Jumat, 15 Maret 2019

Di Balik Penembakan Masjid Selandia Baru; Korban asal Padang Zulfirmansyah, Perupa Sederhana

 Hari ini menjadi salah satu hari terkelam Selandia Baru. 

Penembakan brutal terjadi di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru.

Pelaku Penembakan Selandia Baru

CNN Indonesia | Sabtu, 16/03/2019 15:37 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Brenton Tarrant, pelaku penembakan di masjid Selandia Baru menggambarkan dirinya sendiri 'sebagai orang kulit putih biasa. Sebelum dikenal sebagai pelaku penembakan, Tarrant adalah seorang pelatih kebugaran dari pedesaan di Australia. 
Sosok Dingin Pelaku Penembakan Selandia Baru
Brenton Tarrant, pelaku penembakan di masjid Selandia Baru (Mark Mitchell/New Zealand Herald/Pool via REUTERS)
Dia tenggelam dalam ideologi neo fasis selama perjalanannya ke Eropa. Saat berada di pengadilan, pria bersenjata di belakang pembantaian 49 orang di dua masjid Selandia Baru menunjukkan tanda kekuasaan kulit putih. Tarrant sendiri tidak masuk dalam daftar pengawasan teroris dan terlihat tak punya sejarah kriminal. 
Tarrant, tumbuh di kota kecil di Grafton, bagian utara New South Wales mendapatkan kualifikasi ahli kebugaran dan olahraga setelah lulus SMA. Dia pun bekerja di gym lokal pada 2009. 
Pemilik gym, Tracey Grey, menggambarkan Tarrant sebagai sosok yang rajin bekerja. Namun Grey mengatakan bahwa Tarrant terlihat berubah usai perjalanannya di Eropa dan Asia. Beberapa yang diunggah di media sosialnya adalah perjalanan ke Pakistan dan Korea Utara. 

"Saya pikir sesuatu pasti sudah berubah di dalam dirinya setelah tahun-tahun yang dihabiskannya untuk bepergian ke luar negeri," kata Gray kepada ABC, dikutip dari AFP. 

"Di suatu tempat, sebuah pengalaman dan kelompok sudah menguasai dirinya."
Spekulasi Gray didukung oleh adanya manifesto Tarrant yang penuh kebencian. Kalimat-kalimat yang penuh kebencian ini juga diunggah di media sosialnya jelang tragedi penembakan di Christchurch. 
Dalam manifesto 74 halamannya, dia mengatakan pertama kali mulai mempertimbangkan serangan pada April dan Mei 2017 saat bepergian ke Prancis dan tempat lain di Eropa Barat. 
Di sana dia juga menyebut bahwa dia terkejut dengan invasi imigran di kota-kota di Prancis. Selain itu dia juga merasa putus asa saat melihat pemilihan Presiden Prancis karena melihat sentris pro-Eropa Emmanuel Macron. 
Dalam sketsa biografi singkat yang ada dalam manifestonya, dia menggambarkan diri sebagai orang kulit putih biasa yang lahir di Australia dari kelas pekerja, dan lahir dari keluarga berpenghasilan rendah. 
Menurut laporan media, ayahnya meninggal karena kanker pada 2010 dan Gray mengungkapkan bahwa dia yakin Tarrant punya ibu dan saudara perempuan yang tinggal di Grafton. 

Ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Eropa Timur, ada banyak nama-nama tokoh militer bersejarah. Beberapa orang bahkan ambil bagian dalam Perang Salib, berabad-abad lalu. 

Manifestonya mengatakan bahwa dia mengambil inspirasinya dari para ekstremis sayap kanan lainnya, termasuk pembunuh rasis Norwegia Anders Behring Breivik. Sosok tersebut pernah membunuh 77 orang di Norwegia pada 2011 karena kebenciannya terhadap multikulturalisme. 
Tarrant juga menggambarkan Oswald Mosley, tokoh pemimpin fasis dan anti-Semit Inggris sebagai orang dari sejarah yang paling dekat dengan kepercayaannya.(AFP/chs)


Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Sabtu (16/3/2019).  ANTARA FOTO/Ramadian Bachtiar/wpa.
Warga meletakkan bunga di depan Masjid Wellington, Kilbirnie, Wellington, Selandia Baru, Sabtu (16/3/2019). ANTARA FOTO/Ramadian Bachtiar/wpa.

Di Balik Penembakan Masjid Selandia Baru


Seorang pria bersandar di tanah ketika ia berbicara di telepon genggamnya di seberang jalan dari masjid di pusat Christchurch, Selandia Baru, Jumat, 15 Maret 2019.  Mark Baker / AP
Seorang pria bersandar di tanah ketika ia berbicara di telepon genggamnya di seberang jalan dari masjid di pusat Christchurch, Selandia Baru, Jumat, 15 Maret 2019. Mark Baker / AP

Penembakan brutal pertama dilancarkan di Masjid Al Noor, Jumat (15/3/2019) pukul 13.45 waktu setempat. Penembakan itu menewaskan sekitar 30 warga sipil. Dikutip dari AP News, penembakan kedua dilancarkan di Masjid Linwood dan menewaskan 10 warga sipil.

Sebelumnya, insiden kekerasan paling mematikan di Selandia Baru terjadi pada November 1990 di Aramoana, sebuah pemukiman kecil di pesisir timur laut Dunedin.

Pelaku, yang diidentifikasi sebagai David Malcolm Gray (33), menembak brutal tetangganya dengan senapan semi-otomatis hingga menewaskan 13 orang. Ia lalu ditembak mati oleh polisi. Penembakan itu pun hanya berawal dari masalah anjing tetangga yang tersesat di properti Gray.

Hari ini disebut sebagai yang terkelam karena kejahatan kekerasan jarang terjadi di Selandia Baru.Tingkat pembunuhan negara itu mencapai level terendah dalam 40 tahun terakhir menjadi 35 per tahun per 2017, kata polisi. Tidak heran jika insiden berdarah kali ini benar-benar mengejutkan.

Alih-alih hanya mengecam pelaku, senator Queensland Fraser Anning malah mengatakan insiden ini disebabkan kebijakan negara soal imigran Muslim.

"Seperti biasa, politisi sayap kiri dan media akan bergegas mengklaim bahwa penyebab penembakan hari ini terletak pada undang-undang senjata atau mereka yang memiliki pandangan nasionalis, tetapi ini semua omong kosong, klise," ujarFraser Anning.

"Penyebab kejadian berdarah hari ini di Selandia Baru karena program pemerintah yang mengizinkan Muslim fanatik pindah ke Selandia Baru."

Senator Anning melanjutkan dengan mengatakan sementara Muslim mungkin menjadi korban serangan, tetapi ia mengklaim mereka juga sebagai pelaku. Anning menyalahkan kematian di Masjid Selandia Baru kepada "seluruh umat Islam".

"Apakah ada yang masih membantah hubungan antara imigran Muslim dan kekerasan?" cuit Anning
Pernyataan keras Anning itu berkebalikan dengan kenyataan bahwa populasi muslim di Selandia Baru sebenarnya masih terhitung kecil. Secara persentase populasi muslim memang meningkat 28 persen dibanding 2006. Namun dibandingkan keseluruhan populasi Selandia Baru, warga Muslim hanya mencapai 1,1 persen dari total populasi Selandia Baru yang mencapai 4,25 juta pada 2013.

Dikutip dari The Journal of Muslim Minority Affairs yang tayang pada 2017 lalu, jumlah penduduk Muslim Selandia Baru diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2030 atau mencapai 100.000 jiwa.

Data juga memperlihatkan Muslim sudah ada cukup lama di Selandia Baru.

"Muslim sudah berada di Selandia Baru selama lebih dari 100 tahun. Tidak ada yang seperti itu pernah terjadi," Mustafa Farouk, presiden Federasi Asosiasi Islam, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon.

"Kami berkeliling dunia dan memberi tahu orang-orang bahwa kami tinggal di negara paling damai di dunia," kata Farouk, menambahkan: "Ini tidak akan mengubah pikiran kami tentang tinggal di sini."

Menurut Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru, terdapat 57 masjid yang terdaftar di Selandia Baru termasuk pusat kajian Muslim.

Siapa Brenton Tarrant?


Pelaku penembakan di Masjid Al-Noor diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant dari Australia. Penembakan itu ia siarkan secara online dan menghadirkan manifesto 73 halaman. Ia melabeli dirinya sebagai "warga kulit putih biasa".

Perdana Menteri Australia Scott Morrison membenarkan bahwa Tarrant adalah warga negara Australia.

Tarrant mengklaim serangan itu untuk mewakili "jutaan warga Eropa dan bangsa-bangsa etno-nasionalis lainnya". Dia mengatakan "kita harus memastikan keberadaan rakyat kita, dan masa depan untuk anak-anak kulit putih".

Dia menggambarkan alasannya adalah untuk “menunjukkan kepada penjajah bahwa tanah kami (mewakili orang kulit putih Eropa) tidak akan pernah menjadi tanah mereka (imigran), tanah air kami adalah milik kami sendiri dan bahwa, selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami."
Tarrant mengungkapkan dia telah merencanakan serangan ini dalam dua tahun, dan memilih untuk menyerang masjid di Christchurch sejak tiga bulan lalu.

Dia mengatakan Selandia Baru bukan "pilihan utama untuk menyerang", tetapi menggambarkan Selandia Baru sebagai "sasaran empuk seperti di tempat lain di Barat".

"Sebuah serangan di Selandia Baru akan memusatkan perhatian pada kebenaran serangan terhadap peradaban kita, bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang aman. Para penyerang berada di semua tanah kita, bahkan di daerah-daerah terpencil di dunia dan bahwa tidak ada tempat lagi yang aman dan bebas dari imigrasi massal.”

Tanggapan PM Selandia Baru Soal Penembakan Masjid Christchurch

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan penembakan masjid di kota Christchurch menjadi salah satu hari terkelam di Selandia Baru.

"Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya," kata Ardern dikutip dari AP News.

Ia mengatakan kemungkinan yang terkena dampak dari penembakan brutal itu adalah migran atau pengungsi.

“Mereka telah memilih untuk menjadikan Selandia Baru sebagai rumah mereka dan itu adalah rumah mereka. Mereka adalah kita," lanjut Ardern.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN SELANDIA BARU atau tulisan menarik lainnyaYantina Debora
(tirto.id - Politik)


Penulis: Yantina Debora
Editor: Zen RS
Zulfirmansyah Korban Penembakan di New Zealand Dikenal Taat Beribadah
Zul bersama anaknya. (Foto: dok, Arsip Sakato Art Community)

Keberadaan 1 WNI Masih Misterius Pascapenembakan di Masjid New Zealand
Suasana pascapenembakan di Selandia Baru (Foto: dok. Reuters)
Jakarta - Keberadaan satu orang warga negara Indonesia bernama Muhammad Abdul Hamid masih misterius setelah terjadi penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru (New Zealand). Hingga saat ini, KBRI Wellington terus memonitor kondisi di lokasi.

"Dari 6 WNI yang diketahui berada di Masjid Al Noor pada saat kejadian penembakan hari ini, 5 orang telah melaporkan ke KBRI Wellington dalam keadaan sehat dan selamat. Sementara 1 orang atas nama Muhammad Abdul Hamid belum diketahui keberadaannya," ujar KBRI Wellington dalam keterangan tertulisnya berdasarkan update per pukul 23.30 waktu setempat, Jumat (15/3/2019).
KBRI Wellington juga menyatakan dua WNI yang jadi korban luka akibat penembakan di Masjid Linwood masih dirawat di rumah sakit Christchurch. Kedua WNI tersebut merupakan ayah dan anak.

"Sementara dari Masjid Linwood, KBRI Wellington menerima bahwa terdapat 2 WNI, seorang ayah dan anaknya, yang tertembak. Kondisi sang ayah atas nama Zulfirmansyah masih kritis dan dirawat di ICU RS Christchurch Public Hospital. Sementara anaknya dalam keadaan yang lebih stabil," tulis keterangan tersebut.

Hingga saat ini, menurut KBRI, ada 49 orang tewas, terdiri atas 41 orang di Masjid Al Noor, 7 orang di Masjid Linwood, dan seorang lagi tewas saat dirawat di RS pascapenembakan. Pihak kepolisian Selandia Baru disebut telah menetapkan seorang tersangka dalam peristiwa ini dan segera dituntut ke pengadilan.

"Pihak Kepolisian Selandia Baru telah menetapkan seorang tersangka penembakan hari ini dan akan segera dituntut ke pengadilan Selandia Baru. Pemerintah Selandia Baru melalui PM Jacinda Ardern telah mengutuk penembakan tersebut dan menyebut tindakan keji ini sebagai aksi terorisme.Airport di Christchurch sejak sore hari ini ditutup oleh otoritas setempat demi alasan keamanan," sebut KBRI dalam keterangannya itu.

KBRI Wellington juga sudah mengeluarkan surat imbauan ke WNI di Selandia Baru untuk tetap tenang dan mematuhi imbauan dari pihak keamanan Selandia Baru. WNI di Christchurch dan sejumlah kota lain yang informasinya terdaftar di KBRI Wellington juga telah dihubungi untuk diketahui keadaannya.

"KBRI Wellington terus memonitor keadaan di lokasi kejadian, termasuk kondisi di airport Christchurch, dalam rangka pengiriman bantuan dan tim konsuler ke Christchurch. KBRI Wellington tetap membuka nomor hotlinedengan nomor +64211950980, +6421366754, dan +64223812065," pungkas keterangan tersebut.
(haf/haf)


Jakarta, CNN Indonesia -- Dua WNI korban teror penembakan di masjid di KotaChristchurch, Selandia Baru, berasal dari Sumatera Barat, yakni Zulfirmansyah dan anaknya berisial M.

Kakak kandung korban, Hendra, mengatakan Zulfirmansyah saat ini mengalami koma karena terkena peluru di beberapa bagian tubuhnya.

Ayah-Anak Korban Penembakan di New Zealand Warga Sumbar
Petugas mengevakuasi korban penembakan di New Zealand. (Foto: dok. Reuters)


"Kami minta doa agar adik saya dapat selamat dari masa kritisnya," katanya, di Padang, Jumat (1`5/3) dikutip dari Antara.


Sementara anak Zulfirmansyah, M, terkena tembakan di kakinya dan membuat kondisi kejiwaannya terguncang karena syok.

Ia mengaku mendapatkan informasi tersebut dari istri Zulfirmansyah sekitar pukul 13.00 WIB. Hendra juga berharap adik dan keponakannya itu dapat selamat.

Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru.Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru. (REUTERS/SNPA/Martin Hunter)
"Saya mendapatkan informasi tadi siang dan hingga saat ini masih terus berharap kondisi mereka baik-baik saja," kata dia.

Dia mengatakan keluarga adiknya itu pindah ke Selandia Baru sejak Januari 2019 karena pekerjaan.

"Adik saya seorang seniman, sebelum pindah ke sana dia dan keluarga berdomisili di Yogyakarta," kata dia.

Sementara itu Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno mengutuk penembakan membabi buta yang menewaskan 49 orang itu dan menyebutnya sebagai aksi teroris.

"Kita mengutuk semua aksi teror, apalagi jatuh banyak korban tewas dan terluka. Di antara yang terluka itu ada dua warga Sumbar," katanya di Padang.

Ia mengaku telah mendapat informasi dua warganya yang terluka akibat teror tersebut. Pihaknya juga berharap pelaku dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku.


"Kita berdoa untuk semua korban, dan mudah-mudahan keluarga diberikan kekuatan," ujarnya.

Sebelumnya, penembakan terjadi di dua lokasi di Selandia Baru, Jumat (15/3). Yakni, Masjid Linwood dan Majsid Al-Noor.

Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya mengatakan ada delapan WNI berada di dua lokasi penembakan itu. Ia menyebut dua WNI, yang merupakan ayah-anak asal Padang, jadi korban penembakan di Masjid Linwood.

Sang ayah, yang diketahui bernama Zulfirmansyah, keadaannya masih kritis dan dirawat di ICU Christchurch Hospital.

"Sementara anaknya dalam keadaan yang lebih stabil," kata Tantowi.


Yogyakarta - Korban penembakan di New Zealand, Zulfirmansyah, dikenal teman-temannya sebagai pribadi yang taat beribadah. Selama di Yogya, perupa asal Padangi, Sumatera Barat, tersebut aktif dalam komunitas Sakato.

Teman satu komunitas Zulfirmansyah, Hamdan, mengenal Zulfirmansyah sejak mengenyam bangku sekolah di SMSR Padang. Setelah lulus Sekolah, ia dan Zulfirmansyah melanjutkan pendidikan di ISI Yogyakarta.

"(Kenal Zulfirmansyah) sudah lama sejak sekolah di SMSR Padang, satu sekolah. Tapi akrabnya pas di sini (ISI dan komunitas Sakato). Dia senior saya, tepatnya dua tahun di atas saya," papar Hamdan, Jumat (15/3/2019) malam.

Menurut Hamdan, keseharian Zulfirmansyah termasuk perupa yang sederhana. "Orangnya ya biasa saja sih. Tapi alhamdulillah dia suka beribadah ke masjid," ucapnya.

Sejauh ini Zulfirmansyah masih tercatat sebagai anggota aktif di Sakato Art Community. Bahkan, ia menyebut bahwa setelah lulus dari ISI Yogya, Zulfirmansyah masih aktif melukis hingga saat ini. "Masih aktif (melukis)," ujar Hamdan.

Lebih lanjut, aktivitas seni yang dilakukan Zulfirmansyah memang kebanyakan dihabiskan di Yogyakarta. Meski demikian, Hamdan mengatakan bahwa Zulfirmansyah beberapa kali sempat pulang ke kampung halamannya.

"Setelah lulus itu dia di Yogya saja, tapi sempat beberapa tahun pulang ke Padang dan ke Yogya lagi. Di sini (Yogya) setelah menikah tinggal sama istrinya, kalau keluarganya di Padang," katanya.

Terkait peristiwa yang dialami oleh Zulfirmansyah, Hamdan mengungkapkan rasa prihatinnya. "Kalau kondisi terkini belum tahu, tapi kalau info dari grup (chat Sakato) tadi kritis," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Zulfirmansyah bersama anak semata wayangnya merupakan WNI yang termasuk menjadi korban kebrutalan penembakan membabi buta di sebuah masjid di New Zealand. Keduanya kini dikabarkan dalam kondisi kritis di rumah sakit. (mbr/mbr)
sumber: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4469502/zulfirmansyah-korban-penembakan-di-new-zealand-dikenal-taat-beribadah


Covesia.com - Kondisi Zulfirman Syah korban penembakan di Masjid Islamic Centre Linwood, Kota Christchurch, Selandia Baru, mulai membaik. Meskipun begitu tetap saja informasi yang beredar menyebutkan korban telah meninggal dunia. 
Dikabarkan Meninggal Kakak Korban Ungkap Kondisi Zulfirman Mulai Membaik
Kakak kandung Sulfirman Syah, Hendra Yaspita (Foto: Fadil/Covesia)
Hendra Yaspita, kakak kandung korban mengatakan, kondisi terkini Zulfirman Syah seniman asal Sumatera Barat (Sumbar) tersebut sudah berangsur membaik.
 "Informasinya belum sadarkan diri, tapi kondisinya sudah stabil. Jadi informasi yang mengatakan sudah meninggal itu tidak benar," ungkap Hendra di Padang, Jumat, (15/3/2019).
Dikatakan Hendra, kondisi anak Zulfirman Syah, Omar Rais juga sudah mulai membaik. Peluru sempat bersarang di tangan dan kaki. "Alhamdulilah sudah mulai membaik, itu mesjid terdekat dari rumah. Ayah sama anaknya shalat berjamaah di sana," sebutnya.
Hendra juga mengaku akan berkonsultasi dengan pemerintah, terutama Pemprov Sumbar untuk bisa melihat secara langsung kondisi Zulfirman Syah.
"Kita akan coba lapor, bagaimana caranya keluarga bisa pergi ke sana (Selandia Baru), tadi juga sudah dapat nomor kontak KBRI di New Zealand tetapi belum dihubungi," sebutnya. 
Kemudian, Handra mengatakan Zulfirman Syah merupakan putra asli kelahiran Lapai. Masa kecil korban dihabiskan di Lapai dengan bersekolah di SMP 12 Padang. "Dia kuliah kesenian di Jogjakarta dan menikah dengan perempuan Amerika di tahun 2015 di Jogjakarta," sebutnya.
Pantauan covesia.com di rumah kediaman orang tua korban Jalan Tanjung Indah III G8, Kelurahan Lapai, Kecamatan Nanggalo, Kota Padang masih terlihat sepi dan tidak ada tetangga yang menghampiri rumah tersebut. (dil)

Covesia.com - Orang tua Zulfirman Syah, WNI asal Sumatera Barat (Sumbar) korban penembakan teroris di Masjid Islamic Centre Linwood, Kota Christchurch, Selandia Baru, belum mengetahui keberadaan keberadaan anaknya.
"Kondisi Zulfirman Syah orang tua belum mengetahui. Saya takut kalau diberi tahu mereka jatuh sakit, jadi masih belum diberitahu," ujar Hendra Yaspita, kakak kandung korban di Padang, Jumat, (15/3/2019). 
Ia mengatakan mengetahui insiden penembakan tersebut sekitar pukul 13.00 WIB. Awalnya, informasi tentang Zulfirman Syah diketahui dari grup Whatsapp keluarga, setelah itu baru dikonfirmasi istri Zulfirman Syah.
"Ya, dari istri beliau keluarga mengetahui bahwa korban mengalami sejumlah luka akibat penembakan tersebut," ujar Hendra.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Zulfirman Syah, sebelumnya di bulan November 2018 datang ke Kota Padang untuk mintak izin kepada orang tua, ia rencananya waktu itu ingin pergi ke Selandia Baru dan membawa istri dan anaknya. 
"Waktu itu datang minta izin, dan istri beserta anak dibawa. Katanya waktu itu untuk bermain seni dengan seniman di Selandia Baru," sebutnya. (dil)


Penembakan massal di Selandia Baru kembali memunculkan perdebatan: apakah peristiwa itu merupakan terorisme atau bukan.

tirto.id - Jumat, 15 Maret 2019 akan dikenang sebagai sejarah kelam di Selandia Baru. Hari itu, di Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood di kota Christchurch, penembakan brutal terjadi kepada para jamaah yang hendak menunaikan salat Jumat.

Pelaku teror yang teridentifikasi bernama Brendon Tarrant tersebut adalah warga Australia berusia 28. Saat melakukan aksinya, ia sempat menyiarkan melalui media sosial selama 17 menit.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern kaget mendengar peristiwa penembakan massal yang menewaskan 49 orang tersebut.

“Apa yang terjadi di sini adalah tindakan kekerasan yang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Ardern.

Ardern pun mengatakan bahwa migran dan pengungsi mungkin terkena dampak dari penembakan paling mematikan dalam sejarah Selandia Baru modern itu.

“Jelas, ini adalah serangan teroris,” tegas Jacinda Ardern seperti dikutip AP News.
Saat melakukan penembakan di Masjid Al-Noor, pelaku menyiarkan amarahnya dan menyalakan kamera sesaat sebelum melakukan penembakan. Dalam manifesto online sebanyak 74 halaman itu, pelaku menyebut dirinya sebagai “orang kulit putih biasa”, dilahirkan “dari kelas pekerja, keluarga berpenghasilan rendah yang memutuskan mengambil sikap untuk memastikan masa depan bagi rakyat saya.”

Perdana Menteri Australia Scott Morrison membenarkan bahwa salah satu tersangka yang ditahan adalah warganya. Morrison menyebut pelaku sebagai teroris ektremis, “sayap kanan, dan kejam.”

Framing Penembakan dan Terorisme

Beberapa saat setelah aksi, mesin analisis media sosial Drone Emprit merilis data tentang framing publik dan media terhadap peristiwa tersebut, dengan menyaring kata “Terrorist” dan “Shooting”. Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menyampaikan analisis itu ia lakukan untuk mengetahui respons publik setelah kejadian.

Fahmi membeberkan, mulanya Drone Emprit menggunakan kata kunci ‘New Zealand’ dan menyaring percakapan di Twitter berdasarkan kata kunci yang dikategorikan sebagai ‘Shooting’ dan ‘Terrorist’. Dalam analisis tersebut, Fahmi juga memasukkan kata “shooting, shootings, shoot” untuk “shooting” dan kata “terrorist, terror, terrorists, terrorism” untuk “terrorist”.

“Data kemarin simpel saja, itu masih beberapa jam, jadi sebetulnya tidak lengkap, belum masif. Saya pengin tahu dulu respons sesaat hasilnya kayak gitu. Total retweet itu lebih menunjukkan publik. Kemudian saya pilih itu dari SNA (Social Network Analysis), mana yang paling banyak menggunakan. Ternyata pada jam itu banyak yang menggunakan ‘Shooting’ daripada ‘Teroris’,” ujar Ismail Fahmi kepada Tirto,Sabtu (16/3/2019).

Dalam analisis tersebut, Fahmi berasumsi bahwa seluruh percakapan warganet di Twitter tentang New Zealand membicarakan tentang tragedi penembakan.

Berdasarkan analisis yang mereka lakukan, penduduk Twitter cenderung menyebut serangan ini karena kelakuan terrorist. Sejak Jumat, 15 Maret 2019, pukul 14.00 sampai 18.00, jumlah mention di Twitter terhadap kata “Shooting” sebanyak 25.384 dan kata “Terrorist” sebanyak 39.511.
Namun hasil tersebut berbanding terbalik dengan peta Social Network Analysis (SNA) yang menggabungkan dua kategori percakapan. Media cenderung menyebut kejadian itu sebagai peristiwa “Shooting”.

“Artinya kita tahu ada media-media yang cenderung menggunakan ‘shooting’. Bisa jadi dia pakai 'terrorist’, tapi tidak mendapat banyak retweet gitu. Dan ini yang kemudian saya pakai untuk melihat data kemarin,” ungkap Fahmi.

Setelah dua hari, Drone Emprit kembali merilis analisis data percakapan di Twitter, dan menemukan bahwa 70 persen (460.366) percakapan mengatakan bahwa kejadian itu adalah serangan “terrorist” dan 30 persen (197.529) sisanya menyebut bahwa kejadian tersebut adalah “shooting”.

Tak hanya itu, Drone Emprit juga mengkaji engagements antara orang-orang yang berpengaruh di jagat Twitter dengan pengguna Twitter. Pada kata ‘terrorist', akun @iyliasyazwanie, @HillaryClinton, @captnlavi, @DanCrenshawTX, dan @_SJPeace_ memiliki engagements terbanyak. Sedangkan pada kata ‘shooting’, akun @yazanqandel22, @ajplus, @BBCWorld, @JustinTrudeau, dan @FLOTUS mempunyai engagements teratas.

Penembakan Massal dan Terorisme

Kejadian penembakan dengan korban jiwa yang tak sedikit bukan sekali ini saja terjadi. Di pengujung 2018, misalnya, Guardian mengabarkan tentang seorang pria yang secara brutal menembaki orang yang berada di dekat pasar malam Natal di Strasbourg, Perancis. Kejadian tersebut menewaskan 3 orang dan melukai 12 orang.

Di awal 2018, New York Times pernah memberitakan seorang bernama Nikoas Cruz melepaskan peluru pada sebuah sekolah di Parkland, Florida, AS. Peristiwa berdarah itu menghilangkan nyawa 17 orang.

Tapi kapan sebuah peristiwa disebut penembakan massal atau terorisme?

Seorang pengacara bernama Page Pate pernah membuat opini yang dipublikasikan diCNN. Dalam opini tersebut dia membahas tentang batasan sebuah kasus penembakan massal disebut terorisme.

Pate menyebutkan peristiwa penembakan di San Bernardino dan Colorado Springs yang mematikan banyak orang sebagai contoh. Saat itu, banyak orang bertanya-tanya, kapan penembakan massal disebut sebagai aksi terorisme. Tentu saja hal tersebut mengundang perdebatan publik.


Perdebatan itu juga pernah diangkat New Yorker dalam artikel berjudul “Why We Should Resit Calling The Las Vegas Shooting ‘Terrorism’”. Dalam artikel tersebut, Masha Gessen, seorang penulis di New Yorker yang juga menulis lebih dari 10 judul buku, memaparkan bahwa setiap insiden penembakan terjadi, publik pasti akan menunggu pernyataan yang dikeluarkan negara. Apakah kejadian itu disebut “terorisme” atau “penembakan massal”.

Dalam artikel tersebut, Gessen mengatakan bahwa tidak ada definisi tunggal terkait terorisme. Namun, Ilmuwan politik Irlandia Louise Richardson telah menetapkan tujuh karakteristik utama dari aksi teroris: terinspirasi oleh politik; disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; bertujuan mengirim pesan daripada mengalahkan musuh; memiliki makna simbolis; dilakukan oleh “kelompok substate” daripada aktor negara; para korban kekerasan berbeda dari audiens yang disampaikan oleh teroris; dan tindakan tersebut menargetkan warga sipil.

Infografik Teror Christchurch


Pate kemudian menjelaskan tentang definisi terorisme di bawah hukum federal AS. Suatu kejadian bisa dikatakan sebagai terorisme ketika tindakan tersebut merupakan kekerasan. Tentu saja syarat itu bisa dipenuhi dalam kasus penembakan yang terjadi di Selandia Baru. Apalagi kejadian Jumat siang tersebut membuat puluhan jiwa melayang.

Syarat kedua adalah kejahatan itu dimaksudkan untuk memunculkan rasa takut kepada penduduk sipil atau pemerintah dengan cara tertentu. Kejadian penembakan massal tentu saja memunculkan ketakutan, tapi dalam aksi terorisme, ketakutan itu tak hanya dirasakan oleh orang-orang di sekitar lokasi, tapi juga para penduduk sipil.

Namun dalam hal ini terorisme tak ada kaitannya dengan jumlah orang yang meninggal. Selain itu, dalam aksi teror, tak banyak pelaku yang membeberkan maksud dan motivasi dari insiden yang mereka ciptakan. Persyaratan terakhir kejadian terorisme berkaitan dengan ideologi.

Maka masuk akal jika Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyebut kejadian Jumat, 15 Maret 2019 siang itu sebagai aksi terorisme. Selain karena pelaku telah merencanakan aksi dengan matang, Brendon Tarrant meninggalkan 74 halaman manifesto anti-imigran di media sosial setelah serangan tersebut. Melalui akun media sosialnya itu pula ia mengaku sebagai seorang rasis.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN SELANDIA BARU atau tulisan menarik lainnyaWidia Primastika
(tirto.id - Sosial Budaya)


Penulis: Widia Primastika
Editor: Ivan Aulia Ahsan
sumber:  https://tirto.id/penembakan-di-selandia-baru-terorisme-atau-penembakan-massal-djEz?utm_source=Rakyatkucom&utm_medium=Yukbaca&utm_campaign=http%3A%2Fnews.rakyatku.com%2Fread%2F143723%2F2019%2F03%2F16%2Fmenteri-agama-terseret-kasus-romahurmuziy-kpk-sita-rp300-juta%3Ffbclid%3DIwAR1gFK6p1fYqlnDZSSbCLQsXyxjTvc1S9b2XeIEZhOPgzHQBJNMnpdwXVz4

sumber: https://tirto.id/pd/browse?url=https%3A%2F%2Fcovesia.com%2Farchipelago%2Fbaca%2F71316%2Fmasuk-

daftar-korban-penembakan-di-selandia-baru-orang-tua-korban-belum-tahu%3Futm_source%3DTirtoid%26utm_medium%3DSejawat%26utm_campaign%3DAggregator


Pelaku Penembakan Jemaah Masjid Selandia Baru hadir di pengadilan




Brenton TarrantHak atas fotoREUTERS
Image captionBrenton Tarrant, 28, menghadiri persidangan pada Sabtu (16/3) atas keterkaitannya dalam serangan terhadap masjid di Christchurch.

Tersangka utama aksi penembakan terhadap jemaah masjid yang menewaskan 49 orang di Christchurch, Selandia Baru, menghadiri sidang atas dakwaan pembunuhan.

Breton Tarrant, warga Australia berusia 28 tahun, tampil di ruang sidang mengenakan seragam putih penjara dan tangan diborgol. Dakwaan lanjutan diperkirakan akan diajukan terhadapnya.
Tarrant akan mendekam di tahanan tanpa dapat mengajukan banding dan akan kembali dihadirkan dalam sidang pada 5 April mendatang.
Sebelumnya, Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, mengatakan yang bersangkutan memiliki lima senjata api dan mengantongi izin kepemilikan senjata api.
"Tersangka punya izin senjata. Saya diberitahu izin ini diperoleh pada November 2017," ujar Ardern.
Berdasarkan hal itu, Ardern menegaskan bahwa "hukum mengenai senjata api akan berubah".
Tersangka, lanjut Ardern, "telah bepergian ke berbagai tempat di dunia dan menghabiskan waktu secara sporadis di Selandia Baru."
"Saya tidak akan menyebutnya sebagai warga lama," ujarnya.
Menurutnya, badan intelijen Selandia Baru telah meningkatkan penyelidikan pada kaum ekstrem kanan, namun "individu yang dikenai dakwaan pembunuhan tidak mendapat perhatian komunitas intelijen atau kepolisian terkait".

Brenton TarrantHak atas fotoHANDOUT/AFP
Image captionVideo penyerangan ditampilkan secara langsung di Facebook Live oleh seseorang bernama Brenton Tarrant.

Kepolisian Selandia Baru mengatakan empat orang yang diduga terlibat dalam serangan massal di dua masjid kota Christchuch diyakini memiliki pandangan ekstrem.
Empat orang yang ditangkap tidak lama setelah serangan pada Jumat (15/03) terdiri dari tiga laki-laki dan seorang perempuan. Salah seorang di antara mereka kemudian dibebaskan.
"Kami belum mengetahui apakah ada orang lainnya (yang terlibat), namun kami tidak bisa berasumsi tidak ada lainnya yang berkeliaran...Jangan berasumsi bahwa bahaya telah lenyap," kata Kepala Kepolisian Selandia Baru, Mike Bush.

'Menentang ideologi kaum pendatang'

Seorang di antara mereka diketahui sebagai warga negara Australia bernama Brenton Tarrant.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan seorang warga negaranya telah ditangkap di Selandia Baru dan menyebut terduga sebagai "teroris bengis, sayap kanan, ekstrem".

Warga Selandia BaruHak atas fotoKAI SCHWOERER/GETTY IMAGES
Image captionWarga mendatangi Masjid Al Noor untuk mencari tahu nasib anggota keluarga mereka yang berada di masjid ketika penembakan terjadi.

Di media sosial, ia sebelumnya mengunggah manifesto dukungan terhadap supremasi kulit puluh dan menentang ideologi kaum imigran.
Ia merekam aksinya dengan kamera yang dipasang pada bagian kepala dan menyebarkannya lewat layanan streaming atau siaran langsung di Facebook. Ia memperingatkan akan adanya serangan tersebut.
Rekaman menunjukkan ia menembak secara membabi buta ke arah jamaah laki-laki, perempuan dan anak-anak di Masjid Al Noor.
Polisi meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan rekaman yang "sangat menyedihkan" itu. Facebook mengatakan telah menutup akun Facebook dan Instagram pelaku dan berusaha untuk mencabut semua rekaman yang telah beredar di platform media sosialnya.

Polisi Selandia BaruHak atas fotoEPA
Image captionAparat keamanan mengamankan area di sekitar Masjid Al Noor.

Aparat keamanan memeriksa satu rumah di kota Dunedin dan menyebutnya sebagai "lokasi penting sehubungan dengan insiden penembakan serius di Christchurch".
Warga di sekitar tempat itu dievakuasi dan ditempatkan di akomodasi sementara setelah daerah tersebut ditutup. Kepolisian juga menemukan sejumlah peledak di mobil milik salah seorang terduga.

Masjid Al NoorHak atas fotoMARTIN HUNTER/EPA
Image captionRekaman video menunjukkan penembak mengemudikan mobil ke Masjid Al Noor, membawa senjata ke dalam masjid dan membuka tembakan.

Penembakan pertama terjadi di Masjid Al Noor di dekat Hagley Park. Pelaku mengenakan pakaian ala militer membuka tembakan ke arah sekitar 300 jemaah yang menunaikan salat Jumat.
Penembakan kedua terjadi di masjid yang terletak di Linwood di pinggiran kota Christchuch. Tercatat 49 orang meninggal dunia dan 20 lainnya mengalami cedera, termasuk dua warga negara Indonesia.

Sejauh ini semua masjid di Selandia Baru diminta ditutup untuk sementara waktu.


  • 'Serangan teror' di dua masjid Selandia Baru: 'Dua WNI kena tembak', 49 orang meninggal
  • Penembakan di dua masjid Selandia Baru: Seniman Sumbar dan anaknya akan 'jalani operasi kedua'
  • Kronologi dan pemetaan aksi penembakan jemaah dua masjid di Christchurch, Selandia Baru

  • sumber: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-47583853

    Kelompok milisi 'Kelinci Putih' dibalik serangan masjid di Minnesota

    • 26 Januari 2019

    Tidak seorangpun menjadi korban serangan terhadap Dar Al Farooq Islamic Center di Minneapolis.Hak atas fotoEPA
    Image captionTidak ada korban dalam serangan Dar Al Farooq Islamic Center di Minneapolis, AS.

    Dua anggota kelompok milisi yang dikenal dengan nama White Rabbits 

    atau "Kelinci Putih" mengakui mengebom sebuah masjid di Minnesota,

     Amerika Serikat pada tahun 2017.

    Polisi mengatakan Michael McWhorter, 29 tahun dan Joe Morris, 23 tahun bermaksud menakut-nakuti Muslim agar meninggalkan AS.
    Keduanya mengakui sejumlah dakwaan, termasuk serangan ke sebuah klinik aborsi yang gagal, dan dapat dihukum sampai 35 tahun penjara, berdasarkan perjanjian bersalah jaksa dan terdakwa (plea arrangement).
    Tidak ada korban dalam serangan Dar Al Farooq Islamic Center di Minneapolis tersebut.
    Pria ketiga, Michael Hari, 47 tahun, yang diduga adalah pendiri White Rabbits telah ditangkap dan sedang menunggu persidangan. Dia tidak mengajukan keringanan hukum.
    Pemimpin kelompok ini diduga mengajukan kepada Presiden Donald Trump untuk membangun tembok pemisah dengan Meksiko.
    Polisi mengatakan McWhorter mengakui bahwa White Rabbits ingin "menakut-nakuti (agar Muslim) keluar dari negara (AS)" lewat pesan "Anda tidak diterima di sini".
    Berdasarkan isi perjanjian, para pria ini diketahui mengemudikan kendaraan ke masjid, memecahkan kaca jendela dan melempar bom molotov pada Agustus 2017
    Tidak jelas mengapa pasangan dari Illinois tersebut menyerang masjid di Minnesota.
    Gubernur Minnesota saat itu, Mark Dayton, menyatakan serangan tersebut "sebuah aksi kejahatan terorisme".
    Jaylani Hussein, direktur eksekutif Dewan Hubungan Islam Amerika di Minnesota mengatakan kepada kantor berita AFP, "Kelompok milisi ini menyasar masyarakat Muslim."
    "Dan sejumlah blog mereka benar-benar mengatakan masyarakat Muslim sebagai sebuah ancaman dan sebuah ancaman yang akan dibasmi."
    Hussein mengatakan Muslim di Minneapolis lega dengan pengakuan mereka namun khawatir dengan anggota kelompok milisi lain yang masih diburu.
    Dar Al Farooq Islamic Center kebanyakan melayani anggota masyarakat Somalia.
    Selain serangan terhadap Masjid Dar Al Farooq, ada juga kasus lain, yaitu serangan terhadap satu masjid dan rumah susun warga Somalia di Kansas pada tahun 2016.
    Sejumlah serangan ini terjadi beberapa bulan setelah Donald Trump terpilih dan meningkatkan kekhawatiran semakin tingginya diskrimiasi terhadap Muslim Amerika.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar