Kamis, 15 Februari 2018

Jangan Jadi Pejabat Kritik itu Fitamin


Rizal Ramli: Kalau Tak Mau Dikritik Jangan Jadi Pejabat

Kamis 15 February 2018 08:11 WIB

Rep: Amri Amrullah/ Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Ekonom dan mantan Menteri Rizal Ramli mengkritisi sikap pejabat yang enggan dikritik sehingga perlu membuat aturan dalam perundang-undangan. Sebagai pihak yang pernah merasakan otoriternya gaya pejabat masa Orde Baru, Rizal Ramli menegaskan sekarang tidak lagi zamannya pejabat antikritik.




Rizal Ramli"Kalau pejabat gak doyan dikritik, gak doyan diberimasukan, ya jadi orang biasa saja," kata Rizal Ramli usai menghadiri diskusi di DPP PAN, Rabu (14/2) malam.
Kritik Rizal Ramli ini menyorot soal rajinnya pejabat saat ini yang membuat aturan terkait pihak-pihak yang mengkritik namun berpotensi dikriminalkan. Seperti dalam Undang Undang MD3 yang memberikan hak imunitas berlebihan kepada Anggota DPR dan dalam rancanangan RKUHP soal pasal penghinaan presiden.
Rizal menambahkan ia pernah dipenjara oleh Soeharto karena dianggap menghina presiden. Padahal saat itu ia menyampaikan pendapat dan kritik kepada Soeharto atas gaya kepemimpinannya yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Bila gaya pejabat seperti ini terjadi lagi di Indonesia, menurut dia, menunjukkan Indonesia negara yang kembali ke masa kolonial. Karena aturan larangan kritik atas dasar pasal penghinaan sebenarnya dari Undang-Undang untuk Ratu Belanda, yang disebut hatzaai artikelen aturan hukum warisan kolonial di Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie.
"Dulu siapa yang menghina Belanda dipenjarain," ungkapnya. Dan Hatzaai Artikelen yang merupakan warisankolonial kemudian diadopsi dalam KUHP Pasal 154 dan 155. Ternyata zaman Soeharto dipakai keras, dan setelah Reformasi kita berjuang agar itu dibatalkan, karena bangsa ini tidak ingin pejabatnya menjadi otoriter.
Dan kemudian akhirnya dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya dinyatakan pasal ini tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maka aturan ini ditegaskan Rizal Ramli sudah menjadi aturan usang dalam sejarah bangsa Indonesia sejak Reformasi. Jadi kalau ada pejabat yang sekarang antikritik dengan membuat undang-undang menurutnya sudah kembali ke masa kolonial.



Bambang Soesatyo: Kritik Ibarat Vitamin

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta, 15/2 (Antara) - Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan bahwa kritik yang konstruktif terhadap lembaganya adalah ibarat vitamin untuk meningkatkan kinerja. Sehingga ia akan mempertaruhkan jabatannya kalau ada rakyat termasuk wartawan yang dijebloskan ke penjara karena mengkritik DPR.
"Saya pertaruhkan jabatan saya kalau ada rakyat termasuk wartawan yang kritik DPR, lalu dijebloskan ke penjara. Sebab, kritik bagi saya itu vitamin," kata Bambang di Jakarta, Kamis (15/2).
Bambang Soesatyo

Dia mengatakan bagaimana tahu apa yang harus diperbaiki di DPR kalau tidak ada kritik sehingga sangat berbeda antara kritik dengan penghinaan, penistaan, pelecehan ataupun fitnah. Menurut Bambang, dirinya sebagai mantan Ketua Komisi III DPR dan mantan wartawan yang bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik dan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, ia paham dan tahu persis, mana kritik, mana penghinaan dan fitnah.
"Tidak perlu menjadi anggota DPR dulu untuk mempidana orang yang melakukan penghinaan, penistaan, pelecehan atau fitnah terhadap diri kita," ujarnya.
Menurut dia, kalau sudah memenuhi unsur delik,maka legislator bisa langsung lapor ke penegak hukum sebagaimana diatur dalam KUHP/KUHAP mengenai penghinaan, penistaan, pelecehan dan fitnah adalah delik aduan.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR pada Senin (12/2) menyetujui Perubahan Kedua UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi UU.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 122 huruf (k) yang menyebutkan MKD diberikan tugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Sarifuddin Sudding mengatakan Pasal 122 huruf (k) UU MD3 yang baru bukan bermaksud mengkriminalisasi pihak-pihak yang mengkritik DPR. Menurut dia, DPR sangat terbuka terhadap kritik yang disampaikan secara konstruktif misalnya masyarakat menuntut anggota DPR bekerja secara proporsional.
Sumber : Antara
Kamis 15 February 2018 20:45 WIB

Red: Bilal Ramadhan   
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/02/15/p47285330-bambang-soesatyo-kritik-ibarat-vitamin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar