Ahad, 04 Desember 2016, 00:00 WIB
Mantan Tapol Ini Kecam Istilah Tuduhan Makar kepada Para Aktivis
Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan aktivis mahasiswa yang juga politisi Partai Gerindra, Ferry Juliantono mengecam istilah percobaan makar yang dituduhkan polisi terhadap para aktivis yang ditangkap pada Jumat (2/12) pagi kemarin. Menurutnya, istilah makar tidak tepat digunakan untuk para aktivis mengingat disebut makar jika telah ada upaya dilakukan namun gagal.
Menurutnya, para aktivis hanya hendak ikut dalam aksi Damai Bela Islam di Monumen Nasional yang berkaitan dengan penuntutan kasus dugaan penistaan agama. Bukan untuk menggulingkan pemerintahan.
"Kan enggak ada yang minta (penggulingan) itu. Makanya ini belum dilakukan sudah dituduh makar, bukti yang jelas dulu. Kita jangan ikut dalam persepsi yang terbangun pihak kepolisian terkait makar ini," ujar Ferry dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Ia menyebut, kalau pun para aktivis kritis terhadap pemerintahan, bukan berarti kemudian mereka disebut berupaya melakukan makar. Pasalnya, kebebasan untuk menyuarakan pendapat kepada pemerintah juga dijamin oleh Undang-Undang.
Ia pun menyebut, jika ketegori itu dikatakan sebagai percobaan makar, maka hal itu sama saja dengan pembungkaman terhadap suara rakyat. "Ya jangan kemudian kritis dianggap makar, lalu kita tidak bisa menilai sikap kritis dengan makar, ini proses pembungkaman dengan tuduhan makar ini," ujarnya.
Ferry, yang juga mantan tahanan politik ini saat menjadi aktivis terdahulu mengatakan, pasal makar yang dikenakan terhadap para aktivis juga sangat berlebihan. Hal ini karena pasal makar paling langka digunakan di negara demokrasi.
"Terakhir saya ditangkap pada era SBY, pasal paling tinggi itu soal penghasutan. Tapi pasal makar itu paling langka dipakai dalam pemerintahan demokrasi," ujarnya.
Diketahui, aparat kepolisian mengamankan sejumlah aktivis sebelum aksi damai Bela Islam berlangsung pada Jumat (2/12) pagi. Mereka diantaranya 10 orang yakni Adityawarman, Kivlan zein, Racmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Rizal Kobar, Eko Suryo, Jamran, Ahmad Dani. Belakangan bertambah menjadi 11 orang berinisial AF.
Dari kesebelasnya, penyidik Polri melakukan penahanan terhadap tiga orang berkaitan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dijerat dengan Undang-undang ITE. Sedangkan satu lainnya dijerat pasal pemufakatan jahat. Sementara delapan tersangka sisanya telah dilepaskan oleh penyidik Polri.
"Tiga orang ini berinisial JA, R, SBP, dalam kaitan brrbeda, JA dan R terkait UU ITE. SBP terkait pemufakatan jahat menggulingkan pemerintah yang sah," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Menurutnya, penahanan kepada ketiganya dimulai Jumat malam kemarin pada pukul 22.00 WIB untuk 20 hari kedepan. Sementara, tujuh tersangka lainnya dilepaskan karena alasan subjektif para penyidik.
Namun kepada delapan tersangka yang dilepas tersebut, prosesnya akan terus dilanjutkan oleh penyidik Polri. Delapan orang tersebut, kata Martinus, diduga melakukan pemufakatan jahat dan dijerat pasal 107 juncto pasal 110 juncto pasal 87 KUHP
"Ada pemukahatan jahat yang bertujuan menguasai Parlemen, itu dilakukan upaya upaya membuka pintu-pintu pagar dan dilakukan impeachment, itu sudah jelas tertulis di broadcast, di youtube juga ada disitu ada polanya untuk mengganti pemerintahan yang sah. Ini kami kategorikan pasal soal pemufakatan jahat," ujar Martinus.
Menurutnya, para aktivis hanya hendak ikut dalam aksi Damai Bela Islam di Monumen Nasional yang berkaitan dengan penuntutan kasus dugaan penistaan agama. Bukan untuk menggulingkan pemerintahan.
"Kan enggak ada yang minta (penggulingan) itu. Makanya ini belum dilakukan sudah dituduh makar, bukti yang jelas dulu. Kita jangan ikut dalam persepsi yang terbangun pihak kepolisian terkait makar ini," ujar Ferry dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Ia menyebut, kalau pun para aktivis kritis terhadap pemerintahan, bukan berarti kemudian mereka disebut berupaya melakukan makar. Pasalnya, kebebasan untuk menyuarakan pendapat kepada pemerintah juga dijamin oleh Undang-Undang.
Ia pun menyebut, jika ketegori itu dikatakan sebagai percobaan makar, maka hal itu sama saja dengan pembungkaman terhadap suara rakyat. "Ya jangan kemudian kritis dianggap makar, lalu kita tidak bisa menilai sikap kritis dengan makar, ini proses pembungkaman dengan tuduhan makar ini," ujarnya.
Ferry, yang juga mantan tahanan politik ini saat menjadi aktivis terdahulu mengatakan, pasal makar yang dikenakan terhadap para aktivis juga sangat berlebihan. Hal ini karena pasal makar paling langka digunakan di negara demokrasi.
"Terakhir saya ditangkap pada era SBY, pasal paling tinggi itu soal penghasutan. Tapi pasal makar itu paling langka dipakai dalam pemerintahan demokrasi," ujarnya.
Diketahui, aparat kepolisian mengamankan sejumlah aktivis sebelum aksi damai Bela Islam berlangsung pada Jumat (2/12) pagi. Mereka diantaranya 10 orang yakni Adityawarman, Kivlan zein, Racmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Rizal Kobar, Eko Suryo, Jamran, Ahmad Dani. Belakangan bertambah menjadi 11 orang berinisial AF.
Dari kesebelasnya, penyidik Polri melakukan penahanan terhadap tiga orang berkaitan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dijerat dengan Undang-undang ITE. Sedangkan satu lainnya dijerat pasal pemufakatan jahat. Sementara delapan tersangka sisanya telah dilepaskan oleh penyidik Polri.
"Tiga orang ini berinisial JA, R, SBP, dalam kaitan brrbeda, JA dan R terkait UU ITE. SBP terkait pemufakatan jahat menggulingkan pemerintah yang sah," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Menurutnya, penahanan kepada ketiganya dimulai Jumat malam kemarin pada pukul 22.00 WIB untuk 20 hari kedepan. Sementara, tujuh tersangka lainnya dilepaskan karena alasan subjektif para penyidik.
Namun kepada delapan tersangka yang dilepas tersebut, prosesnya akan terus dilanjutkan oleh penyidik Polri. Delapan orang tersebut, kata Martinus, diduga melakukan pemufakatan jahat dan dijerat pasal 107 juncto pasal 110 juncto pasal 87 KUHP
"Ada pemukahatan jahat yang bertujuan menguasai Parlemen, itu dilakukan upaya upaya membuka pintu-pintu pagar dan dilakukan impeachment, itu sudah jelas tertulis di broadcast, di youtube juga ada disitu ada polanya untuk mengganti pemerintahan yang sah. Ini kami kategorikan pasal soal pemufakatan jahat," ujar Martinus.
sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/12/03/ohm8ze384-mantan-tapol-ini-kecam-istilah-tuduhan-makar-kepada-para-aktivis
=====
Politikus Gerindra Ini Desak Polisi Tak Tuduh Makar
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono mendesak kepolisian untuk menghapuskan tuduhan makar terhadap pihak-pihak yang kritis menyampaikan aspirasi kepada pemerintah. Ia menginginkan kejadian penangkapan 11 aktivis adalah yang terakhir atas tuduhan mereka melakukan makar.
“Jangan lagi gunakan isu makar untuk orang-orang yang kritis di negara ini,” kata Ferry di Jakarta, Sabtu, 3 Desember 2016. Ia beralasan apabila kepolisian menilai sikap kritis terhadap pemerintah diartikan sebagai makar maka adalah sikap yang keliru. Sebab, nantinya sudah tidak ada lagi perbedaan antara kritis dan makar.
Ferry menilai makar adalah penggunaan kekuasaan bersenjata untuk menggulingkan pemerintahan. Untuk 11 orang yang ditangkap polisi menjelang aksi super damai Jumat kemarin hanyalah orang yang kritis menyuarakan aspirasi kepada pemerintah. Ia menilai tidak mungkin kesebelas orang itu melakukan makar.
Menurut Ferry, kasus penangkapan adalah buntut dari ketidaktegasan aparat kepolisian dalam menangani perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Polisi dinilai kebingungan dan terkesan melindungi Ahok.
Ferry justru khawatir, ketidaktegasan kepolisian untuk menahan Ahok berbuntut pada aksi lain yang tidak sedamai aksi bela Islam jilid lll kemarin. Ia mendesak agar polisi segera menahan Ahok. “Kalau Ahok ditahan, pasti aman,” ujar dia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan pihaknya sudah membebaskan 8 dari 11 orang yang ditangkap atas dugaan makar. Namun 3 orang lainnya dipastikan ditahan. Mereka berinisial J, RK, dan SBP.
Martinus berasalan penyidik telah menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menahan tida orang itu. Ia menyebutkan sudah ada upaya perencanaan makar yang dilakukan. Yaitu mendompleng aksi bela Islam jilid lll dengan agenda politik. Ia mengatakan ada upaya bergerak ke DPR dan memaksa parlemen menggelar sidang istimewa.
DANANG FIRMANTO
“Jangan lagi gunakan isu makar untuk orang-orang yang kritis di negara ini,” kata Ferry di Jakarta, Sabtu, 3 Desember 2016. Ia beralasan apabila kepolisian menilai sikap kritis terhadap pemerintah diartikan sebagai makar maka adalah sikap yang keliru. Sebab, nantinya sudah tidak ada lagi perbedaan antara kritis dan makar.
Ferry menilai makar adalah penggunaan kekuasaan bersenjata untuk menggulingkan pemerintahan. Untuk 11 orang yang ditangkap polisi menjelang aksi super damai Jumat kemarin hanyalah orang yang kritis menyuarakan aspirasi kepada pemerintah. Ia menilai tidak mungkin kesebelas orang itu melakukan makar.
Menurut Ferry, kasus penangkapan adalah buntut dari ketidaktegasan aparat kepolisian dalam menangani perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Polisi dinilai kebingungan dan terkesan melindungi Ahok.
Ferry justru khawatir, ketidaktegasan kepolisian untuk menahan Ahok berbuntut pada aksi lain yang tidak sedamai aksi bela Islam jilid lll kemarin. Ia mendesak agar polisi segera menahan Ahok. “Kalau Ahok ditahan, pasti aman,” ujar dia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan pihaknya sudah membebaskan 8 dari 11 orang yang ditangkap atas dugaan makar. Namun 3 orang lainnya dipastikan ditahan. Mereka berinisial J, RK, dan SBP.
Martinus berasalan penyidik telah menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menahan tida orang itu. Ia menyebutkan sudah ada upaya perencanaan makar yang dilakukan. Yaitu mendompleng aksi bela Islam jilid lll dengan agenda politik. Ia mengatakan ada upaya bergerak ke DPR dan memaksa parlemen menggelar sidang istimewa.
DANANG FIRMANTO
sumber:https://nasional.tempo.co/read/news/2016/12/03/063825228/politikus-gerindra-ini-desak-polisi-tak-tuduh-makar
======
Mabes Polri Bantah Tuduhan Bungkam Aktivis
Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ani Nursalikah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengungkap penangkapan terhadap para aktivis sebelumnya sudah dilakukan pengintaian selama tiga pekan terakhir. Menurutnya, para aktivis diduga hendak mengajak upaya penggulingan pemerintah dengan memanfaatkan momentum aksi damai Bela Islam III di Monumen Nasional, Jumat (2/12).
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan penangkapan sebagai upaya pencegahan rencana aksi para aktivis tersebut.
"Ini sudah diikuti dalam tiga pekan terakhir. Sampai temuan tanggal satu. Ini harus kita cegah. Ada upaya-upaya membuat satu gerakan politik ajak massa ke DPR. Ini yang harus kita jaga. Maka kita bertindak," ujar Martinus dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Ia pun membantah penangkapan sebagai upaya pembungkaman para aktivis. Menurutnya, Polri memahami menyuarakan aksi dan mengkritisi kebijakan pemerintah adalah hak masyarakat di negara demokrasi.
"Kritik kebijakan tak ada masalah, tapi kalau ajak pemufakatan jahat ya harus kita cegah, dan itu kan delik formil pasal 110 terkait pasal 107 perencanaan saja bisa dipidana. Jadi enggak harus terjadi," ujarnya.
Apalagi, Martinus mengatakan penyidik Polri telah menyita dokumen dan juga rekaman berkaitan tuduhan kepada para aktivis tersebut.
Kepolisian mengamankan sejumlah aktivis sebelum aksi damai Bela Islam berlangsung pada Jumat (2/12) pagi. Mereka yakni Adityawarman, Kivlan zein, Racmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Rizal Kobar, Eko Suryo, Jamran, dan Ahmad Dani. Belakangan bertambah menjadi 11 orang berinisial AF.
Dari kesebelasnya, penyidik Polri melakukan penahanan terhadap tiga orang berkaitan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dijerat dengan Undang-undang ITE dan satu lainnya dijerat pasal pemufakatan jahat. Sementara delapan tersangka sisanya telah dilepaskan oleh penyidik Polri.
"Tiga orang ini berinisial JA, R, SBP, dalam kaitan berbeda, JA dan R terkait UU ITE. SBP terkait pemufakatan jahat menggulingkan pemerintah yang sah," ujar Martinus.
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan penangkapan sebagai upaya pencegahan rencana aksi para aktivis tersebut.
"Ini sudah diikuti dalam tiga pekan terakhir. Sampai temuan tanggal satu. Ini harus kita cegah. Ada upaya-upaya membuat satu gerakan politik ajak massa ke DPR. Ini yang harus kita jaga. Maka kita bertindak," ujar Martinus dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/12).
Ia pun membantah penangkapan sebagai upaya pembungkaman para aktivis. Menurutnya, Polri memahami menyuarakan aksi dan mengkritisi kebijakan pemerintah adalah hak masyarakat di negara demokrasi.
"Kritik kebijakan tak ada masalah, tapi kalau ajak pemufakatan jahat ya harus kita cegah, dan itu kan delik formil pasal 110 terkait pasal 107 perencanaan saja bisa dipidana. Jadi enggak harus terjadi," ujarnya.
Apalagi, Martinus mengatakan penyidik Polri telah menyita dokumen dan juga rekaman berkaitan tuduhan kepada para aktivis tersebut.
Kepolisian mengamankan sejumlah aktivis sebelum aksi damai Bela Islam berlangsung pada Jumat (2/12) pagi. Mereka yakni Adityawarman, Kivlan zein, Racmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Jamran, Rizal Kobar, Eko Suryo, Jamran, dan Ahmad Dani. Belakangan bertambah menjadi 11 orang berinisial AF.
Dari kesebelasnya, penyidik Polri melakukan penahanan terhadap tiga orang berkaitan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dijerat dengan Undang-undang ITE dan satu lainnya dijerat pasal pemufakatan jahat. Sementara delapan tersangka sisanya telah dilepaskan oleh penyidik Polri.
"Tiga orang ini berinisial JA, R, SBP, dalam kaitan berbeda, JA dan R terkait UU ITE. SBP terkait pemufakatan jahat menggulingkan pemerintah yang sah," ujar Martinus.
======
Demi Kejelasan, Tersangka Makar Disarankan Tempuh Praperadilan
Salsabila Qurrataa'yun
Jurnalis
JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda menjelaskan bahwa aktivis dan purnawirawan TNI yang telah ditangkap pihak Polda Metro Jaya atas tuduhan makar dan penghinaan dapat melakukan Praperadilan.
"Tersangka sebaiknya mengajukan praperadilan. Biar tahu apakah beralasan atau tidak," kata Chairul kepada Okezone, Sabtu (3/12/2016).
BERITA REKOMENDASI
Selain itu ia menegaskan bahwa penangkapan tersebut tidak terkait dengan aksi super-damai Bela Islam jilid III pada 2 Desember kemarin. Pasalnya demo doa bersama tersebut dilakukan secara damai dan tidak dibumbui oleh politisasi.
"Yang makar atau berencana untuk itu bukan tokoh-tokoh 4 November dan 2 Desember. Ya, itu dia yang ditangkap polisi kemarin kalau dilihat dari realitas yang ada," tuturnya.
Sebelumnya pada 2 Desember 2016, delapan orang ditangkap atas dugaan pemufakatan makar yakni eks Staf Ahli Panglima TNI Brigjen (Purn) Adityawarman Thaha, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein, dan Ketua Solidaritas Sahabat Cendana Firza Huzein.
Selanjutnya adalah seniman dan aktivis politik Ratna Sarumpaet, pentolan Dewa 19 sekaligus calon Wakil Bupati Bekasi Ahmad Dhani, putri Presiden pertama Presiden Soekarno, Rachmawati Soerkarnoputri, Sri Bintang Pamungkas dan Eko. Sementara juga ada dua orang yang ditangkap dan dijerat Pasal 28 Undang-Undang ITE yakni Jamran dan Rizal Kobar. (sym)
(abp)
=======
Aktivis Ditangkap, Fadli Zon: Tuduhan Makar Mengada-Ada
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon meminta Kepolisian Daerah Metro Jaya melepas delapan orang yang diduga akan melakukan makar bila tidak memiliki bukti kuat. Menurut Fadli, dirinya tidak yakin orang-orang yang ditangkap itu berniat makar. “Setahu saya, sebagian besar yang kenal, mereka orang-orang yang peduli terhadap Merah Putih,” katanya dalam keterangan pers, Sabtu, 3 Desember 2016.
Delapan orang yang ditangkap dengan tuduhan makar itu, kata Fadli, adalah Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Kivlan Zein, Rachmawati Soekarnoputri, Firza Huzein, Adityawarman Thaha, dan Eko Suryo Santjojo.
Fadli berujar, penangkapan ini menimbulkan pertanyaan. Sebab, kata dia, polisi memberikan tuduhan makar terhadap tokoh-tokoh yang dikenal dan aktivitasnya mudah dipantau oleh publik. “Saya kira polisi sedang mempertaruhkan kredibilitasnya terkait aksi penangkapan ini.”
Selain itu, menurut Fadli, penangkapan ini membuat demokrasi di Indonesia mundur. Penangkapan ini dianggap membungkam kritik dan menindas kebebasan berpendapat di muka umum. “Jangan sampai sesudah melewati fase ‘negara militer’, kini kita malah memasuki fase ‘negara polisi’.” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menambahkan, Aksi Bela Islam III pada Jumat, 2 Desember 2016, berlangsung damai dan jauh dari kesan makar. Sebabnya, ia mempertanyakan alasan polisi memberikan tuduhan kepada delapan orang itu. “Mereka tidak mengerahkan massa, tidak melakukan gerakan bersenjata ataupun kekuatan yang dapat dikategorikan makar,” ucapnya.
Baca:
Ini Surat Sri Bintang Pamungkas yang Dituding Makar
Prabowo Ungkap Obrolan dengan Aktivis yang Dituduh Makar
Fadli mengatakan penangkapan ini terkesan mengada-ada. Sebab, polisi turut menuding Rachmawati, yang merupakan putri dari Presiden Soekarno. “Bahkan kini memiliki keterbatasan fisik, bagaimana bisa ia dituduh menggerakkan makar,” tuturnya.
Atas kejadian ini, DPR melalui komisi hukumnya, kata Fadli, akan segera memanggil dan meminta penjelasan dari Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Menurut dia, Polri jangan sampai melakukan tindakan kontra-produktif dan provokatif di tengah situasi demokrasi saat ini. “Jangan sampai penangkapan ini justru tindakan sewenang-wenang, abuse of power,” katanya.
Sebelum Aksi Bela Islam III dimulai, Polri menangkap 10 orang yang diduga makar dan membawanya ke Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok. Hingga hari ini, beberapa tokoh sudah diizinkan pulang, yaitu Rachmawati, Kivlan Zein, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, dan Firza Huzein.
AHMAD FAIZ
Delapan orang yang ditangkap dengan tuduhan makar itu, kata Fadli, adalah Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Kivlan Zein, Rachmawati Soekarnoputri, Firza Huzein, Adityawarman Thaha, dan Eko Suryo Santjojo.
Fadli berujar, penangkapan ini menimbulkan pertanyaan. Sebab, kata dia, polisi memberikan tuduhan makar terhadap tokoh-tokoh yang dikenal dan aktivitasnya mudah dipantau oleh publik. “Saya kira polisi sedang mempertaruhkan kredibilitasnya terkait aksi penangkapan ini.”
Selain itu, menurut Fadli, penangkapan ini membuat demokrasi di Indonesia mundur. Penangkapan ini dianggap membungkam kritik dan menindas kebebasan berpendapat di muka umum. “Jangan sampai sesudah melewati fase ‘negara militer’, kini kita malah memasuki fase ‘negara polisi’.” ucapnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menambahkan, Aksi Bela Islam III pada Jumat, 2 Desember 2016, berlangsung damai dan jauh dari kesan makar. Sebabnya, ia mempertanyakan alasan polisi memberikan tuduhan kepada delapan orang itu. “Mereka tidak mengerahkan massa, tidak melakukan gerakan bersenjata ataupun kekuatan yang dapat dikategorikan makar,” ucapnya.
Baca:
Ini Surat Sri Bintang Pamungkas yang Dituding Makar
Prabowo Ungkap Obrolan dengan Aktivis yang Dituduh Makar
Fadli mengatakan penangkapan ini terkesan mengada-ada. Sebab, polisi turut menuding Rachmawati, yang merupakan putri dari Presiden Soekarno. “Bahkan kini memiliki keterbatasan fisik, bagaimana bisa ia dituduh menggerakkan makar,” tuturnya.
Atas kejadian ini, DPR melalui komisi hukumnya, kata Fadli, akan segera memanggil dan meminta penjelasan dari Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Menurut dia, Polri jangan sampai melakukan tindakan kontra-produktif dan provokatif di tengah situasi demokrasi saat ini. “Jangan sampai penangkapan ini justru tindakan sewenang-wenang, abuse of power,” katanya.
Sebelum Aksi Bela Islam III dimulai, Polri menangkap 10 orang yang diduga makar dan membawanya ke Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok. Hingga hari ini, beberapa tokoh sudah diizinkan pulang, yaitu Rachmawati, Kivlan Zein, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, dan Firza Huzein.
AHMAD FAIZ
sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2016/12/03/063825121/aktivis-ditangkap-fadli-zon-tuduhan-makar-mengada-ada#
=====
Soal Penahanan Aktivis Diduga Makar, Ini Reaksi Ketua MPR
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mengatakan penangkapan sejumlah aktivis yang diduga makar adalah sikap preventif aparat keamanan. "Karena khawatir ada yang menumpangi (aksi 2 Desember), itu kan jumlah massanya besar," katanya di gedung Nusantara IV Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu, 3 Desember 2016.
Indikasi makar itu, menurut Zulkifli, memprihatinkan. "Tapi kita bersyukur sudah ada yang pulang, kan tinggal beberapa (yang ditahan)," ucapnya.
Dia membenarkan adanya pihak yang ingin meminta MPR mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 ke versi semula. "Memang ada. Dulu kan pernah datang beberapa kali. Ada juga yang ingin sampaikan aspirasi kemarin," tutur Zulkifli.
Baca: Penangkapan Rachmawati Dinilai Tidak Adil, Ini Alasannya
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menolak berkomentar ketika ditanya mengenai proses penangkapan itu. "Kalau soal penindakan ya urusan aparat keamanan."
Dari sebelas orang yang ditangkap atas dugaan makar, delapan telah dipulangkan. Mereka dicokok karena diindikasi menyebarkan informasi bersifat provokatif bertepatan dengan Aksi Bela Islam III.
"Tujuh orang dikembalikan karena subyektivitas penyidik,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Besar Martinus Sitompul di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu pagi, 3 Desember.
Baca: Alasan Polisi Masih Menahan Sri Bintang Pamungkas
Tiga orang yang masih ditahan adalah J (Jamran), R (Rizal), dan SBP (Sri Bintang Pamungkas). Ketiganya ditahan setelah dinilai melakukan dua jenis tindak pidana. Dua orang diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), satu orang terkait dengan penghasutan.
Tindakan polisi, kata Martinus, didasari bukti-bukti berupa dokumentasi, informasi yang telah disebar di media sosial, dan dokumen verbal yang mengarah pada dugaan makar. Polisi pun sudah memperoleh bukti percakapan yang bermuatan ajakan untuk mendesak parlemen menggelar sidang istimewa, guna menggulingkan pemerintahan yang sah saat ini.
“Perencanaan saja itu sudah bisa dilakukan penegakan hukum,” kata Martinus.
YOHANES PASKALIS
Indikasi makar itu, menurut Zulkifli, memprihatinkan. "Tapi kita bersyukur sudah ada yang pulang, kan tinggal beberapa (yang ditahan)," ucapnya.
Dia membenarkan adanya pihak yang ingin meminta MPR mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 ke versi semula. "Memang ada. Dulu kan pernah datang beberapa kali. Ada juga yang ingin sampaikan aspirasi kemarin," tutur Zulkifli.
Baca: Penangkapan Rachmawati Dinilai Tidak Adil, Ini Alasannya
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menolak berkomentar ketika ditanya mengenai proses penangkapan itu. "Kalau soal penindakan ya urusan aparat keamanan."
Dari sebelas orang yang ditangkap atas dugaan makar, delapan telah dipulangkan. Mereka dicokok karena diindikasi menyebarkan informasi bersifat provokatif bertepatan dengan Aksi Bela Islam III.
"Tujuh orang dikembalikan karena subyektivitas penyidik,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Besar Martinus Sitompul di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu pagi, 3 Desember.
Baca: Alasan Polisi Masih Menahan Sri Bintang Pamungkas
Tiga orang yang masih ditahan adalah J (Jamran), R (Rizal), dan SBP (Sri Bintang Pamungkas). Ketiganya ditahan setelah dinilai melakukan dua jenis tindak pidana. Dua orang diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), satu orang terkait dengan penghasutan.
Tindakan polisi, kata Martinus, didasari bukti-bukti berupa dokumentasi, informasi yang telah disebar di media sosial, dan dokumen verbal yang mengarah pada dugaan makar. Polisi pun sudah memperoleh bukti percakapan yang bermuatan ajakan untuk mendesak parlemen menggelar sidang istimewa, guna menggulingkan pemerintahan yang sah saat ini.
“Perencanaan saja itu sudah bisa dilakukan penegakan hukum,” kata Martinus.
YOHANES PASKALIS
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar