Minggu, 31 Maret 2019

Menyegarkan Kembali Koperasi dengan Inovasi

Menyegarkan Kembali Koperasi 


dengan Inovasi




SPEKTRUM isu dan diskursus koperasi satu dekade terakhir lebih banyak bicara soal aspek kelembagaan, legal, permodalan, organisasi gerakan serta kebijakan perkoperasian. Seolah tidak ada perspektif baru melihat aktivitas perkoperasian.
Ilustrasi inovasi teknologi
Banyak diskusi dan seminar biasanya berujung pada kesimpulan klise, "peran pemerintah perlu ditingkatkan", "kemandirian koperasi harus dibangun", "koperasi butuh modal", "gerakan koperasi lemah" dan seterusnya.
Barulah dua-tiga tahun terakhir mulai muncul spektrum warna lain seperti adopsi teknologi digital oleh koperasi. Itupun dengan tingkat resonansi terbatas.
Kita perlu mencari perspektif baru untuk melihat geliat perkoperasian di Indonesia dewasa ini. Tentu saja tujuannya agar praktik berkoperasi di tanah air lebih segar dan menyegarkan. 

Relevansi

Saya sedang membaca 21 Lessons for the 21st Century karya Yuval Noah Harari. Ada satu alenia yang mengusik dan saya ingin mengutipnya utuh.
"Miliaran dari kita hampir tidak mampu untuk melakukan pengkajian/ penyelidikan, karena kita memiliki banyak hal mendesak untuk dilakukan: kita harus pergi bekerja, merawat anak-anak, atau merawat orang tua yang lanjut usia. Sayangnya, sejarah tidak memberikan diskon. Jika masa depan umat manusia ditentukan dalam ketiadaan Anda, karena Anda terlalu sibuk memberi makan dan pakaian kepada anak-anak Anda, maka Anda dan mereka tidak akan dibebaskan dari konsekuensinya. Ini sangat tidak adil; Tapi siapa bilang sejarah itu adil?"
Konteks peringatan itu yakni soal dunia yang berubah, yang berbeda dengan epos zaman sebelumnya. Untuk sederhananya kita sebut sebagai epos Revolusi Industri 4.0.
Kisah Industri 4.0 itu sudah banyak yang mengulas; Soal kecerdasan buatan, otomasi pekerjaan berbasis robot, internet of thing dan berbagai fitur-fitur kecanggihan lainnya yang sebelumnya tak pernah hadir dalam keseharian.
Sayangnya, kadang sebagian di antara kita melihat hal itu berada "di luar sana", bukannya "di dalam sini". Padahal, kecanggihan itu, dalam taraf rendah, sudah kita nikmati sehari-hari: kemudahan financial technology, aneka aplikasi di ponsel pintar, smart watch yang hanya Rp 300.000 harganya, iklan otomatis di media sosial kita. dan lain sebagainya.
Jadi, hal-ihwal itu sudah terjadi "di dalam sini dan kini" dan tak menunggu waktu lama untuk makin canggih dan massif. Lantas, dalam epos zaman baru itu, apakah keberadaan koperasi tetap relevan? Di saat masyarakat sebagian besar mulai mengenal e-wallet, cashless payment, dan sejenisnya. Atau pertanyaannya kita ubah, bagaimana agar koperasi tetap relevan?
Jawaban praktisnya tentu saja koperasi harus beradaptasi dengan zaman. Lantas apa dan bagaimana sesungguhnya proses adaptasi itu bekerja? Apakah sekedar koperasi mengubah sistem layanannya menjadi online? Menggunakan media sosial sebagai channel pemasaran? Atau ada hal-hal lainnya yang harus dilakukan secara kontinyu?

Adaptasi

Menggunakan istilah "adaptasi" mengandaikan membaca koperasi sebagai sebuah entitas yang organis, alih-alih mekanis. Bila Anda ingin membelokkan bus yang sedang melaju, cukup putar kemudi dan seluruh badan bus akan mengikuti. Itu logika mekanis.
Hal yang sama tak bisa diterapkan pada entitas organis yang di dalamnya memiliki budaya organisasi/ kerja, seni kepemimpinan serta pengelolaan, perbedaan kapasitas SDM dan hal-hal "lunak" lainnya. Alhasil, itu tak akan sesederhana memutar kemudi bus.
Berbagai agenda perubahan seringkali gagal dalam mengubah budaya organisasi serta hal-hal di atas itu. Lebih sulit mengubah "yang lunak" daripada aspek "yang keras". Dibutuhkan komitmen besar serta konsistensi agar perubahan menjadi budaya baru; menjadi habitus baru; menjadi cara kerja baru.
Istilah adaptasi sudah tepat untuk menggambarkan modus perubahan yang harus dilakukan. Suatu perubahan yang dilakukan secara kontinyu dan di berbagai aspek secara bersamaan. Mungkin ilustrasi yang tepat untuk itu adalah seperti musik orkestra yang terdiri dari banyak alat dan pemain namun padu dalam harmoni.
Kita tak bisa misalnya mengubah koperasi sekedar go online ketika gaya kepemimpinan pengurus atau manajernya masih offline. Yang harus dilakukan adalah mengorkestrasi perubahan di sisi tata kelola, kepemimpinan dan terakhir teknologinya. Barulah kemudian koperasi tersebut benar-benar berada dalam habitat online secara total, aspek hard dan soft-nya sekaligus.

Inovasi

Saya berpikir bahwa adaptasi untuk bangun relevansi eksistensial itu dimungkinkan melalui inovasi. Inovasi itu merujuk pada penggunaan cara/ metode/ proses baru sehingga bisa membuat kita lebih produktif. Yang bila dikategorikan, ada yang sifatnya rutin, perbaikan sampai yang radikal/ mendasar.
Modus dasarnya adalah mengeksplorasi dan menyoba segala kemungkinan yang ada. Sehingga kita dituntut berpikir ulang (rethinking) tentang yang sudah biasa kita kerjakan.
Agenda inovasi di koperasi bisa bekerja pada semua aspek. Mulai dimensi kelembagaan, manajerial, strategi, kepemimpinan, SDM, produk, layanan, pemasaran, model bisnis, proses kerja, model edukasi, teknologi, model pendampingan usaha anggota, permodalan, peraturan dan aspek-aspek besar-kecil lainnya. Semua hal itu bisa diinovasi tentu dengan pertimbangkan skala prioritas.
Koperasi perlu melihat berbagai perubahan "yang di luar" itu sebagai tantangan strategis. Kemudian menyusun peta jalan untuk lakukan inovasi di berbagai aspek sehingga lebih siap.
Ada satu contoh menarik bagaimana Koperasi Wanita di Jawa Timur akan gelar lokakarya di bulan Maret mendatang untuk mengkaji model Tanggung Renteng (TR). Sebabnya, banyak anggotanya sekarang sibuk bekerja dan sulit untuk hadiri pertemuan kelompok TR.
Di sisi lain, mereka melihat bahwa sebagian besar anggota memilikismartphone. Mereka sedang membayangkan mungkinkah model TR itu diinovasi sehingga menjawab berbagai kendala dan tantangan di lapangan.
Contoh yang lain misalnya sedang diuji coba salah satu koperasi di Purwokerto terkait dengan pendampingan usaha anggota. Mereka melihat bahwa saat ini banyak komunitas wirausaha dan juga grup Whatsapp bisnis. Belum lagi ditambah dengan aneka forum jual beli di media sosial dan market place.
Mereka sedang menyoba hal baru dengan pendekatan kolaboratif; Menghubungkan anggotanya ke berbagai komunitas wirausaha dan berbagai platform digital. Itu berangkat dari kesadaran bahwa koperasi adalah bagian dari ekosistem besar dan kolaborasi multi pihak akan menjadi daya ungkit.
Tempo lalu saya mengisi kuliah online di gerakan koperasi Kalimantan Timur. Difasilitasi oleh Aktivator Koperasi/ PPKL, saya memberi kuliah selama dua jam. Caranya sederhana lewat grup Whatsapp. Inovasi sederhana itu  sudah bisa memangkas biaya, dibanding menerbangkan saya dari Purwokerto ke sana. Itu contoh sederhana yang solutif.
Yang ingin saya tunjukkan adalah berbagai inovasi dapat dilakukan pada aspek dan skala yang berbeda-beda. Bahwa ada cara lain yang bisa dilakukan bila kita jeli melihatnya. Bahkan sebagai pengurus/ manajer, Anda tak perlu mengada-ada untuk membuat suatu inovasi. Cukup lempar masalah itu ke seluruh staf dan mintalah mereka berpikir.
Dari sana, brainstorming cerdas akan muncul, sebab mereka mengalami kendala/ masalah secara langsung.
Bayangkan Anda sudah duduk lama di kursi kerja. Maka Anda perlu bangkit dan menggerak-gerakkan badan agar tetap segar. Persis seperti itulah yang terjadi di koperasi saat ini. Inovasi skala kecil atau besar, sama halnya lakukan peregangan otot untuk menjaga badan tetap segar. Apa yang sudah menjadi as usual business, perlu disegarkan kembali.
Beda cerita bila Anda memilih bangkit dari kursi dan lantas lari, itu bisa berakibat fatal. Sebabnya, vitalitas Anda belum optimal, nafas Anda masih pendek, otot-otot belum siap dan peredaran darah belum juga lancar. Sama halnya tanpa persiapan yang cukup, dari segi soft dan hard, koperasi masuki epos Industri 4.0. Hasilnya bisa fatal.
Salah satu gerakan koperasi yang paham persis pentingnya inovasi adalah Credit Union/ Koperasi Kredit. Dulu pilar pembangunan Credit Union itu hanya tiga: Pendidikan, Solidaritas dan Swadaya. Namun tahun 2012 ditambah satu pilar lagi yakni Inovasi.
Sampai kemudian empat pilar itu diinovasi kembali pada tahun 2017 ditambah dengan Persatuan dalam keragaman, jadilah lima pilar. Itu memperlihatkan bagaimana Credit Union di Indonesia begitu inovatif.


Jadi, bila sejak lima tahun lalu sampai sekarang koperasi Anda begitu-begitu saja, saatnya regangkan otot. Di depan sana, tantangan lebih besar sudah menunggu. Mulailah inovasi dari yang kecil/ mudah untuk bangun keyakinan bahwa perubahan itu mungkin dilakukan. Tak perlu menunggu waktu dan klise "bila kami sudah siap", mulailah sekarang juga. Sebab, sejarah tidak memberi diskon!

Jumat, 29 Maret 2019

KPU 'harus gerak Sesudah Putusan MK.Sejumlah pasal Yang Digugat Diluluskan MK.


Komisi Pemilihan Umum (KPU) 
berencana mengeluarkan surat edaran atau mengubah peraturan 
setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan 
uji materi atas sejumlah pasal dalam UU Pemilu.

Mahkamah Konstitusi
ANTARA FOTO/RENO ESNIR
Image captionPara pemohon uji materi UU Pemilu di antaranya Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini lalu Pemerhati Pemilu, Hadar Nafis Gumay bersama Indrayana Centre for Gobernment, Constitution, and Society (INTEGRITY).
"Ataukah perlu mengubah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), karena 'kan tahapan-tahapan diatur dalam PKPU, kemudian beberapa hal teknis juga diatur dalam PKPU," kata Ketua KPU, Arief Budiman, usai sidang gugatan UU Pemilu di gedung MK, Jakarta (28/03).
Arief menambahkan, putusan MK ini secara khusus terkait dengan penambahan waktu penghitungan suara yang dianggap akan berpengaruh terhadap pihak lain.
Sebelumnya, dalam amar putusannya, MK menambah waktu penghitungan suara yang semula satu hari menjadi satu hari plus 12 jam.
"Tapi juga ada saksi partai, kemudian petugas keamanan. Itu kan energinya terbatas. Jadi, tetap sama-sama, kita harus menyelesaikan ini secepat mungkin," kata Arief.

Apa tanggapan Bawaslu atas putusan MK?

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan juga mengakui bahwa putusan MK ikut berdampak terhadap pengawas pemilu di lapangan.
Pemilu 2014Hak atas fotoAGUNG PARAMESWARA/GETTY
Image captionSeorang warga Kota Denpasar tengah mencelupkan tangannya dalam botol tinta dalam Pilpres 9 Juli 2014.
"Petugas di bawah itu harus punya energi ekstra. Dia harus siap kalau ada perpanjangan sampai 12 jam. Jadi harus sampai selesai, hari berikutnya sampai jam 12 siang," katanya, Kamis (28/03).
Abhan juga meminta Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk segera melakukan perekaman KTP elektronik.
"Harus segera dikeluarkan surat keterangan, supaya hak pilihnya tidak hilang," katanya kepada wartawan Muhammad Irham untuk BBC News Indonesia, Kamis (28/03).
Saat ini, Ditjen Dukcapil mencatat sedikitnya 4,2 juta penduduk Indonesia belum melakukan perekaman KTP Elektronik.
Setelah putusan MK, Ditjen Dukcapil harus segera mengeluarkan surat keterangan. Surat keterangan ini menjadi pengganti KTP elektronik sebagai syarat pencoblosan 17 April mendatang.

'Harus segera mendata dan melakukan rekaman ulang'

Hal senada diungkapkan salah satu pemohon, Titi Anggraeni. Menurutnya, KPU dan Ditjen Dukcapil segera mendata dan melakukan perekaman pemilih yang belum punya KTP elektronik.
Pemilu 2014Hak atas fotoULET IFANSASTI/GETTY
Image captionDua orang petugas membawa kota suara menjelang pemungutan suara Pilpres 2014 di Yogyakarta, 8 Juli 2014.
"Untuk memastikan pemilih yang belum masuk DPT ini, untuk mendapatkan surat keterangan sebagai prasyarat minimum untuk bisa menggunakan hak pilih," kata Titi kepada wartawan usai pembacaan putusan MK, Kamis (28/03).
Sementara, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan keterangan ini akan berbentuk dalam surat keterangan (Suket) KTP.
Menurutnya, hal ini sebenarnya sudah berlaku saat penyelenggaran pilkada serentak.
"Jadi ini mereka yang sudah terekam, sudah punya NIK, tetapi KTP fisiknya belum ada," kata Bahtiar saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (28/03).
Pemilu 2014Hak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionSeorang staf tempat pemungutan suara berpakaian ala wayang di Yogyakarta, pada pemilihan legislatif 2014 lalu.
Bahtiar menambahkan, saat ini pihaknya menunggu keputusan dari KPU untuk melakukan perekaman dan memasukkan pemilih ke dalam DPT.

Seperti apa putusan MK atas uji materi UU Pemilu?

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan dalam UU Pemilu. MK memutuskan KTP elektronik tidak menjadi satu-satunya syarat untuk melakukan pemungutan suara. Alternatifnya diganti dengan surat keterangan Dukcapil.
"Tidak ada identitas lainnya yang setara dengan KTP elektronik. Sangat kecil peluang menyalahgunakan. Sudah tepat dan proporsional," kata Palguna saat membacakan pertimbangan MK.
Selain itu, MK memutuskan pemilih dalam kondisi sakit, terkena bencana, masuk penjara atau dinas luar kota untuk masuk dalam DPT tambahan paling lambat 7 hari sebelum pemungutan suara berlangsung.
Sebelumnya, dalam UU Pemilu, DPT tambahan dibatasi sampai 30 hari sebelum pemungutan suara.
MK juga menambah waktu penghitungan suara 1 hari plus 12 jam setelah pemungutan suara berlangsung. MK juga menegaskan agar KPU bisa membuat TPS khusus di lokasi-lokasi yang terkonsentrasi dengan pemilih, seperti di dalam penjara.
Pemilu 2014Hak atas fotoAGUNG PARAMESWARA/GETTY
Image captionSeorang warga Kota Denpasar tengah mencelupkan tangannya dalam botol tinta dalam Pilpres 9 Juli 2014.
Keputusan itu diambil dalam pembacaan putusan uji materi Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (28/03) sekitar pukul 13.30 WIB di Gedung MK, Jakarta.
Dalam pertimbangannya, Hakim MK I Gede Palguna mengatakan hak pilih tidak bisa dibatasi oleh syarat tertentu, seperti dilaporkan wartawan Muhammad Irham untuk BBC News Indonesia.
Akan tetapi, menurut majelis hakim, KTP elektronik merupakan identitas resmi penduduk yang wajib dibawa ke mana-mana dan dapat dipertanggungjawabkan pemiliknya.
"Tidak ada identitas lainnya yang setara dengan KTP elektronik. Sangat kecil peluang menyalahgunakan. Sudah tepat dan proporsional," kata Palguna saat membacakan pertimbangan MK.
PemiluHak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image captionSeorang warga Banda Aceh menentukan pilihannya pada Pilkada, Februari 2017. Pemilihan umum mendatang akan berlangsung serentak di seluruh Indonesia.
Namun, untuk menekan jumlah angka golput karena tidak memilik KTP Elektronik, MK mengatakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil perlu mengeluarkan pengganti KTP elektronik sebagai syarat pemilih untuk memungut suara.
"Untuk mempercepat prosesnya agar dapat direalisasikan," tambah Aswant, hakim agung lainnya.

Apa saja kewajiban KPU yang harus dilaksanakan?

Tidak semua pasal yang digugat dikabulkan oleh MK, namun demikian sejumlah pasal lainnya yang digugat diluluskan oleh MK.
Dalam amarnya, MK memutuskan memutuskan batas waktu penentuan Daftar Pemilih Tetap tambahan (DPTb) dari semula 30 hari menjadi 7 hari sebelum pelaksanaan Pemilu 2019.
DPTb ini untuk pemilih dengan keadaan tertentu seperti sakit, terkena musibah bencana alam, masuk penjara dan menjalankan tugas pada saat pemungutan suara.
"Untuk menjamin ketersediaan politik. waktu paling lambat 7 hari itu waktu yang rasional," kata Hakim MK yang lain, Aswanto.
PemiluHak atas fotoANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Image captionDalam uji materi lainnya, MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyediakan TPS khusus bagi pemilih yang terkonsentrasi di suatu lokasi.
Dalam uji materi lainnya, MK juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyediakan TPS khusus bagi pemilih yang terkonsentrasi di suatu lokasi.
Selain itu, MK juga menambah waktu penghitungan suara. Semula pemungutan suara itu harus selesai dalam 1 hari, menjadi ditambah 12 jam dari hari pemungutan suara.
"Dalam hal penghitungan suara dapat diperpanjang 12 jam sejak pemungutan suara," kata Ketua MK, Saldi Isra dalam sidang yang sama.

Mengapa UU Pemilu 'digugat'?

Sebelumnya, para advokat menguji sejumlah pasal dalam Undang Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Para pemohon di antaranya Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini lalu Pemerhati Pemilu, Hadar Nafis Gumay bersama Indrayana Centre for Gobernment, Constitution, and Society (INTEGRITY).
Pasal-pasal yang diuji adalah tentang syarat KTP Elektronik yang menyebabkan hilangnya hak memilih (Pasal 348 ayat 9), tentang pemilih pindah TPS yang dapat kehilangan hak pilih pemilu legislatif (Pasal 348 ayat 4).
Pemilu 2014Hak atas fotoADEK BERRY/AFP
Image captionKertas suara untuk Pilpres 2014 yang siap dikirimkan ke TPS di wilayah Jakarta.
Pasal lainnya yang digugat adalah tentang pendaftaran DPT tambahan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara (Pasal 210 ayat 1, dan tentang pembentukan TPS khusus berbasis pemilih DPT tambahan. Terakhir tentang penghitungan suara yang harus selesai pada hari pemungutan suara (Pasal 350 ayat 2).
Pasal-pasal yang digugat ke MK ini dinilai akan menghambat, dan menghalangi jutaan warga negara dalam melaksanakan hak pilihnya. Hal itu telah merugikan hak konstitusional warga negara.

Apa saja yang dimasalahkan?

1. Pemilih di lapas kehilangan suaranya, karena pembentukan TPS dilakukan berbasis dengan DPT. Ketidaktersediaan TPS di lapas mengharuskan para narapidana pergi mencoblos di TPS di sekitar luar lapas. Hal ini tidak mungkin dilakukan.
2. Warga negara yang sedang liburan di luar daerah tak boleh melakukan pemungutan suara dari daerah liburannya. Sebab, UU Pemilu membatasi jumlah DPT di tiap TPS dengan menetapkannya 30 hari sebelum pemungutan suara.
3. Para perantau hanya bisa mencoblos untuk pemilu presiden. Mereka tak bisa melakukan pemungutan suara untuk DPD, DPR, DPRD baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota.
Pemilu 2014Hak atas fotoBAY ISMOYO/AFP
Image captionSeorang petugas menyiapkan kota suara sebelum dikirim ke TPS di berbagai tempat di Indonesia, di Pemilu 2014.
4. Penghitungan suara harus selesai di hari pemungutan suara akan menjadi persoalan dalam keabsahan penghitungan suara.
Kementerian Dalam Negeri mencatat 4,2 juta pemilih belum merekam KTP Elektronik.
Para pemohon menginginkan KTP Elektronik tidak dijadikan satu-satunya alat untuk melakukan pemungutan suara dengan memberikan opsi lain yaitu surat keterangan, akta kelahiran, kartu keluarga, buku nikah, atau kartu yang diterbitkan KPU.
Namun, pemerintah melalui pernyataan sejumlah pejabat terkait memperingatkan akan adanya 2,8 juta pemilih yang memiliki identitas non KTP elektronik ganda.

  • Jutaan warga adat terancam gagal mencoblos, kisah Dayak Meratus hadapi pemilu tanpa mengenal aksara
  • Belum sepekan disahkan, UU Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi
  • Apa yang perlu Anda ketahui tentang UU Pemilu
  • sumber:https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47730084

  • Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru !

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru!
    Foto: Garuda Indonesia's Boeing 737 Max 8 (REUTERS/Willy Kurniawan)


    Mulai berlaku pada 1 April 2019.
    Permenhub Nomor 20 tahun 2019, turunannya Keputusan Menteri (Kepmen) nomor 72/2019. Menurut Menhub, Menurut Budi Karya seluruh maskapai sudah diajak berbicara mengenai aturan ini.
    Ini dia daftarnya : 


    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)

    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)
    Ini Rincian Harga Tiket Pesawat Terbaru! Foto: KM 72/2019 (dok. Kemenhub)