari rakyat Indonesia sendiri, terutama dari mahasiswa yang sudah tamat (kuliah)," ungkapnya.
Apa yang diutarakan Akhirudin, Ratnawati, serta Widya, menjadi gambaran nyata setelah hasil hitung cepat dari berbagai lembaga mengindikasikan bahwa Prabowo Subianto-Sandiaga Uno unggul di Sumatera Barat (Sumbar).
Sigi dari tiga lembaga survei SMRC, Indikator, dan Charta Politika menunjukkan kandidat nomor urut 2 itu menang telak di Sumbar dengan perolehan suara antara 83-87%. Selain Sumbar, Prabowo-Sandi juga disebut menguasai Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.










masjidHak atas fotoBBC NEWS INDONESIA
Image captionMeski dalam kedua pemilu kali ini, kedua kandidat sama-sama mengusung identitas keislaman namun rasa keislaman yang dibawa Jokowi antara lain melalui calon wakilnya, Kyai Haji Ma'ruf Amin, berbeda dari selera masyarakat Sumbar, kata pengamat

Hasil ini mirip dengan pemilihan presiden 2014 ketika Prabowo, yang saat itu berpasangan dengan Hatta Radjasa, juga menang telak di Sumbar dengan perolehan suara 76,9%. Prabowo-Hatta menang di 19 dari 18 kabupaten/kota di Sumbar.
Hasil ini juga konsisten dengan berbagai jajak pendapat menjelang pemilu. Survei terakhir dari lembaga CSIS, Charta Politika, dan Indomatrik yang diterbitkan sebulan sebelum pemilu menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo kuat di Sumatera.
Tim kemenangan nasional Jokowi-Ma'ruf telah mengakui bahwa Sumbar merupakan tantangan besar bagi kandidat petahana itu. Koordinator TKN, Erick Thohir, mengatakan dalam sebuah jumpa pers bahwa "Kami lemah di Sumatera dan Aceh".

'Prabowo lebih berkarisma ketimbang Jokowi'

Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi, berpendapat bahwa budaya menjadi faktor yang dominan dalam memengaruhi pilihan masyarakat Sumbar. Menurut dia, Prabowo dipandang lebih memiliki karisma politik dibandingkan Jokowi.










AsrinaldiHak atas fotoBBC NEWS INDONESIA
Image caption"Kalau Prabowo kita gambarkan lebih berapi-api ya. Dia mau bekerja untuk kepentingan masyarakat, nasionalisme, dan seterusnya. Gambaran seperti yang disebut tageh," tutur Pengamat politik dari Universitas Andalas, Asrinaldi.

"Penampilan Prabowo, jika dibandingkan Jokowi, baik secara fisik maupun kemampuan berbicara, retorikanya, itu dimiliki oleh Prabowo. Jadi political impression itu sebagai pertimbangan bahwa secara politik mungkin Prabowo punya kelebihan," kata Asrinaldi.
Ia menjelaskan bahwa warga Minang, etnis mayoritas di Sumatera Barat, punya jargon yang disebut 3T - tokoh, takah, dan tageh. Menurut orang Minang, orang yang pantas menjadi pemimpin bukanlah sekadar tokoh yang elit dan memiliki kemampuan lebih dari masyarakat kebanyakan, tapi juga memiliki karisma (takah) dan gairah atau semangat (tageh).
"Kalau Prabowo kita gambarkan lebih berapi-api ya. Dia mau bekerja untuk kepentingan masyarakat, nasionalisme, dan seterusnya. Gambaran seperti yang disebut tageh," tuturnya.
Selain faktor budaya, Asrinaldi menilai bahwa faktor agama juga menjadi pertimbangan bagi warga Sumbar yang mayoritas Muslim. Jokowi didukung oleh koalisi partai yang mendukung multikulturalisme, keberagaman agama, dan kepentingan minoritas. Hal ini membuat warga Sumbar menganggap Jokowi tidak peduli pada masyarakat Muslim yang merupakan mayoritas, kata Asrinaldi.










Sumatera BaratHak atas fotoBBC NEWS INDONESIA
Image captionSelain faktor budaya, pengamat Asrinaldi menilai bahwa faktor agama juga menjadi pertimbangan bagi warga Sumbar yang mayoritas Muslim. Foto: Suasana sebuah TPS di Sumbar.

Meski dalam kedua pemilu kali ini, kedua kandidat sama-sama mengusung identitas keislaman namun rasa keislaman yang dibawa Jokowi antara lain melalui calon wakilnya, Kyai Haji Ma'ruf Amin, berbeda dari selera masyarakat Sumbar, kata Asrinaldi.
Ma'ruf Amin berasal dari organisasi Nahdatul Ulama (NU), sementara di Sumatera Barat pengaruh Muhammadiyah lebih dominan. Konsep Islam Nusantara yang diangkat NU juga menjadi kontroversi di Sumbar. Ketua MUI Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar menyatakan menolak konsep Islam Nusantara.
Najmuddin Rasul, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Andalas yang meneliti partisipasi politik anak muda di Sumbar, mengatakan bahwa banyak anak muda tidak puas dengan Presiden Joko Widodo yang dianggap tidak memenuhi janji-janjinya.
"Dari semua janji-janji Pak Jokowi itu, kebanyakan tidak terealisasi. Bagi anak muda Sumatera Barat, ini menjadi catatan-catatan khusus sehingga mereka tidak menjatuhkan pilihan kepada beliau," kata Najmuddin.

Apakah isu PRRI masih relevan?

Sumatera Barat adalah pusat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Gerakan tersebut, yang dideklarasikan pada 10 Februari 1958, lahir dari kekecewaan masyarakat pada pemerintah pusat saat itu yang terlalu "Jawa-sentris" dan dipengaruhi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gerakan yang disebut pemerintah pusat sebagai pemberontakan itu berakhir setelah pemimpinnya, Ahmad Husein, secara resmi menyerah pada tanggal 29 Mei 1961.
Presiden Sukarno memberikan amnesti umum kepada semua orang yang menyerah pada tanggal 5 Oktober 1961.










SukarnoHak atas fotoHULTON DEUTSCH/GETTY
Image captionSeorang eks-anggota eks-PRRI, Rusli Marzuki Syaria, 83 tahun, mengatakan bahwa dirinya 'tidak menyimpan dendam' kepada Sukarno. Foto: Sukarno.

Beberapa analis berpendapat bahwa sejarah PRRI masih menyisakan kenangan pahit bagi masyarakat Sumbar.
Ketidaksukaan kepada Sukarno itu disebut membuat kebanyakan masyarakat tidak mau mendukung PDI-P, partai putri bungsu Soekarno, Megawati, yang mengusung Joko Widodo.
Di sisi lain, ayah Prabowo adalah salah satu sosok yang mendukung PRRI. Sumitro Djojohadikusumo menjadi salah satu menteri di kabinet PRRI.
Namun seorang eks-anggota eks-PRRI membantah anggapan tersebut. Rusli Marzuki Syaria, 83 tahun, mengatakan bahwa dirinya 'tidak menyimpan dendam' kepada Sukarno.










RusliHak atas fotoBBC NEWS INDONESIA
Image captionRusli, yang kini berusia 83 tahun mengaku dirinya waktu itu bergabung dengan 'pemberontakan' PRRI di Sumatra Barat karena turut merasa frustasi kepada pemerintah pusat waktu itu.

Rusli Marzuki Syaria bergabung dengan PRRI saat usianya 22 tahun. Ketika dideklarasikan pada 10 Februari 1958, Rusli yang saat itu telah menjadi anggota Brigade Mobil (Brimob) di Bukittinggi lari ke hutan dan bergabung dengan kompi mahasiswa 'Mawar' yang umumnya beranggotakan mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Andalas.
Kepada BBC News Indonesia, Rusli yang kini berusia 83 tahun mengaku dirinya waktu itu bergabung dengan 'pemberontakan' karena turut merasa frustasi kepada pemerintah pusat waktu itu.
Namun, menurutnya, saat ini kondisi sudah banyak berubah. "Indonesia kan sekarang sudah belajar betul dengan sejarah. Saya lihat Indonesia Timur sudah menjadi anak emas sekarang," ungkapnya.










TNI dan PRRIHak atas fotoKEYSTONE FEATURES/GETTY IMAGES
Image captionPada 1958, pasukan artileri militer Indonesia melakukan pengintaian pasukan PRRI di pedalaman Sumatra.

Anggapan bahwa faktor sejarah memengaruhi pilihan masyarakat Sumbar dalam pemilu kali ini pun ditepis Asrinaldi. Menurut dia, tidak semua masyarakat di Sumbar memahami sejarah PRRI dengan baik.
"Jadi kalaupun ada isu seperti itu, tidak berpengaruh banyak pada kenapa mereka cenderung tidak memilih Jokowi," kata Asrinaldi.

Isu pelanggaran HAM Prabowo: 'Itu baru dugaan'

Isu pelanggaran HAM yang selalu membayang-bayangi Prabowo juga ditepis oleh beberapa warga Sumbar. Prabowo kerap dituduh sebagai dalang penculikan aktivis prodemokrasi pada 1997-1998.
Indra, seorang warga di Kecamatan Batang Anai, mengatakan bahwa dirinya menganggap tuduhan tersebut sebagai rumor belaka karena hingga saat ini Prabowo tidak pernah dijatuhi hukuman.
"Kalau seandainya dia terlibat kan pasti hukum berjalan terhadap dia. Ini enggak ada kan. Ini masih dugaan orang," tuturnya.










Prabowo SubiantoHak atas fotoERIK PRASETYA

Sementara Asrinaldi berpendapat bahwa isu kemanusiaan dan HAM hanya populer di kelompok kelas menengah.
"Masyarakat pada umumnya yang berada pada level mereka sibuk dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, saya pikir mereka tidak peduli dengan isu-isu seperti itu ya," kata Asrinaldi.

Pendukung Jokowi 'diam'

Meski mayoritas warga Sumbar mendukung Prabowo, relawan pemenangan Jokowi-Ma'ruf tetap giat mempromosikan sosok yang didukungnya itu.










Kampung JokowiHak atas fotoMUHAMMAD ARIF PRIBADI/ANTARA FOTO
Image captionSejumlah warga berada depan foto keluarga Jokowi di Jorong Tarakak, Nagari Tungkar, Kecamatan Situjuh Lima Nagari, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat, Jumat (12/09). Di kampung bernuansa Jokowi ini, tersedia rumah singgah, perpustakaan dan warung Jokowi yang dibangun dengan swadaya masyarakat setempat .








Koordinator relawan TKN Jokowi-Ma'ruf di Sumbar, Muhammad Bayu Vesky, mengklaim bahwa simpatisan Jokowi di Sumbar selama ini cukup banyak namun cenderung berhati-hati dalam mengungkapkan dukungan mereka.
"Mereka (para pendukung Jokowi) takut selama ini, mereka diam," kata Bayu kepada BBC News Indonesia.
Begitu kuatnya pengaruh Prabowo di Sumbar, banyak calon anggota legislatif (caleg) dari partai-partai pendukung Jokowi-Ma'ruf dikabarkan tidak memajang foto paslon tersebut di poster kampanye mereka lantaran khawatir tidak terpilih.
BBC News Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar