Kamis, 31 Januari 2019

Pertempuran Malaya: Akhiri Penjajahan Belanda di Indonesia ; Penguasaan Inggris atas Singapura baru berakhir pada 1942





31 Januari 1942

Sejarah Pertempuran Malaya: Akhiri Penjajahan Belanda di Indonesia




Oleh: Iswara N Raditya - 31 Januari 2019
Dibaca Normal 3 menit

Kekalahan Sekutu di Malaya pada awal 1942 menjadi pintu masuk bagi Jepang ke Indonesia.
Ilustrasi Pertempuran Malaya. tirto.id/Deadnauval
Ilustrasi Pertempuran Malaya. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Siapa bilang orang-orang Malaysia dan Singapura sama sekali tidak pernah berperang untuk mempertahankan tanah air mereka dari serbuan bangsa asing? Sejarah mencatat, mereka sempat melakukannya pada awal 1942 meski sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia.

Saat Jepang tiba, sebagian rakyat Indonesia justru menyambut gembira. Dai Nippon memperkenalkan diri sebagai saudara tua sebagai sesama bangsa Asia. Rakyat Indonesia pun berharap Jepang menjadi juru selamat yang akan mengusir Belanda.

Sebaliknya, bagi orang-orang negeri tetangga, kehadiran Jepang berarti petaka. Mereka pun mengangkat senjata. Pertempuran Malaya pecah—perang yang akhirnya memungkasi kekuasaan Belanda di Indonesia dan menghadirkan penjajahan baru oleh Jepang.

Jepang Mengincar Asia Tenggara

Minggu pagi 7 Desember 1941, Jepang menghancurkan pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Hanya sehari berselang, pasukan Dai Nippon sudah mencapai Asia Tenggara. Pertama di Thailand, lalu menuju Semenanjung Malaya.

Misi Jepang tentu saja untuk merebut wilayah-wilayah jajahan Sekutu, terutama Britania Raya atau Inggris yang menguasai Malaysia dan Singapura. Dai Nippon juga mengincar Indonesia yang sudah sekian lama diduduki Belanda, negara yang berpihak kepada Sekutu.


Jepang memang tak main-main dalam menghadapi Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Lebih dari 500 unit pesawat tempur, ditambah tidak kurang dari 200 unit tank dan peralatan perang mutakhir lainnya, serta puluhan ribu serdadu, dipersiapkan untuk mewujudkan ambisi menguasai Asia. Jepang menyasar pula negeri-negeri di timur jauh alias Asia Tenggara.

Di sisi lain, Inggris, ikon Sekutu di Asia Tenggara, rupanya menganggap enteng ancaman Jepang. Laporan dari Malaya terkait pergerakan Jepang yang mulai menancapkan pengaruh di kawasan Indocina tidak direspons dengan cepat oleh London.

Dikisahkan David McIntyre dalam The Rise and Fall of the Singapore Naval Base 1919-1942 (1979), pada 1937 dilaporkan bahwa Jepang sudah membangun pangkalan militer di Siam (Thailand). Namun, permintaan bantuan senjata, tentara, dan dana untuk perang untuk Malaka malah diabaikan (hlm. 135).

Pada 1940, pergerakan Jepang kian kentara. Letnan Jenderal Lionel Bond, komandan pasukan Inggris di Malaya, mendesak bantuan Sekutu. Paling tidak, menurut Bond, pihaknya membutuhkan 300-500 unit pesawat tempur untuk menghadapi Jepang yang berkekuatan tak kalah besar. Tapi, lagi-lagi permintaan ini tidak pernah terpenuhi.


Akibatnya fatal bagi Inggris. Pertengahan Desember 1941, tentara Jepang mulai memasuki area kekuasaan Inggris di Malaya. Mereka mendarat di pantai barat dekat Sarawak.

Kedigdayaan Jepang di Malaya

Britania Raya dan Amerika Serikat yang merupakan kekuatan utama Sekutu tidak pernah memprioritaskan Asia Tenggara. Mereka sudah cukup kewalahan menghadapi Jerman dan Italia di Eropa sehingga permintaan dari Malaya tidak segera ditindaklanjuti secara serius.

Mau tidak mau, pemerintahan Inggris di Malaya untuk sementara harus berusaha sendiri untuk mempertahankan diri. Bantuan dari Sekutu akan datang jika situasi memang sudah benar-benar gawat, dan itu tidak bisa diandalkan mengingat tekanan Jepang semakin kuat.

Di sisi lain, Jepang memang sudah bersiap bergerak setelah berhasil menaklukkan Thailand, Birma (Myanmar), hingga Filipina. Sebelum menyerang, Jepang menyusupkan intelijennya ke Malaya. Menurut Joyce C. Lebra dalm Japanese Trained Armies in South-East Asia (1971), intel Jepang yang disebarkan ini terutama untuk berhubungan dengan kelompok lokal yang menghendaki kemerdekaan dari Inggris (hlm. 23).

Serangan pertama Dai Nippon terhadap Malaya dimulai pada 8 Desember 1941. Di bawah komando Letnan Jenderal Tomoyuki Yamashita, Jepang menghancurkan pangkalan militer Inggris dan Australia di pantai utara dan timur Malaya (Kelantan) melalui laut.

Selain itu, sebagaimana dipaparkan Joseph Kennedy dalam British Civilians and the Japanese War in Malaya and Singapore 1941-1945 (1987), Jepang juga menggerakkan pasukan infanteri ke pantai barat Malaya yang masuk melalui perbatasan Thailand. Ribuan serdadu Jepang dengan mudah memenangkan pertempuran karena dilindungi puluhan pesawat tempur dari udara (hlm. 7).

Sekutu sebenarnya telah mengirimkan bala bantuan, namun terlambat dan berhasil dihancurkan Jepang. Di Malaya sendiri, pasukan Sekutu yang merupakan gabungan pasukan Inggris, Australia, Melayu, dan serdadu kiriman dari India, semakin kewalahan menghadapi gempuran-gempuran masif yang terus-menerus dilancarkan Dai Nippon.

Memang ada kalangan yang menginginkan merdeka dari Inggris, namun tidak sedikit pula warga lokal yang turut melawan Jepang. Pemerintah Inggris di Malaya punya kesatuan militer yang berisikan orang-orang pribumi, yakni Resimen Melayu, yang dibentuk sejak 1933.


Infografik Mozaik Pertempuran Malaya

Jepang Menang, Belanda Hengkang

Pada 10 Desember 1941, dua kapal perang Inggris ditenggelamkan pesawat-pesawat tempur Jepang. Empat hari berselang, pasukan Jepang sudah mencapai Johor dan terlibat pertempuran sengit melawan tentara Sekutu.

Lionel Wigmore dalam The Japanese Thrust (1957) menyebutkan, Jepang memang kehilangan 600 orang serta 9 unit tank dalam perang ini. Namun, serangan balasan membuat pihak Sekutu dan Malaya menderita kerugian yang lebih besar: tidak kurang dari 3.000 orang menjadi korban, baik tewas maupun luka-luka.

Sepanjang awal 1942, menurut J. Tomaru dalam The Postwar Rapprochement of Malaya and Japan 1945-61: The Roles of Britain and Japan in South-East Asia (2000), agresi militer Jepang di Malaya kian gencar dan nyaris tak pernah berhenti. Kuala Lumpur pun jatuh ke tangan Dai Nippon pada 31 Januari 1942 (hlm. 35).

Setelah Kuala Lumpur yang menjadi pusat ekonomi Malaya beralih tangan, pasukan Sekutu masih berupaya melawan meskipun semakin terdesak. Frank Morgan dalam Reflections of Twelve Decades (2012: 142) menuliskan, pasukan Sekutu akhirnya mundur ke Singapura pada 31 Januari 1942, tepat hari ini 77 tahun lalu.


Berlindung di Singapura justru menjadi akhir perlawanan pasukan gabungan Sekutu. Hanya butuh waktu setengah sebulan bagi Jepang untuk mengambil alih negeri singa. Pada 15 Februari 1942, Dai Nippon menduduki Singapura. Pada periode yang sama, tentara Jepang mulai memasuki wilayah Indonesia dari perbatasan Malaysia di Borneo.

Hingga akhirnya, 8 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dalam perundingan di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat. Inilah akhir penjajahan Belanda sekaligus mengawali era pendudukan Jepang di Indonesia.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 31 Januari 2018 dengan judul "Pertempuran Malaya Mengakhiri Penjajahan Belanda di Indonesia". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya
(tirto.id - Humaniora)


Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Ivan Aulia Ahsan
sumber: https://tirto.id/sejarah-pertempuran-malaya-akhiri-penjajahan-belanda-di-indonesia-cD4v





Wilayah Singapura pernah dikuasai Sriwijaya dan Majapahit.


Pengibaran bendera menggunakan helikopter dilakukan saat peringatan hari kemerdekaan Singapura. Getty Images/iStock Editorial
Pengibaran bendera menggunakan helikopter dilakukan saat peringatan hari kemerdekaan Singapura. Getty Images/iStock Editorial


tirto.id - Tempat di mana negara Singapura berdiri awalnya dikenal dengan nama Pu-Lo-Chung. Fa-Hsien, seorang pengembara dari Cina, pernah menyambangi kawasan ini pada awal abad ke-3 (Graham Saunders, A History of Brunei, 2013:14). Istilah Pu-Lo-Chung nantinya kerap disamakan dengan Pulau Ujung karena Singapura terletak di ujung selatan Semenanjung Malaya.

Pada abad ke-11, berdiri suatu pemerintahan di Pu-Lo-Chung. Sulalatus Salatin menyebut bahwa kerajaan itu didirikan oleh Sang Nila Utama pada 1299 di daerah yang bernama Tumasik (Jean E. Abshire, The History of Singapore, 2011:19). Sang Nila Utama diyakini adalah seorang pangeran dari Kerajaan Sriwijaya.

Bergantian Menjamah Tumasik

Kala itu, Tumasik termasuk wilayah taklukan Sriwijaya yang pernah berpusat di Palembang. Tapi, serangan dari Kerajaan Chola (India), membuat Sriwijaya tercerai-berai. Nah, Pangeran Sang Nila Utama melarikan diri ke Tumasik dan menjadi raja kecil di sana dengan gelar Sri Tri Buana.

Tumasik jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit pada masa raja kedua, yakni Sri Prikama Wira yang berkuasa pada 1357 hingga 1362 (John N. Miksic, Archaeological Research on the Forbidden Hill of Singapore, 1985). Nama Tumasik juga disebut dalam Kitab Negarakertagama sebagai wilayah taklukan Majapahit pada era Raja Hayam Wuruk atas Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gadjah Mada.


Baca Juga:

Wilayah Tumasik sempat terlepas dari kendali Majapahit yang kala itu sedang mengalami polemik internal. Situasi ini dimanfaatkan betul oleh Kerajaan Ayutthaya dari Siam (Thailand) yang kemudian menjadi pemilik baru Tumasik. Namun, Majapahit berhasil merebutnya kembali pada sekitar tahun 1390 (Nicholas Tarling, ed., The Cambridge History of Southeast Asia, 1999:175).

Pecahnya perang saudara (Perang Paregreg) pada 1405 melemahkan Majapahit sepeninggal Hayam Wuruk. Di tahun yang sama, muncul kekuatan baru di Semenanjung Malaya dengan berdirinya Kesultanan Malaka yang lantas mengambil-alih wilayah Tumasik (Didier Millet, ed., Singapore at Random, 2011:120). Majapahit yang sedang menuju keruntuhan tidak mampu berbuat apa-apa.

Pada 1551, kekuasaan Kesultanan Malaka runtuh akibat serangan Portugis. Sebelum itu, sudah berdiri sebuah kesultanan baru di Johor oleh pangeran Malaka bernama Alauddin Syah. Sebagai pewaris Malaka, Kesultanan Johor mengklaim kepemilikan atas Tumasik (Ahmad Jelani Halimi, Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu, 2008).

Namun, Kesultanan Johor harus berhadapan dengan Portugis dan terlibat polemik dalam waktu yang cukup lama. Puncaknya adalah ketika orang-orang Portugis membakar permukiman penduduk yang berada di tepi sungai utama di Tumasik. Peristiwa yang terjadi pada 1613 ini membuat Tumasik luluh-lantak dan mulai diabaikan.

Lama di Bawah Pengaruh Inggris

Tumasik yang dulunya kerap menjadi rebutan kerajaan-kerajaan besar sudah tidak menarik lagi setelah insiden pembakaran oleh Portugis pada 1613. Tempat ini berubah menjadi sarang penyamun dan sering terjadi perkelahian antar perompak yang berebut harta rampasan (Victor Pursell, Orang-orang Cina di Tanah Melayu, 1997:76). Nama Tumasik pun berangsur-angsur dilupakan.

Hingga akhirnya, datanglah orang-orang dari East Indian Company (EIC) dari Britania (Inggris) yang dipimpin Thomas Stamford Raffles pada 28 Januari 1819 (Brenda S.A. Yeoh, Contesting Space in Colonial Singapore, 2003). EIC sedang mencari tempat strategis di Selat Malaka untuk menandingi dominasi Belanda yang telah menguasai negeri seberang.

Ketika Raffles tiba, wilayah bekas Tumasik hanya dihuni oleh satu keluarga temenggung dari Johor, bersama 150 nelayan yang terdiri dari 120 orang Melayu dan 30 orang Cina (W. Bartley, Population in Singapore in 1819, 1933:177). Raffles membayar temenggung ini dengan sejumlah uang agar diizinkan membangun pos dagang di Tumasik dan mendapatkan hak monopoli.

Tak hanya itu, sebagai upaya untuk mengamankan wilayah itu dari ancaman Belanda, Raffles menjalin perjanjian dengan pewaris Kesultanan Johor dan membantunya merebut tahta. Pada 9 November 1824, kesepakatan antara EIC dan Johor diperbaharui dan sejak saat itu, Tumasik resmi menjadi milik Inggris (Pursell, 1997:76). 

Sebagai imbalan, diberikan uang tunjangan tiap tahun dalam jumlah yang cukup besar kepada penguasa baru Johor itu. EIC atas nama Kerajaan Britania juga mengangkatnya sebagai pemimpin boneka di wilayah yang kemudian beralih-rupa menjadi Singapura tersebut.


Baca Juga:


Di tahun 1824 itu pula, Inggris menggelar perundingan dengan Belanda (Perjanjian London). Disepakati bahwa Kepulauan Melayu dibagi dua antara keduanya: kawasan utara termasuk Pulau Pinang, Melaka, dan Singapura di bawah pengaruh Inggris, sementara Belanda menguasai kawasan selatan (M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2008:315).

Bekas wilayah Tumasik atau yang kemudian lebih dikenal dengan nama Singapura berkembang pesat dan menjadi kota modern di bawah pengelolaan EIC yang bertanggungjawab kepada Kerajaan Britania Raya. Peran Singapura sebagai kawasan strategis Inggris untuk zona Asia Tenggara pun semakin besar.

Pada 1926, Singapura termasuk dalam wilayah administratif bernama Straits Settlements atau Negeri-Negeri Selat bersama Penang dan Melaka (John Funston, Government & Politics in Southeast Asia, 2001:291). Ketiga negeri ini termasuk wilayah jajahan Britania.

infografik sejarah singapura



Penguasaan Inggris atas Singapura baru berakhir pada 1942, seiring kemenangan Jepang pada 15 Februari 1942. Wilayah Singapura pun diserahkan kepada Dai Nippon yang segera mengubah namanya menjadi Shonanto. Namun, Jepang hanya sebentar menguasai Singapura. Tanggal 12 September 1945, Singapura diserahkan kembali kepada Inggris lantaran Jepang yang gantian kalah dalam rangkaian Perang Dunia Kedua itu.

Tahun 1955, diadakan pemilihan umum pertama di Singapura atas izin pemerintah Britania Raya yang dimenangkan oleh tokoh pro-kemerdekaan, David Saul Marshall. Marshall kemudian meminta kemerdekaan secara penuh dari Britania dengan menghadap langsung ke London, namun permintaan itu ditolak (Kevin Tan, Marshall of Singapore: A Biography, 2008).

Kegagalan tersebut membuat David Saul Marshall terpaksa mengundurkan diri dan digantikan oleh Lim Yew Hock. Kerajaan Britania akhirnya memberikan otonomi atau hak pemerintahan internal kepada Singapura dengan dipimpin oleh seorang perdana menteri.

Pemerintahan otonomi di Singapura tidak berjalan optimal karena Britania terkesan mengabaikan negara taklukannya itu. Hingga akhirnya, Singapura memutuskan lepas dari Inggris dan bergabung dengan Federasi Malaysia sejak 31 Agustus 1963.

Belum setahun bergabung dengan Federasi Malaysia, kerusuhan antar etnis sering melanda Singapura. Parlemen Malaysia pun bersidang untuk memutuskan masa depan negeri yang terletak di sisi barat laut Borneo itu: dipertahankan atau disingkirkan.


Baca Juga:


Hasil sidang menetapkan seluruh anggota dewan sepakat untuk mendepak Singapura. Tidak ada pilihan bagi negeri singa selain memulai hidup mandiri. Tanggal 9 Agustus 1965, Singapura resmi berdaulat dan merupakan satu-satunya negara yang merdeka bukan atas keinginan sendiri. 

Kini, si anak terbuang bernama Singapura itu justru tampil sebagai salah satu negara paling makmur di dunia. Ia melebihi saudara-saudara tuanya di kawasan Asia Tenggara yang beberapa di antaranya memiliki wilayah jauh yang lebih besar tapi seolah tanpa daya dalam bidang ekonomi maupun politik.

Baca juga artikel terkait SINGAPURA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya
(tirto.id - Humaniora

Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Maulida Sri Handayani

Minggu, 27 Januari 2019

AHOOK = BTP; Menjadi Sosok Yang Baru; Buni Yani: Diteror dan Kehilangan Pekerjaan Sejak Kasus Ahok



Kamis, 24 Januari 2019 | 10:11 WIB
Saya mohon maaf dan saya keluar dari sini dengan harapan, panggil saya BTP, bukan Ahok. Saya di sini belajar menguasai diri seumur hidup saya,”
~Basuki Tjahaja Purnama~
Lewat surat yang fotonya diunggah di akun twitter @basuki_btp

 

HARAPAN itu disampaikan Basuki Tjahaja Purnama dalam surat yang dia tulis tujuh hari menjelang kebebasannya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berharap dipanggil BTP karena ingin menjadi sosok yang baru setelah belajar menguasai diri selama menjalani hukuman pidana.
Pria yang sebelumnya akrab disapa Ahok itu telah menjalani vonis dua tahun penjara dan bebas pada Kamis (24/1/2019). Vonis itu dia dapatkan karena dinyatakan terbukti melakukan penodaan agama.
Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara.
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara.
Selama menjalani masa hukuman, Ahok tidak mengajukan banding, menolak menggunakan peluang pembebasan bersyarat, dan tidak mengambil hak cuti. Namun, ia mengajukan upaya pengajuan kembali (PK) yang kemudian ditolak lewat putusan PK Mahkamah Agung (MA).
Selama menjalani hukuman, Ahok mendapatkan potongan masa hukuman dari tiga kali remisi. JEO ini merunut ulang perjalanan kasus yang menjerat Ahok hingga menjelang dia kembali menghirup udara bebas.

AWAL PERKARA


PADA 16 November 2016, Ahok ditetapkan menjadi tersangka dugaan penodaan agama. Pidatonya saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016, jadi pangkal persoalan.
Dalam salah satu pernyataannya di situ, Ahok mendebat pemahaman tentang salah satu ayat Al Quran. Pernyataan itu diartikan sebagai penghinaan. Sejumlah organisasi masyarakat melaporkannya ke Polda Metro Jaya dan Bareskrim Mabes Polri.
Pada 7 November 2016, polisi meminta keterangan Ahok terkait perkara ini untuk pertama kali. Diperiksa selama 22 jam, dia mendapatkan 22 pertanyaan. Bareskrim juga melakukan gelar perkara terbuka, termasuk  memanggil sejumlah saksi ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama.
Suasana gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama digelar di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11/2016). Polri mengundang pihak pelapor dan terlapor serta menghadirkan sejumlah saksi ahli dari kedua belah pihak dan juga saksi yang dihadirkan pihak kepolisian.
 *** Local Caption *** Suasana gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) digelar di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11). Polri mengundang pihak pelapor dan terlapor dan menghadirkan sejumlah saksi ahli dari kedua belah pihak.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Suasana gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama digelar di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11/2016). Polri mengundang pihak pelapor dan terlapor serta menghadirkan sejumlah saksi ahli dari kedua belah pihak dan juga saksi yang dihadirkan pihak kepolisian. *** Local Caption *** Suasana gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) digelar di gedung Rupatama, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/11). Polri mengundang pihak pelapor dan terlapor dan menghadirkan sejumlah saksi ahli dari kedua belah pihak.
Hasilnya, Ahok ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)  juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, Ahok tidak ditahan. Polisi menilai Ahok bersikap kooperatif. Sebelumnya, Ahok juga meminta maaf kepada umat Islam terkait pidato yang dipersoalkan tersebut. 
"Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam atau apa," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (10/10/2016).

Gelombang aksi

Perkara yang melibatkan gubernur aktif dan juga salah satu kandidat untuk pemilihan kepala deaerah (pilkada) periode berikutnya ini mengundang sejumlah aksi. 
Sebelum penetapan tersangka, beberapa organisasi kemasyarakatan dan keagamaan menggelar aksi unjuk rasa meminta Ahok diproses hukum. Salah satunya bertajuk Aksi Damai 411, karena digelar pada 4 November 2016. 
Aksi tersebut digelar di beberapa lokasi, seperti di Balai Kota DKI Jakarta, Istana Negara, Jalan Merdeka Barat, dan Jalan Merdeka Timur—yang semuanya ada di Jakarta Pusat. Sejumlah perwakilan menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla. 
Pertemuan dilakukan tertutup dengan dihadiri sejumlah pejabat negara seperti Menko Polhukam Wiranto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam pertemuan, Kalla meminta kepolisian mempercepat pengusutan dugaan kasus yang menjerat Ahok. 
Keputusan kepolisian yang tidak langsung menahan Ahok begitu dia ditetapkan sebagai tersangka juga kembali memicu unjuk rasa. Aksi 212—karena digelar pada 2 Desember 2016—melibatkan peserta yang membludak, melebihi aksi-aksi lain sebelumnya terkait perkara ini. 
Ribuan pengunjuk rasa bersiap untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat saat hujan turun pada Aksi 212 atau Doa Bersama pada 2 Desember 2016, di Jakarta, Jumat (2/12/2016). Selain mendoakan kesatuan Indonesia, massa juga mendesak pihak terkait agar segera menuntaskan kasus dugaan penistaan agama
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Ribuan pengunjuk rasa bersiap untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat saat hujan turun pada Aksi 212 atau Doa Bersama pada 2 Desember 2016, di Jakarta, Jumat (2/12/2016). Selain mendoakan kesatuan Indonesia, massa juga mendesak pihak terkait agar segera menuntaskan kasus dugaan penistaan agama
Berpusat di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Aksi 212 diisi dengan doa bersama, tausiyah, dan shalat Jumat berjamaah di lokasi aksi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyambangi aksi ini meski di tengah guyuran hujan dan mengapresiasi unjuk rasa yang berlangsung damai tersebut.
"Terima kasih atas doa dan zikir yang dipanjatkan bagi negara kita. Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Saya ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya karena seluruh jemaah hadir tertib dalam ketertiban sehingga acaranya bisa berjalan baik," kata Jokowi.

PERSIDANGAN

SIDANG perkara Ahok bergulir sebanyak 22 kali selama kurang lebih lima bulan, yaitu dari Desember 2016 sampai Mei 2017—saat vonis dijatuhkan. 
Sidang berlangsung setiap Selasa di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan. Selain tak pernah sepi pengunjung, sidang juga tak jarang berlangsung hingga dini hari.
Beberapa saksi ahli, saksi fakta, saksi memberatkan, dan saksi meringankan dihadirkan selama persidangan kasus ini, baik dari jaksa maupun dari pembela. 

Dakwaan

Sidang dakwaan digelar pada 13 Desember 2016. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara mengenakan Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama.
Setelah pembacaan dakwaan, Ahok langsung membacakan nota keberatan atau eksepsinya. Namun, eksepsinya ditolak majelis. 

Tuntutan

Sidang tuntutan digelar pada 20 April 2017. Ahok dituntut hukuman 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan. 
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berdiskusi dengan penasehat hukumnya, saat mengikuti sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Sidang lanjutan dengan agenda tuntutan tersebut ditunda hingga Kamis (20/4/2017) karena jaksa penuntut umum belum siap dengan surat tuntutan.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berdiskusi dengan penasehat hukumnya, saat mengikuti sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (11/4/2017). Sidang lanjutan dengan agenda tuntutan tersebut ditunda hingga Kamis (20/4/2017) karena jaksa penuntut umum belum siap dengan surat tuntutan.
Jaksa mengenakan Pasal 156 KUHP karena Ahok pernah mengeluarkan buku dengan judul Merubah Indonesia. Di dalam buku itu 
Di dalam buku tersebut termuat penjelasan bahwa yang dimaksud Ahok dengan "membohongi pakai Al Maidah ayat 51" yang menjadi pangkal perkara ini adalah para oknum elite politik.
"Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP. Oleh karena itu, terdakwa harus dijatuhi pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun," kata jaksa Ali Mukartono saat membacakan tuntutannya.
Menurut JPU, hal yang memberatkan tuntutan adalah Ahok dinilai menimbulkan keresahan dan kesalahpahaman di kalangan masyarakat.
Adapun pertimbangan yang meringankan adalah video unggahan Buni Yani. Menurut JPU, video tersebut telah menyebabkan kegaduhan karena tidak utuh hingga akhirnya menimbulkan reaksi masyarakat. 
Hal lain yang meringankan tuntutan yakni perilaku Ahok yang bersedia mengikuti proses hukum.

Vonis

 

Sidang pembacaan vonis digelar pada 9 Mei 2017 di PN Jakarta Utara. Ahok dijatuhi vonis 2 tahun penjara. 
Ahok dinyatakan terbukti menodai agama dan melanggar Pasal 156a KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa.
"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama dan menjatuhkan penjara selama 2 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Massa pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggelar acara Malam Solidaritas Matinya Keadilan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Mereka menggelar doa bersama serta menyalakan lilin untuk menuntut keadilan mengenai kasus penodaan agama yang menimpa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama.
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO
Massa pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggelar acara Malam Solidaritas Matinya Keadilan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Mereka menggelar doa bersama serta menyalakan lilin untuk menuntut keadilan mengenai kasus penodaan agama yang menimpa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama.
Hal yang memberatkan hukuman, Ahok dinilai tidak merasa bersalah dan perbuatannya telah menimbulkan keresahan, mencederai umat Islam, serta dapat memecah kerukunan antar-umat beragama dan antar-golongan.
Adapun hal-hal yang meringankan yakni sikap kooperatif Ahok selama masa persidangan dan sebelumnya tidak pernah dihukum.

Masuk tahanan

Setelah pembacaan vonis, Ahok langsung ditahan. Penahanan ini merupakan bagian dari putusan majelis hakim.
Salah satu pertimbangan hakim yakni pada saat masa penyidikan hingga persidangan, Ahok tidak ditahan.
Majelis hakim dan pengadilan dapat memerintahkan Ahok untuk ditahan berdasarkan Pasal 193 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5/2017). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan menjatuhi hukuman Ahok selama dua tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama.
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan LP Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5/2017). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan menjatuhi hukuman Ahok selama dua tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama.
Penahanan dilakukan karena dikhawatirkan selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana lainnya.
Ahok sempat ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Namun, pada hari yang sama, dia dipindahkan ke Rutan Mako Brimob di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, dengan alasan keamanan.

DARI BATAL BANDING HINGGA UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI

AWALNYA, Ahok berencana mengajukan banding atas vonis hakim. Belakangan, niat itu batal dilakukan.
Dalam surat yang dia tulis di penjara dan dibacakan oleh—kini mantan istrinya—Veronica Tan, Ahok mengatakan, warga DKI mengalami kerugian baik dari sisi kemacetan maupun ekonomi akibat unjuk rasa yang terus terjadi, semenjak perkaranya mencuat.
Selain itu, Ahok juga khawatir ada pihak-pihak yang menunggangi aksi unjuk rasa para relawan pendukungnya. Belum lagi, kata dia, ada potensi benturan dengan pihak yang berseberangan.
Veronica Tan menangis saat membacakan tulisan tangan suaminya, Basuki Tjahaja Purnama, saat jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017). Keluarga Ahok telah memutuskan untuk membatalkan banding dalam kasus penodaan agama.
AFP PHOTO / GOH CHAI HIN
Veronica Tan menangis saat membacakan tulisan tangan suaminya, Basuki Tjahaja Purnama, saat jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017). Keluarga Ahok telah memutuskan untuk membatalkan banding dalam kasus penodaan agama.
"Tetapi saya sudah belajar mengampuni dan menerima semua ini. Jika untuk kebaikan kita dalam berbangsa dan bernegara," ucap Veronica saat membacakan surat Ahok.
Jaksa juga awalnya mengajukan banding atas vonis Ahok. Namun, pengajuan banding dicabut setelah dipastikan Ahok batal banding.
Dengan tidak adanya pihak berperkara yang mengajukan banding, vonis PN Jakarta Utara atas Ahok otomatis berkekuatan hukum tetap dan status Ahok menjadi terpidana.
Meski demikian, Ahok tetap dititipkan di Rutan Mako Brimob. Hanya, secara administrasi dia terdaftar sebagai warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Cipinang.

Mundur dari Gubernur DKI

Dua pekan setelah sidang pembacaan vonis, Ahok mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tepatnya, surat pengunduran diri disampaikan kepada Presiden Jokowi pada 23 Mei 2017. 
Sebelumnyai, Ahok diberhentikan dari jabatannya sebagai gubernur terkait dengan kasus yang menjeratnya. Surat pengunduran diri tersebut menjadi salah satu dasar pemberhentian tetap dari kursi Gubernur DKI bagi Ahok. 
"Pemberhentian sementara dasarnya bukan pengajuan surat pengunduran diri, tapi karena vonis ditahan. Sedang surat pengunduran diri dari Pak Ahok untuk salah satu dasar pemberhentian tetapnya," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono, Rabu (24/5/2017.
Surat keputusan pemberhentian tetap Ahok diproses setelah kasus yang menjeratnya dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

Upaya Peninjauan Kembali

Ahok mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada 2 Februari 2018.
Kuasa hukum Ahok, Josefina Agatha Syukur mengatakan, tidak ada alasan khusus mengapa Ahok mengajukan PK setelah delapan bulan vonis penjara dijatuhkan hakim.
Pengajuan PK merupakan permintaan Ahok setelah berdiskusi dengan kuasa hukumnya.
"Soal PK masa permintaan dari orang lain, karena yang boleh mengajukan PK ya, Pak Ahok. Kami baru mengajukan PK, artinya baru dibicarakan," kata Josefina, Kamis (22/2/2018). 
Dalam memori PK yang diajukan, Ahok membandingkan putusan hakim terhadap Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, dengan putusan hakim PN Jakarta Utara untuk dirinya. Vonis terhadap Buni Yani itu diajukan sebagai bukti baru (novum) untuk PK. 
PK juga diajukan kuasa hukum Ahok dengan dasar dugaan majelis hakim khilaf atau keliru dalam mengambil keputusan lantaran saksi yang diajukan pihak Ahok ada yang tidak dipertimbangkan dan Ahok langsung ditahan.
Hakim Agung Artidjo Alkostar, Salman Luthan, dan Sumardijatmo ditunjuk menangani PK yang diajukan Ahok. MA menolak upaya PK ini pada 26 Maret 2018. Seluruh alasan yang diajukan untuk upaya PK tersebut ditolak. 

MASA HUKUMAN HINGGA JELANG PEMBEBASAN

SELAMA menjalani masa hukuman, Ahok menolak menggunakan hak pembebasan bersyarat. Meski demikian, total masa hukuman yang dia jalani juga berkurang dari vonis hakim karena remisi yang dia dapatkan. 

Tolak pembebasan bersyarat

Pada Agustus 2018, media sosial riuh dengan kabar pembebasan bersyarat Ahok. Keriuhan itu menggunakan dasar perhitungan waktu bagi Ahok untuk dapat memperoleh hak pembebasan bersyarat. 
Hitungannya, Ahok harus telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Selain itu, pembebasan bersyaratnya juga tidak boleh lebih lama dari 9 bulan. Berdasarkan perhitungan tersebut, Ahok sudah dimungkinkan mengajukan pembebasan bersyarat pada Agustus 2018. 
"Jadi, posisinya Pak Ahok itu benar bahwa bulan Agustus (2018) jatuh tempo dua pertiga (masa hukuman). Itu artinya Agustus (2018) itu beliau sudah bisa mendapat pembebasan bersyarat apabila persyaratan administratif terpenuhi," ujar Kepala Lapas Klas 1 Cipinang Andika Dwi Prasetya kepada Kompas.com, Rabu (11/7/2018).
Andika mengatakan, pembebasan bersyarat merupakan hak semua narapidana. Namun, narapidana juga berhak untuk tidak mengikuti pembebasan bersyarat itu.
Menanggapi kabar tersebut, adik sekaligus pengacara Ahok, Fifi Lety Indra mengunggah foto dirinya bersama Ahok ke akun @fifiletytjahajapurnama di Instagram. Dalam keterangan foto, Fifi menulis bahwa Ahok tidak akan menggunakan hak pengajuan pembebasan bersyarat.
Berikut ini foto dengan keterangan yang menjelaskan soal penolakan penggunaan hak pengajuan pembebasan bersyarat dimaksud.

Remisi

Selama menjalani hukuman, Ahok mendapatkan tiga kali remisi. Pertama, remisi 15 hari pada Natal 2017. Kedua, remisi dua bulan pada HUT ke-73 RI pada 2018. Ketiga, remisi satu bulan pada Natal 2018.
Dari ketiga remisi tersebut, total pemotongan masa hukuman Ahok adalah tiga bulan 15 hari. Dengan perhitungan ini, Ahok bebas murni pada Kamis (24/1/2019), dengan menyelesaikan seluruh masa hukuman yang telah dipangkas remisi. Total masa hukuman yang dijalani Ahok adalah 1 tahun 8 bulan 15 hari. 
"Jika diperhitungkan sejak penahanan 9 Mei 2017, (Ahok) akan bebas pada Januari 2019," ujar Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto. 
Perjalanan Kasus Hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) - (KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO)

Kembali ke Lapas Cipinang

Ahok menjalani seluruh masa tahanannya di Rutan Mako Brimob sejak majelis hakim memerintahkan penahanan pada putusan di PN Jakarta Utara, meski dia sempat sejenak singgah di Rutan Cipinang.
Pada hari pembebasan, Kamis (24/1/2019), Ahok akan keluar dari Rutan Mako Brimob tetapi tidak langsung menghirup status warga negara bebas. Dia harus terlebih dahulu ke Lapas Klas 1 Cipinang, karena statusnya memang warga binaan lapas tersebut. 
Surat pembebasan Ahok akan ditandatangani Kepala Lapas Klas 1 Cipinang. Setelah mengenggam surat itu barulah Ahok dinyatakan bebas. 
Jajaran Ditjen PAS berencana menerapkan pengamanan ketat pada hari pembebasan Ahok. Tujuannya, mengantisipasi situasi tidak kondusif. 
"Kalau situasinya tidak memungkinkan dilakukan pengamanan biasa, ya dilakukan pengamanan yang super ketat saat masa pembebasannya," kata Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto, Rabu (19/12/2018).

Surat jelang bebas

Menjelang hari kebebasannya, Ahok menulis surat yang kemudian diunggah Tim BTP pada akun instagram @basuki_btp pada Kamis (17/1/2019).
Dalam surat itu, Ahok mengimbau seluruh pendukungnya untuk tidak perlu menyambut dia pada hari pembebasan, baik di Rutan Mako Brimob maupun di Lapas Klas 1 Cipinang. Menurut dia, penyambutan semacam itu akan mengganggu aktivitas warga. 
Melalui surat yang sama, Ahok menyatakan keinginannya untuk tidak lagi dipanggil Ahok tetapi berubah menjadi BTP, singkatan dari nama lengkapnya, setelah bebas. 
Isi surat yang ditulis mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (17/1/2019).
Dok. Tim BTP
Isi surat yang ditulis mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (17/1/2019).
Ahok juga mengimbau pendukungnya tidak golput pada pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) pada 17 April 2019. Ia meminta pendukungnya memilih calon-calon dari partai politik yang menegakkan empat pilar bernegara.
Di situ, Ahok mengutip pidato Presiden Soekarno tentang Pancasila dalam buku Revolusi Belum Selesai. Dia berharap, pemikiran Soekarno bisa diterima dan menjadi pemikiran seluruh pendukungnya. 
Berikut ini kutipan dimaksud:
"Saudara-saudara, Pancasila adalah jiwa kita, bukan hanya jiwaku, tetapi ialah jiwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Selama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berjiwa Pancasila, insya Allah, engkau akan tetap kuat dan sentosa. Tetap kuat dan sentosa menjadi tanduk daripada banteng Indonesia yang telah kita dirikan pada 17 Agustus 1945. Engkau adalah penegak daripada Pancasila dan setialah kepada Pancasila itu, pegang teguh kepada Pancasila, bela Pancasila itu. Sebagaimana aku pun berpegang teguh kepada Pancasila, membela Pancasila, bahkan sebagaimana kukatakan lagi tadi. Saudara-saudara, laksana panggilan yang aku dapat daripada alasan untuk memegang teguh kepada Pancasila ini."
~Soekarno~
Dalam buku Revolusi Belum Selesai,
Kumpulan Pidato Presiden Soekarno
30 September 1965 - Pelengkap Nawaksara (10 Januari 1967) 

sumber: https://megapolitan.kompas.com/jeo/ahok-bebas