Berbagi informasi,
bersinergi
dalam pertemanan dan
persahabatan untuk....
kebaikan,kesejahteraan,kenyamanan dalam bersamaan
Kenapa Tidak, Kita Maju Bersama, Yes We Can
Inggris Bocorkan Info Intelijen soal Pembunuhan Khashoggi
Selasa, 30 Oktober 2018 – 06:57 WIB
jpnn.com, LONDON - Drama pembunuhan Jamal Khashoggi diwarnai banyak informasi intelijen yang dibocorkan sumber anonim ke media massa. Setelah Turki, kini giliran Inggris yang melakukannya.
Sunday Express melaporkan bahwa intelijen Inggris sejatinya sudah tahu akan terjadi sesuatu sejak pertengahan September. Namun, dibutuhkan waktu lama untuk mengetahui detailnya.
Salah satu detail informasi yang berhasil mereka dapat adalah rencana Saudi untuk menangkap dan membawa pulang Khashoggi. "Kami tahu perintah itu datang dari lingkaran keluarga kerajaan," ujar sumber yang mengaku mendengar informasi itu dari Kantor Pusat Komunikasi Pemerintah Inggris.
Artinya, Inggris setidaknya sudah mengetahui rencana itu dua minggu sebelum Khashoggi dibunuh 15 anggota pasukan khusus Saudi.
Apakah perintah datang dari putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman seperti yang diduga banyak pihak? Sang sumber mengklaim tidak ada informasi solid mengenai hal tersebut.
"Tidak ada informasi langsung yang menghubungkannya dengan Putra Mahkota Muhammad bin Salman (MBS)," tuturnya.
Sementara itu, Senin (29/10), Hatice Cengiz bertolak ke Inggris. Tunangan Khashoggi itu hendak menghadiri acara khusus untuk mengenang sang calon suami. Acara tersebut digagas Middle East Monitor dan Al Sharq Forum. (sha/c11/hep)
Khashoggi Dicekik Begitu Masuk Konsulat Saudi di Istanbul
Seorang jaksa Turki mengatakan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, dibunuh dengan cekikan segera setelah memasuki konsulat Riyadh di Istanbul sebelum tubuhnya dimutilasi.
Pernyataan oleh jaksa kepala Istanbul Ifran Fidan itu disampaikan sementara Turki menekan Arab Saudi untuk mengekstradisi 18 orang yang ditahan karena peran mereka dalam pembunuhan Khashoggi.
Pembunuhan Khashoggi pada 2 Oktober di konsulat Saudi di Istanbul menciptakan badai kontroversi internasional yang mengancam hubungan yang sudah rumit antara Arab Saudi, Turki dan Amerika.
Turki terus meningkatkan tekanan terhadap Arab Saudi untuk memberikan jawaban sementara penjelasan resmi senantiasa berubah mengenai nasib Khashoggi.
Beberapa minggu setelah kejadian itu, Riyadh mengakui bahwa jurnalis tersebut dibunuh di konsulat oleh tim yang terdiri dari 15 agen Saudi. Selasa, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak Riyadh untuk mengungkapkan siapa yang memerintahkan pembunuhan Khashoggi.
Para pejabat Turki, termasuk Erdogan, berulang kali mengeluh bahwa Arab Saudi telah menghalangi penyelidikan dengan menolak untuk mengungkapkan bukti-bukti kunci seperti keberadaan jasad Khashoggi.
Putra Mahkota Saudi, Mohammad bin Salman, yang sering dikritik oleh Khashoggi dalam kolomnya di Washington Post, memuji kerjasama “unik” antara kedua negara hanya beberapa hari sebelumnya.(fzy.-)
sumber:
Jaksa Turki Sebut Khashoggi Dicekik Begitu Masuk Konsulat Saudi di Istanbul
Agregasi VOA,Jurnalis·Kamis 01 November 2018 02:57 WIB
TEMPO.CO, Ankara – Parlemen Uni Eropa mendesak digelarnya penyelidikan internasional yang imparsial dan independen untuk mengungkap kasus pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi.
Parlemen sepakat mengeluarkan resolusi untuk mengenakan saksi terarah jika ada agen intelijen Arab Saudi yang terbukti bersalah dalam pembunuhan Khashoggi di kantor Konsulat Jenderal Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018.
Parlemen Uni Eropa. Anadolu
“Pembunuhan Jamal Khashoggi perlu direspon secara kolektif yang melampaui kemarahan internasional jangka pendek,” kata Victor Bostinaru, seorang anggota parlemen dari Rumania, seperti dilansir Politico pada Kamis, 25 Oktober 2018 waktu setempat.
Jamal Khashoggi dan Hatice Cengiz. [habersev.com]
Parlemen juga mendesak Uni Eropa untuk mengembargo penjualan dan perawatan senjata terhadap Arab Saudi pasca pembunuhan Khashoggi terungkap.
Resolusi ini bersifat tidak mengikat dengan 325 anggota Dewan mendukung dan 19 orang abstain.
Teks resolusi ini menyatakan parlemen menginginkan semua pemerintah UE mencapai posisi sama dengan mengembargo senjata ke Arab Saudi pasca konfirmasi dari Riyadh bahwa Khashoggi terbunuh di dalam konjen di Istanbul.
Parlemen juga menyesalkan penjualan senjata bernilai besar oleh sejumlah negara EU seperti Spanyol, Prancis, Jerman, Belgia, dan Inggris. Parlemen mendesak embargo semua jenis senjata yang bisa digunakan oleh rezim Arab Saudi untuk melakukan tindakan represi.
Jika kita mengetik "Erdogan slams...," (Erdogan mengutuk) pada mesin pencari Google, maka yang muncul akan tak berkesudahan: PBB, Uni Eropa, Israel, Belanda, Jerman, intelektual Prancis -semuanya jadi korban kutukan keras Erdogan. Bahkan Jerman dan Belanda diberi label 'Nazi' dan 'fasis' olehpresiden Turki itu setahun lalu.
Sekarang bandingkanlah dengan kata-kata yang digunakan Erdogan terhadap Arab Saudi, yang sudah mengakui terjadinya pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di konsulatnya di Istanbul.
"Saya tidak punya alasan untuk meragukan kejujuran Raja Salman," kata Erdogan.
Juru bicaranya menyebut Saudi sebagai 'negara yang ramah dan penuh persaudaraan'.
Kata-kata ini berbanding terbalik dengan berbagai bocoran info yang sering muncul melalui media pro-pemerintah Turki. Isinya sering memberatkan Riyadh, di tengah kecurigaan bahwa Putra Mahkota Saudi yang sangat berkuasa, Mohammad bin Salman, mengetahui atau bahkan memerintahkan pembunuhan itu.
Jadi permainan apa yang sedang dijalankan Presiden Recep Tayyip Erdogan?
Hak atas fotoREUTERSImage captionRaja Arab Saudi, Salman dan Presiden Turki, Erdogan saling mengincar pengaruh di kawasan mereka.
Saya dikabari bahwa nada bicara Erdogan yang sangat terkendali itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa ini bukan masalah Turki versus Arab Saudi: hubungan kedua negara terlalu penting, meskipun sudah tegang, untuk meledak pada tahap ini.
Erdogan sebetulnya ingin mendesak Raja Salman untuk menindak putra mahkota, Pangeran Mohammed, tanpa menyasarnya secara langsung.
"Jika Erdogan menyerukan raja untuk memecat Mohammed bin Salman, maka itu akan menjadi cara terbaik untuk membuat sang raja untuk justru tidak memecat Putra Mahkota," kata seorang sumber yang dekat dengan presiden.
Erdogan bahkan tidak menyebutkan nama Mohammed bin Salman dalam pidatonya di parlemen: hal yang yang disengaja agar tidak menempatkan putra mahkota di tingkat yang setara dengannya.
Tujuan Ankara adalah untuk mendorong perselisihan antara raja dan putranya. Tetapi kunci untuk mencapainya bukanlah di Riyadh, melainkan di Washington.
Jika Donald Trump dapat dibujuk untuk menyingkirkan Mohamad bin Salman yang merupakan sekutu dekatnya sendiri, hal itu bisa menjadi titik balik bagi Raja Salman.
Seteru kunci dalam permainan kekuasaan regional
Raja Salman yang berusia 82 tahun itu, setidaknya untuk saat ini, tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mengenyahkan putranya.
Salah satu tindakan yang diambilnya terkait pembunuhan itu adalah melakukan restrukturisasi dinas intelijen Saudi, di bawah perlindungan, ya siapa lagi, sang putra mahkota.
Dan ini membuat permainan kekuatan di wilayah Semenanjung Arab itu jadi makin bergolak.
Turki menghormati Arab Saudi sebagai wali penjaga Kabah, situs tersuci Islam - sesuatu yang sejalan dengan pemerintah Erdogan yang berhaluan Islamis.
Tetapi kedua negara bersaing untuk berebut pengaruh sebagai pemimpin dunia Muslim. Dan putra mahkota ternyata telah menjadi seteru utama bagi Erdogan.
MBS—julukan bagi Mohammed bin Salman—adalah orang yang mendalangi dan mendorong blokade Qatar, sekutu terdekat Turki di Timur Tengah. Dia menggalang kebijakan dan tindakan keras terhadap Ikhwanul Muslimin, yang justru terkait dengan Partai AK, partai pimpinan Erdogan yang kini berkuasa di Turki.
Hak atas fotoREUTERSImage captionGambar CCTV menunjukkan Khashoggi saat tiba di Konsulat Saudi.
Dan sikapnya yang cukup dekat dengan Israel, mengganggu Erdogan (kendati Turki justru memiliki hubungan diplomatik dengan Israel), dan haluan garis keras yang dijalankan MBS terhadap Iran, padahal Turki justru mulai rujuk dengan negeri Persia itu, membuat Riyadh dan Ankara saling berseberangan di kancah politik regional.
Strategi risiko tinggi Erdogan
Erdogan mengendus kesempatan langka ketika Saudi terdesak, dan segera merebut kesempatan untuk menyingkirkan seorang pria yang oleh para kolumnis pro-pemerintah di Turki dijuluki 'musuh Turki'.
Dan ketika Uni Emirat Arab dan Mesir juga bergegas membela Riyadh, membuat Erdogan justru bertekad makin bulat -Ankara sudah patah arang dengan kedua negara itu.
Selama ini Turki curiga bahwa Emirat mendukung kudeta yang gagal pada tahun 2016 - Erdogan baru-baru ini menyebut mereka sebagai 'orang-orang sengsara' - dan Erdogan tidak akan pernah memaafkan Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi karena membubarkan Ikhwanul Muslimin di sana.
Dan bahwa pesawat yang ditumpangi para terduga pembunuh Khashoggi mengisi bahan bakar di Kairo dan Dubai dalam perjalanan ke Riyadh akan memicu kecurigaan akan keterlibatan dua negeri itu.
Strategi Erdogan, bagaimanapun, memiliki risiko tinggi. Mengasingkan MBS yang masih kuat dapat membuat Arab Saudi diperintah oleh seorang pria dengan dendam yang mendalam terhadap Turki selama bertahun-tahun yang akan datang.
Pengambilan foto yang menunjukkan putra mahkota menjabat tangan Salah, putra Jamal Khashoggi yang dilarang meninggalkan Arab Saudi, mengungkapkan betapa kuat kekuasaannya. Pesannya: kami telah berdamai, jadi hentikanlah semua itu.
Hak atas fotoEPAImage captionPutra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, menyalami putra Khashoggi, Salah.
Sejauh ini Gedung Putih masih belum bersikap tegas. (Kendati Trump sudah mengisyaratkan keyakinannya bahwa MBS berada di balik pembunuhan Khashoggi.)
"Kami masih mengumpulkan fakta dari berbagai sumber," kata Jared Kushner, menantu dan penasihat senior Donald Trump. "Setelah fakta-fakta itu terkumpul, Menteri Luar Negeri akan bekerja dengan tim keamanan nasional kami untuk membantu kami menentukan apa yang ingin kami percayai."
Implikasinya jelas: rumuskanlah narasi dan juallah itu ke basis para pendukung.
Jarang sekali ada cerita yang begitu lengkap: pembunuhan yang mengerikan, upaya menutup-nutupi, hubungan regional yang terkait langsung, geopolitik antara Washington dan Timur Tengah, dan produsen besar minyak dan negara dengan kekuatan militer kuat bisa tercoreng selamanya.
Jika Saudi menyangka bahwa operasi cepat di Istanbul itu bisa disapu ke bawah karpet, mereka telah melakukan kesalahan perhitungan yang sangat parah.
Saudi tolak ekstradisi terduga pembunuh, tunangan Khashoggi tolak undangan Trump
27 Oktober 2018
Hak atas fotoREUTERSImage captionMenlu Adel al-Jubeir menegaskan tak akan ada ekstradisi ke Turki.
Arab Saudi akan menolak permintaan Turki untuk mengekstradisi para tersangka pembunuh Khashoggi setelah sebelumnya tunangan Jamal wartawan yang dibunuh itu menolak undangan Donald Trump berkunjung ke Gedung Putih, karena menurutnya presiden AS itu tidak tulus.
"Ihwal ekstradisi, orang-orang itu adalah warga negara Saudi," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir di sebuah konferensi keamanan di Bahrain.
"Mereka ditahan di Arab Saudi, dan penyelidikan dilakukan di Arab Saudi, jadi mereka akan dituntut di Arab Saudi," kata al-Jubeir pula.
Sehari sebelumnya, Turki mengatakan ingin mengekstradisi 18 orang itu, kendati Turki dan Arab Saudi tidak dikenal memiliki perjanjian ekstradisi.
Dalam perkembangan lain sebelumnya, Hatice Cengiz, perempuan Turki yang sedianya akan menikah dengan Khashoggi, menyatakan menolak undangan Presiden Donald Trump ke Gedung Putih karena menganggap Trump tidak tulus terkait investigasi pembunuhan mendiang calon suaminya.
Dalam wawancara di televisi, ia menghatakan keyakinannya bahwa undangan Trump itu ditujukan sekadar untuk mempengaruhi opini publik di AS.
Amerika Serikat akan melangsungkan pemilihan umum sela dalam kurang dari dua pekan.
Hak atas fotoEPAImage captionHatice Cengiz menuduh Presiden Trump tidak tulus dalam investigasi pembunuhan Jamal Khasoggi, tunangannya.
Jamal Khashoggi terbunuh di konsulat Saudi di Istanbul tiga pekan lalu dan Riyadh menyangkal terlibatnya keluarga kerajaan dan menyebut para pelakunya adalah 'para agen liar.'
Arab Saudi awalnya menyatakan tak tahu menahu tentang nasib jurnalis itu tetapi kemudian pernyataan mereka berubah-ubah, dan yang paling akhir jaksa Saudi menyebut peristiwa itu merupakan suatu pembunuhan yang direncanakan dengan matang.
Misteri 'hilangnya' para kritikus pemimpin Arab Saudi
Trump mengatakan dia 'tidak puas' dengan pernyataan Saudi, tetapi kendati berbicara tentang kemungkinan menjatuhkan sanksi dia juga menekankan pentingnya hubungan kedua negara.
Presiden Trump juga mengatakan 'ada kemungkinan' Putra Mahkota Mohammed bin Salman tidak tahu menahu tentang pembunuhan itu.
Khashoggi selama ini merupakan pengkritik yang lantang terhadap sang putra mahkota, penguasa de facto negara kerajaan itu.
Dalam perkembangan lain, Turki mengatakan ingin mengekstradisi 18 warga Saudi yang ditangkap di Riyadh sehubungan dengan pembunuhan itu.
Jaksa Turki yang menyiapkan permintaan ekstradisi secara resmi menuduh mereka atas "pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan secara mengerikan atau dengan penyiksaan".
Turki dan Arab Saudi tidak diketahui memiliki perjanjian ekstradisi.
Sementara itu, Direktur CIA Gina Haspel sudah pula memberi briefing, atau informasi terarah kepada Donald Trump terkait kasus itu, setelah tim CIA kembali dari Turki.
Apa lagi yang dikatakan tunangan Khashoggi?
Dalam wawancara televisi hari Jumat itu, Hatice Cengiz dengan berurai air mata mengisahkan lagi apa yang terjadi pada hari ketika tunangannya lenyap. Ia mengatakan andai dia curiga bahwa "pihak berwenang Arab Saudi merencanakan sebuah plot" untuk membunuh Khashoggi, dia tidak akan pernah membiarkan pasangannya itu pergi ke konsulat.
"Saya menuntut agar semua yang terlibat dalam kekejaman ini, dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah, diadili dan dihukum," katanya kepada Haberturk TV.
Hak atas fotoEPAImage captionJenazah Jamal Khashoggi masih belum ditemukan sampai sekarang.
Hatice Cengiz, tunangan Khashoggi, mengatakan bahwa dia belum dihubungi oleh pejabat Saudi mana pun sejauh ini, namun menegaskan bahwa dia tidak mungkin pergi ke Arab Saudi untuk menghadiri pemakaman jika jasad Khashoggi yang hilang itu akhirnya ditemukan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah meminta Riyadh untuk mengakui siapa yang memerintahkan pembunuhan dan di mana jenazahnya.
Sementara itu, Salah Khashoggi, putra tertua wartawan yang bermukim di Amerika itu sudah tiba di AS dari Arab Saudi pada hari Kamis, bersama keluarganya.
Keluarga yang memiliki kewarga-negaraan ganda Saudi-AS itu sebelumnya dilarang meninggalkan Arab Saudi karena kritik ayahnya terhadap para pemimpin negara itu.
Jamal Khashoggi Tewas, Sejumlah Kejanggalan Terungkap
Reporter:
Tempo.co
Editor:
Budi Riza
Selasa, 23 Oktober 2018 12:00 WIB
TEMPO.CO, Riyadh - Kasus tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, menjadi perhatian global sejak merebak pada awal Oktober 2018.
Wartawan Arab Saudi, Jamal Khashoggi (lingkar merah), diperiksa petugas saat tiba di Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018. Jamal Khashoggi dikenal sebagai kolumnis surat kabar dan komentator yang kritis terhadap rezim Arab Saudi saat ini, Mohammed bin Salman. Courtesy TRT World/Handout via Reuters
Dunia internasional termasuk pemerintah Indonesia mendesak pemerintah Arab Saudi untuk bersikap transparan dalam mengungkap penyebab tewasnya jurnalis senior itu, menyerahkan jasad korban dan menangkap serta menghukum para pelaku yang terlibat.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Aljubeir mengunjungi Presiden Joko Widodo pada Selasa, 22 Oktober 2018 untuk membahas kerja sama hubungan bilateral kedua negara termasuk bantuan untuk bencana alam.
Dalam pembicaraan keduanya, Jokowi menyinggung penanganan kasus ini. "Presiden menyampaikan keprihatinan atas kasus itu dan Indonesia mengharapkan investigasi yang sedang dilakukan dapat dilakukan dengan transparan dan seksama," kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi seusai mendampingi Jokowi bertemu Adel di Istana Bogor.
Terkait kasus ini, pemerintah Arab Saudi baru mengakui Jamal Khashoggi, 60 tahun, tewas sekitar dua pekan setelah jurnalis ini terekam kamera closed-circuit television terlihat melangkah masuk ke kantor Konsulat Jenderal Saudi di Istanbul, Turki pada 2 Oktober 2018.
Sebelumnya, Saudi selalu mengatakan Khashoggi telah meninggalkan kantor konsulat seusai mengurus dokumen. Saat itu, Khashoggi memang sedang mengurus dokumen untuk persiapan pernikahannya dengan tunangannya seorang gadis Turki yaitu Hatice Cengiz.
Penjelasan Saudi ini bermasalah karena Cengiz, yang menunggu di luar konsulat dan membawa ponsel Khashoggi, tidak pernah bertemu lagi dengan tunangannya itu setelah masuk ke konsulat.
Jamal Khashoggi dan Hatice Cengiz. [habersev.com]
Kabar raibnya Khashoggi, tidak berapa lama kemudian, menghiasi berita di berbagai media massal global. Mayoritas berita melansir penjelasan anonim dari pejabat pemerintah dan intelijen bahwa ada dugaan kuat Khashoggi telah tewas di kantor konsulat Saudi.
Dugaan kuat ini dilansir media global seperti Anadolu dari Turki, danNew York Times,CNNdanWashington Postdari Amerika Serikat berdasarkan penjelasan anonim dari sejumlah pejabat pemerintah dan intelijen di negara masing-masing.
Pada 2 Oktober 2018, media melansir, ada dua pesawat sewaan mendarat di bandara di Istanbul berisi 15 orang Saudi, termasuk sejumlah pejabat intelijen.
Mereka langsung menuju konsulat Saudi. Menurut versi kementerian Luar Negeri Arab Saudi, mereka ini ingin menemui Khashoggi dan mengajaknya pulang ke negaranya. Khashoggi memang dikenal sebagai jurnalis kritis yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah Arab Saudi khususnya Putra Mahkota Mohammed Bin Salman.
Namun, menurut kemenlu Saudi, diskusi antara Khashoggi dan para penjemputnya di konsulat mengalami eskalasi hingga terjadi perkelahian, yang menewaskan jurnalis senior itu.
Kemenlu menyatakan para pelaku berusaha menutup-nutupi kasus ini. 18 orang Saudi telah ditangkap terkait kasus ini dengan 5 pejabat tinggi diberhentikan. Ini termasuk Deputi Kepala Intelijen Arab Saudi yaitu Mayor Jenderal Ahmed al-Assiri.
Sebaliknya, media massa global melansir isi dua rekaman pembicaraan antara Khashoggi dengan para pembunuhnya di dalam konsulat baik yang terekam jam tangan Apple yang dikenakan Khashoggi dan sebuah rekaman audio lain.
Isi rekaman ini menunjukkan Khashoggi mengalami interogasi keras yang berujung tindak kekerasan penyiksaan lalu pembunuhan. Interogasi ini terjadi di ruang Konsul Jenderal Saudi Mohammed al-Otaibi.
Sejumlah jurnalis freelance Indonesia melakukan aksi damai di depan Kedutaan Besar Arab Saudi, Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018. Aksi ini
menuntut kejelasan atas hilangnya jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, setelah memasuki Konsulat Jenderal Arab Saudi di Turki pada 2
Oktober lalu. TEMPO/Muhammad Hidayat
Otaibi sempat meminta para pelaku untuk keluar membawa Khasoggi agar konsulat tidak terlibat masalah. Pelaku malah mengancam al-Otaibi agar diam jika dia ingin selamat saat kembali ke Saudi.Para pelaku lalu membawa paksa Khashoggi ke ruang lain dan menyuntiknya dengan cairan berbahaya. Seorang dokter forensik Salah Mohammed al-Tubaigy diduga kuat melakukan mutilasi terhadap tubuh Khashoggi untuk menghilangkan jejak.
Hingga kini jasad Khashoggi belum ditemukan. Satu versi mengatakan jasad itu diserahkan kepada operator lokal untuk dihilangkan dengan dibuang ke sebuah hutan.
Versi lain menyebut ada kemungkinan jasad Khashoggi telah dibawa ke Saudi dengan sebuah koper besar. Ini terlihat dari koper besar yang dibawa seorang petugas intelijen Maher Abdulaziz Mutrib, yang juga merupakan pengawal Putra Mahkota Arab Saudi.
Mutrib terekam kamera CCTV di Bandara Attartuk pada sore hari. "Mutrib yang membawa paspor diplomatik muncul tergesa-gesa," kata sumber itu seperti dilansir Middle East Eye. Satu pesawat sewaan meninggalkan Turki pada sore hari. Dan satu pesawat lagi terbang dari Turki pada malam hari.
Hingga kini, pemerintah Saudi mengaku tidak mengetahui di mana jasad Khashoggi. Dan penjelasan ini semakin menimbulkan tanda-tanya.
Tiga Menteri Luar Negeri Inggris, Prancis, dan Jerman, mengeluarkan pernyataan bersama pada Ahad, 21 Oktober 2018, pasca penjelasan pemerintah Arab Saudi pada Jumat, 19 Oktober 2018, bahwa Khashoggi tewas setelah terjadi perkelahian melawan 15 orang di kantor Konjen itu.
Presiden Donald Trump bersama dengan Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman di Gedung Putih, Washington, 20 Maret 2018.
REUTERS/Jonathan Ernst/File Photo
“Tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan ini dan kami mengecamnya dengan pernyataan paling keras,” begitu bunyi pernyataan dari Menlu Inggris, Jeremy Hunt, Menlu Prancis, Jean-Yves Le Drian, dan Menlu Jerman, Heiko Maas seperti dilansir Anadolu pada Senin, 22 Oktober 2018.
Mereka juga mengatakan,”Tapi tetap ada kebutuhan mendesak untuk klarifikasi mengenai apa yang terjadi pada 2 Oktober – di luar hipotesis yang disampaikan oleh investigasi Saudi, yang membutuh dukungan fakta agar dianggap kredibel.”
Keraguan juga disampaikan penasehat Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, yaitu Yasin Aktay, lewat sebuah tulisan artikel di media Yeni Safak.
“Orang bakal merasa keheranan bagaimana bisa terjadi perkelahian antara 15 orang yang ahli berkelahi melawan seorang Khashoggi yang berusia 60 tahun, sendiri, tidak berdaya,” kata Yasin Aktay, penasehat Presiden Erdogan di Partai Keadilan dan Pembangunan Turki, seperti dilansir Reuters pada Senin, 22 Oktober 2018.
Erdogan dikabarkan bakal mengungkap secara detil kasus ini dalam pasca pertemuannya dengan Partai Keadilan dan Pembangunan Turki pada Selasa, 23 Oktober 2018. Erdogan dan Presiden AS Donald Trump juga bersepakat agar kasus ini diungkap saat berbicara dalam sambungan telepon.
Pemerintah Amerika Serikat mendesak agar kasus ini segera diungkap ke publik secara transparan. Presiden Donald Trump, yang terkesan bersimpati terhadap Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman, mengakui ada kebohongan dan penipuan dalam kasus ini.
Dalam pernyataan terbarunya di Twitter mengenai tewasnya Jamal Khashoggi, kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyatakan para pelaku akan dihukum. “Putra Mahkota tidak tahu menahu soal operasi ini. Kami tidak pernah terlibat dalam perilaku seperti itu dan tidak akan pernah terlibat,” kata Adel al-Jubeir, Menteri Luar Negeri Saudi dalam cuitan di akun Twitter @Ksmofaen.
Ahli forensik dari kepolisian Turki tiba di Konsulat Jenderal Arab Saudi untuk melakukan olah TKP di Istanbul, Turki, 17 Oktober 2018. Rekaman tersebut menunjukkan Jamal Khashoggi ditangkap lalu diinterogasi sejumlah petugas Arab Saudi. REUTERS/Huseyin Aldemir
TEMPO.CO, Jakarta - Para penyelidik Turki mengerahkan robot ke dalam selokan untuk mencari mayat Jamal Khashoggi, yang diduga dibuang ke sumur kediaman Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul.
Dilansir dari Dailymail.co.uk, 28 Oktober 2018, robot berlengan dengan kamera yang dirancang untuk menemukan materi kecil diturunkan ke saluran pembuangan dipantau melalui layar komputer dari dalam mobil van.
Media Turki mengklaim bahwa tubuh Khashoggi telah dimutilasi menjadi tiga bagian oleh ahli forensik Saudi yang tiba bersama 14 anggota regu pembunuh lainnya yang dikirim dari Arab Saudi pada 2 Oktober.
Ahli forensik dari kepolisian Turki memeriksa atap kediaman Konsul Jenderal Arab Saudi, Mohammad al-Otaibi, di Istanbul, Turki, 17 Oktober 2018. Jamal Khashoggi dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintah Arab Saudi. REUTERS/Osman Orsal
Kerajaan Saudi mengatakan para tersangka pembunuh Jamal Khashoggi akan diadili di Arab Saudi, dan menolak permintaan Turki agar mereka diekstradisi ke Turki.
Turki menuntut agar 18 tersangka Saudi diserahkan ke kejaksaan Turki yang menyelidiki pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober.
Para tersangka terdiri dari 15 orang yang diklaim oleh Turki telah diterbangkan beberapa jam sebelum pembunuhan Khashoggi dan pergi pada hari yang sama.
Namun Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, mengatakan penyelidikan akan memakan waktu dan mengecam apa yang dia sebut histeria media atas kematian Khashoggi.
"Saya pikir orang-orang telah menyalahkan Arab Saudi dengan tuduhan seperti itu sebelum penyelidikan selesai," katanya.
"Kami mencoba mengungkap apa yang terjadi. Kami tahu bahwa kesalahan telah dilakukan. Kami tahu bahwa orang-orang melampaui otoritas mereka dan kami tahu bahwa kami sedang menginvestigasi mereka," tambahnya.
Salah satu tersangka pembunuh dalam kasus tewasnya kolumnis Washington Post Jamal Khashoggy adalah dokter Salah al-Tubaigy. Dia pernah belajar di Victorian Institute of Forensic Medicine di Melbourne pada Juni 2015. ABC Net
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negaranya memiliki lebih banyak informasi daripada yang telah dibagikan sejauh ini tentang pembunuhan Khashoggi, yang telah merusak hubungan Arab Saudi dengan negara Barat.
Dia menuntut bahwa kerajaan Saudi mengungkapkan identitas kolaborator lokal yang sebelumnya dikatakan oleh pejabat Saudi telah mengambil tubuh Khashoggi dari agen Saudi.
Jaksa penuntut umum Saudi mengatakan pada hari Kamis bahwa pembunuhan itu direncanakan, bertentangan dengan klaim kerajaan sebelumnya bahwa ia meninggal secara tidak sengaja selama pergumulan di konsulat.
Para pejabat Saudi awalnya membantah terlibat atas hilangnya Khashoggi setelah dia memasuki konsulat.
Kolumnis Washington Post tersebut mengunjungi konsulat untuk mendapatkan dokumen perceraian agar bisa menikahi tunangannya warga negara Turki.
Penjelasan kerajaan Saudi yang berubah-ubah tentang pembunuhan Khashoggi telah menimbulkan skeptisisme di negara Barat dan banyak yang menduga bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman terlibat.
Khashoggi adalah seorang kritikus terkemuka dari pangeran dan mantan kepala MI6 mengatakan bukti menunjukkan keterlibatannya.
15 anggota tim pembunuh jurnalis kawakan Arab Saudi, Jamal Khashoggi.[DAILY SABAH]
Arab Saudi mengatakan 18 orang telah ditangkap dan lima pejabat senior pemerintah telah dipecat sebagai bagian dari penyelidikan.
"Saya juga memberi tahu putra mahkota. Anda tahu bagaimana membuat orang berbicara. Apa pun yang terjadi antara 18 orang ini, skandal lihai ini ada di seputaran mereka. Jika Anda bertekad untuk menghapus kecurigaan, maka titik kunci dari kerja sama kami adalah 18 orang ini," kata Presiden Turki, Erdogan, yang mengatakan dia telah berbicara dengan Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman, merujuk 18 tersangka pembunuhan Jamal Khashoggi.
3 Negara Sanksi Arab Saudi karena Kematian Jamal Khashoggi
Reporter:
Tempo.co
Editor:
Suci Sekarwati
Minggu, 28 Oktober 2018 16:05 WIB
Jamal Khashoggi, 59 tahun, wartawan asal Arab Saudi, hilang di kantor konsulat jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki. Sumber : AP/trtworld.com
TEMPO.CO, Jakarta - Pengakuan Kerajaan Arab Saudi terhadap kasus pembunuhan wartawan, Jamal Khashoggi, 59 tahun, menuai kecaman dunia internasional. Sejumlah negara pun siap menjatuhkan sanksi kepada Arab Saudi.
Khashoggi adalah wartawan senior warga negara Arab Saudi yang dikenal kritis terhadap kebijakan-kebijakan Kerajaan Arab Saudi. Sejak 2017, dia mengasingkan diri ke Virginia, Amerika Serikat menggunakna green card dan rutin menulis kolom di surat kabar Washington Post. Berikut tiga negara yang sudah menyatakan menjatuhkan sanksi kepada Arab Saudi terkait pembunuhan Khashoggi.
Pada akhir pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengatakan Washington telah mencabut visa 21 individu berkewarganegaraan Arab Saudi atau membuat mereka tak berkompeten mendapatkan visa Amerika Serikat. Amerika serikat telah mengidentifikasi beberapa individu yang diduga terlibat dalam pembunuhan Khashoggi, diantaranya anggota intelijen, Pengadilan Kerajaan Arab Saudi, Kementerian Luar Negeri dan beberapa menteri di Kerajaan Arab Saudi.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, pada Sabtu, 27, 2018, berjanji akan menghentikan ekspor senjata ke Kerajaan Arab Saudi hingga misteri pembunuhan terhadap Khashoggi menemukan titik terang.
3.Prancis
Prancis telah menyatakan kesiapannya menjatuhkan sanksi kepada Arab Saudi melalui Uni Eropa. Sanksi kemungkinan berupa evaluasi kebijakan Uni Eropa soal penjualan senjata ke Arab Saudi. Gagasan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, ini disetujui oleh Kanselir Merkel.
“Kami setuju bahwa ketika kami mendapat informasi yang lebih jelas, kami akan terus melanjutkannya (sanksi). Kami tahu siapa dalang dibalik semua ini dan kami akan berusaha menemukan kesatuan solusi atau reaksi dari seluruh anggota Uni Eropa untuk memperlihatkan bahwa kami bisa bernegosiasi pada nilai-nilai dasar,” kata Merkel, terkait sus kematian Khashoggi.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur CIA Gina Haspel mengunjungi Turki untuk membantu menyelidiki kematian Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul.
Calon direktur CIA, Gina Haspel, meninggalkan kantor senator Dianne, D-Calif., usai menghadiri pertemuan di Capitol Hill, Washington, Senin 7 Mei 2018. [AP]
Jamal Khashoggi, yang tinggal di Washington, menghilang setelah memasuki konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober untuk mendapatkan dokumen perceraian untuk menikahi tunangannya warga Turki, dilaporkan Reuters, 23 Oktober 2018.
Sebelumnya pada 22 Oktober, Presiden AS Donald Trump mengatakan dia masih belum puas dengan pernyataan Arab Saudi tentang pembunuhan Khashoggi.
Arab Saudi mengatakan pada 20 Oktober bahwa Khashoggi, 59 tahun, tewas dalam perkelahian di konsulat. Seorang pejabat Saudi kemudian mengatakan kepada Reuters bahwa 15 warga Saudi dikirim ke Turki untuk membawa Khashoggi dengan dibius dan diculik, kemudian membunuhnya ketika Khashoggi menolak.
Ahli forensik dari kepolisian Turki tiba di Konsulat Jenderal Arab Saudi untuk melakukan olah TKP di Istanbul, Turki, 17
Oktober 2018. Rekaman tersebut menunjukkan Jamal Khashoggi ditangkap lalu diinterogasi sejumlah petugas Arab Saudi.
REUTERS/Huseyin Aldemir
Kasus Jamal Khashoggi telah menyebabkan kemarahan internasional dan mengancam hubungan politik Arab Saudi dengan negara Barat.
Tiga minggu setelah Khashoggi menghilang, badan keamanan AS dan Eropa belum memiliki informasi yang jelas tentang apa yang terjadi di konsulat Saudi.
Para pejabat Turki mencurigai Khashoggi, seorang kolumnis Washington Post, tewas di dalam konsulat pada 2 Oktober oleh tim agen Saudi dan tubuhnya dimutilasi.
Wartawan Arab Saudi, Jamal Khashoggi (lingkar merah), saat tiba di Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober
2018. Jurnalis pengkritik, Jamal Khashoggi, diduga tewas di dalam Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul Turki. Courtesy TRT
World/Handout via Reuters
Para pejabat keamanan Barat, yang enggan diungkap identitasnya, mengatakan mereka belum memiliki gambaran lengkap apa yang terjadi di konsulat. Mereka tidak tahu bagaimana dia meninggal dan di mana tubuhnya.
Meksipun Turki mengklaim memiliki rekaman audio yang merekam detik-detik penyiksaan dan pembunuhan Khashoggi, baik pemerintah AS maupun sekutu tidak diberi rekaman pejabat tersebut.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, dua dari kiri, melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri RI,
Retno Marsudi, Selasa, 23 Oktober 2018 di kantor Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Pekan lalu Trump mengatakan bahwa Pangeran Mohammed bin Salman membantah mengetahui hilangnya Khashoggi.
"Sulit untuk mengatakan MBS tidak tahu tentang ini," kata sumber keamanan Barat kepada Reuters.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir mengatakan saat konferensi pers di Jakarta, seperti dilaporkan dari Arabnews, bahwa kerajaan Saudi berkomitmen untuk menggelar "penyelidikan komprehensif" atas pembunuhan Jamal Khashoggi di Turki.
Arab Saudi telah mengirim tim ke Turki dan semua yang bertanggung jawab atas kematian Jamal Khashoggi akan ditahan.
"Sulit untuk mengatakan MBS tidak tahu tentang ini," kata sumber keamanan Barat kepada Reuters.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al-Jubeir mengatakan saat konferensi pers di Jakarta, seperti dilaporkan dari Arabnews, bahwa kerajaan Saudi berkomitmen untuk menggelar "penyelidikan komprehensif" atas pembunuhan Jamal Khashoggi di Turki.
Arab Saudi telah mengirim tim ke Turki dan semua yang bertanggung jawab atas kematian Jamal Khashoggi akan ditahan.
Rajin Mengkritik Pangeran Saudi, Jurnalis Lenyap di Turki
Kamis, 04 Oktober 2018 – 21:51 WIB
jpnn.com, ISTANBUL - Jamal Khashoggi, seorang jurnalis berkebangsaan Arab Saudi hilang di Istanbul, Turki. Pria yang kerab mengkritik Pangeran Muhammad bin Salman itu terakhir kali terlihat mengunjungi kantor perwakilan Saudi.
Dilansir dari Al Jazeera, Kamis (4/10), Khashoggi hilang sekitar pukul 1 siang pada Selasa lalu. Ketika itu dia mendatangi kantor konsulat untuk kepentingan mengurus surat-surat.
"Menurut informasi yang kami miliki, orang ini yang merupakan warga negara Saudi yang masih di konsulat seperti sekarang," kata Juru Bicara Kepresidenan Turki Ibrahim Kalin.
Dia juga mengatakan, Turki telah melakukan kontak dengan pejabat Saudi dan dia berharap masalahnya segera diselesaikan. Sebaliknya, seorang pejabat Saudi yang dikutip oleh kantor berita Reuters mengatakan, Khashoggi tidak berada di konsulat.
"Khashoggi mengunjungi konsulat untuk meminta dokumen yang berhubungan dengan status perkawinannya dan langsung keluar," kata pejabat itu.
Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, mereka akan memantau dan mencari informasi tentang hilangnya Khashoggi. Ia merupakan pria yang hidup dalam pengasingan diri di Amerika Serikat dan merupakan kolumnis terkemuka untuk Washington Post.
Khashoggi telah lama mengritik program reformasi Pemerintah Saudi di bawah naungan Putra Mahkota Muhammad Bin Salman. Dia melarikan diri dari Arab Saudi pada bulan September tahun lalu di tengah maraknya persekusi terhadap para intelektual dan jurnalis kerajaan.
Dia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sudah tidak ada lagi ruang untuk berdebat di Arab Saudi. Sebab warga akan selalu ditangkap dan dipenjara karena mempertanyakan kebijakan pemerintah. (ina/JPC)
REPUBLIKA.CO.ID, Nama Salah Muhammad al-Tubaigy menjadi sorotan internasional setelah dikaitkan dengan hilangnya jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi. Dalam rekaman yang beredar, ia disebut menjadi sosok penting pelaku mutilasi Khashoggi.
Sumber Middle East Eye yang mendengar rekaman itu mengatakan, al-Tubaigy melakukan aksi kejinya sambil mendengarkan musik memakai earphone. Ia pun meminta teman-temannya yang lain untuk melakukan hal sama.
Foto: Instagram/@jkhashoggi
"Ketika saya melakukan pekerjaan ini, saya mendengarkan musik, kalian harus melakukannya juga," ujar Tubaigy yang melakukan aksinya itu di gedung Konsulat Saudi.
Rekaman itu belum bisa terkonfirmasi kebenarannya. Namun Pejabat Saudi telah berulangkali membantah ada pembunuhan di gedung konsulat.
Sumber Turki mengatakan kepada New York Times bahwa Tubaigy dilengkapi dengan alat gergaji tulang saat menjalan aksinya. Ia terdaftar sebagai Presiden Perhimpunan Patologi Forensik Saudi. Ia juga anggota dari Asosiasi Forensik Patologi Saudi.
Pada 2014, surat kabar Saudi berbasis di London, Asharag al-Awsatmewawancarai Tubaigy tentang 'klinik berjalan' yang memungkinkan koroner bisa melakukan autopsi dalam waktu tujuh menit untuk mengetahui penyebab kematian jamaah haji.
Surat kabar itu menyebut, 'klinik berjalan' itu didesain oleh Tubaigy dan bisa dipakai untuk alasan keamanan.
Tubaigy (47 tahun), juga merupakan profesor di bidang barang bukti kejahatan di Universitas Naif Arab di Bidang Ilmu Keamanan. Ia memimpin kelas master untuk mengidentifikasi tulang lewat analisis DNA.
ABC News melaporkan, Tubaigy juga mendapat pelatihan di Victorian Institute of Forensic Medicine di Melbourne pada 2015 atas sponsor dari Pemerintah Saudi.
Al-Tubaigy kini disebut menjabat sebagai kepala forensik di departemen keamanan publik Saudi. Ia merupakan satu dari 15 personel Saudi yang tiba di Ankara bersamaan dengan hilangnya Khashoggi. Tubaigy datang ke Turki menggunakan pesawat jet pribadi.
Belum ada konfirmasi resmi dari Tubaigy ihwal tudingan ini. Wartawan Washington Post mencoba untuk menghubunginya tetapi belum ada jawaban.
Sementara, Media Yeni Safak dalam laporannya pada Rabu (17/10), juga mengutip rekaman audio dari pembunuhan Khashoggi. Menurut media itu, kolumnis Washington Post tersebut disiksa sebelum kematiannya.
Surat kabar itu mengatakan, suara Konsul Jenderal Saudi Mohammed al-Otaibi terdengar di rekaman tersebut. Ia menyuruh pelaku yang diduga menyiksa Khashoggi untuk tidak melakukan tindakannya di gedung konsulat. "Lakukan ini di luar, Anda akan membuat saya mendapat masalah," ujarnya.
Salah satu warga Saudi yang diduga menyiksa Khashoggi menjawab perintah al-Otaibi dengan ancaman. "Diam jika Anda ingin hidup ketika Anda kembali ke Saudi (Saudi)," katanya. Otaibi membantah mengetahui tentang pembunuhan tersebut. Ia pun telah balik ke Riyadh.
Otoritas Turki sejak awal telah meyakini Khashoggi dibunuh di dalam Konsulat Saudi di Istanbul. Khashoggi tak lagi terlihat setelah memasuki gedung konsulat pada 2 Oktober. Tunangan Khashoggi telah menunggu lebih dari tiga jam di luar gedung konsulat. Namun, Khashoggi tak kunjung keluar.
Tak hanya itu, otoritas Turki pun mengaku memiliki bukti rekaman yang menunjukkan Khashoggi dibunuh. Bocoran rekaman inilah yang kemudian satu per satu disampaikan ke media.
Pada Selasa (16/10), tim penyidik Turki mulai melakukan penggeledahan dan menyisir Konsulat Saudi di Istanbul. Polisi yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, petugas berhasil menemukan bukti di dalam konsulat. Ia tak menjelaskan secara detail bukti yang dimaksud.
Namun, Presiden Turki Recey Tayyip Erdogan mengungkapkan, sejumlah material di dalam konsulat terlihat sudah dicat ulang. Petugas juga menemukan bukti material beracun. "Harapan saya kita akan mendapatkan kesimpulan yang mengarahkan kita ke pendapat masuk akal sesegera mungkin. Karena, investigasi ini mencari berbagai macam hal seperti material beracun dan ada material yang telah dihilangkan dengan cara mengecatnya," ujar Erdogan seperti dilansir the Guardian.
jpnn.com - Media Turki terus memunculkan spekulasi terkait hilangnya Jamal Khashoggi. Jika semula dikabarkan bahwa pria 59 tahun itu dibunuh lantas dimutilasi, kini tersiar kabar bahwa jenazahnya dilenyapkan dengan larutan asam.
Adalah Turan Kislakci, seorang teman Khashoggi, yang memunculkan dugaan itu. Kislakci yang merupakan ketua Asosiasi Media Arab-Turki itu mengatakan bahwa jenazah Khashoggi tidak akan bisa ditemukan. Sebab, larutan asam telah melenyapkannya.
"Polisi dan Badan Intelijen Nasional Turki kini tengah menyelidiki klaim itu," tulis Sevilay Yilman, jurnalis Haberturk.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menepati janjinya. Kemarin, Senin (15/10), dia berbincang via telepon dengan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud. Mereka membahas Jamal Khashoggi dan misteri raibnya sang kolumnis Washington Post itu.
"Baru saja bercakap-cakap dengan Raja Saudi yang mengaku tidak tahu apa pun soal nasib warga Saudi itu," cuit Trump sebagaimana dilansir Associated Press.
Tapi, menurut dia, Saudi bekerja sama dengan Turki untuk menguak tabir yang menyelimuti Khashoggi sejak 2 Oktober lalu.
Dalam waktu dekat, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertolak ke Saudi. Trump memerintah tokoh 54 tahun itu menemui para petinggi Saudi dan membahas langsung kasus yang menarik perhatian masyarakat global tersebut.
Tapi, Pompeo juga mungkin mengusung agenda lain. Yakni, kesepakatan jual beli senjata dua negara