Mahkamah Agung vonis Presiden Joko Widodo melanggar hukum dalam kasus kebakaran hutan, KLHK akan ajukan PK
Setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan melayangkan peninjauan kembali (PK).
Hal itu dikemukakan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Jumat (19/07).
"Pemerintah akan lakukan PK ke MA sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Ruang untuk itu ada. KLHK akan ke MA untuk mendapatkan dokumen keputusannya dan setelah itu akan koordinasi dengan Jaksa Agung sebagai pengacara negara," papar Siti kepada detikcom, Jumat (19/7).
Siti tidak menyebutkan kapan pemerintah akan melaksanakan hukuman sebagaimana diputuskan MA. Menurutnya, KLHK akan mempelajari salinan putusan MA.
Dia justru menegaskan pemerintah sudah melakukan tindakan penanganan kebakaran hutan dengan baik.
"Beberapa hal yang menjadi tuntutan akan dipelajari persisnya seperti apa. Secara umum langkah-langkah untuk mengelola kebakaran hutan sudah dilakukan dengan sebaik-baik-nya oleh pemerintah dari banyak aspek, apakah sistem monitoring, pengendalian dan pemadaman, pencegahan dan penegakan hukum juga," kata Siti kepada detikcom.
Siti mengklaim karhutla menurun drastis setiap tahun. Luas area yang terbakar pun berkurang 92,5%.
- 'Ratusan hektare' hutan dan lahan di Riau dilanda kebakaran, warga merasa 'sesak'
- Ratusan titik api muncul di Sumatera, pemerintah klaim kebakaran hutan 'tak ganggu' Asian Games
- Ancaman Jokowi mencopot jajaran TNI dan polisi: efektifkah mengatasi kebakaran hutan?
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan. MA menguatkan vonis pengadilan negeri dan pengadilan tinggi Palangkaraya bahwa Presiden Jokowi dan kawan-kawan melakukan perbuatan melawan hukum.
Putusan itu diketok pada Selasa (16/07) lalu, tercantum dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019 kemarin.
Duduk sebagai ketua majelis Nurul Elmiyah dengan anggota Pri Pambudi Teguh dan I Gusti Agung Sumanatha.
Salah satu tim penggugat, Arie Rompas mengatakan salah satu kewajiban yang harus segera dieksekusi pemerintah adalah mengumumkan perusahaan-perusahaan yang melakukan pembakaran hutan.
"Menuntut itu ke pengadilan dan mewajibkan beberapa, perusahaan itu untuk melakukan pemulihan," kata Arie kepada BBC Indonesia, Jumat (19/07).
Dalam tuntutan tersebut, kata Arie, pemerintah juga wajib mengumumkan perusahaan-perusahaan yang pernah terlibat dalam kebakaran hutan hebat di Kalimantan pada 2015 lalu.
Selain itu, hal yang perlu segera dilaksanakan adalah pembangunan rumah sakit paru di Kalimantan Tengah. "Dan juga mewajibkan masyarakat korban asap itu mendapatkan pembiayaan gratis," lanjut Arie.
Kualitas udara memburuk
Kemunculan vonis Mahkamah Agung dibarengi dengan asap kebakaran hutan di Kalimantan Tengah yang membekap warga dalam dua pekan terakhir.
Berdasarkan pemantauan satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) selama kurun waktu itu terdapat 202 titik api di Kalimantan Tengah.
Khusus di Kota Palangkaraya, titik api tersebar di empat kawasan, yang meliputi Jekan Raya (sembilan titik api), Sabangau (empat titik api), Panahdut (satu titik api), serta Kabupaten Pulangpisau (38 titik api).
Emmanuela Shinta, warga kota Palangkaraya sudah beberapa hari enggan keluar rumah karena kualitas udara di sana makin memburuk. "Sudah mulai sesak napas," katanya kepada Muhammad Irham yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (19/07).
Sementara itu, Norhadie Karben, warga Mentangai, mengatakan titik api makin membesar di Kalimantan Tengah, meski pemerintah terus berusaha untuk memadamkan. "Lumayan tebal ini sekarang," katanya.
Menurut Norhadie kebakaran hutan ini baru permulaan saat memasuki kemarau. "Sudah mengganggu penglihatan di jalan," katanya.
Baik Shinta dan Norhadie berhadap pemerintah segera bertindak, sebelum kebakaran membesar. Mereka sudah trauma dengan peristiwa 2015 lalu, saat asap hasil kebakaran hutan sampai negara tetangga dan ke Jakarta.
Pada 2015 lalu, Bank Dunia mencatat kebakaran hutan di Kalimantan dan sejumlah daerah membuat Indonesia rugi Rp221 triliun. Berdasarkan data World Bank, telah terbakar lebih dari 800.000 ha hutan di delapan provinsi atau sekitar 100.000 ha di masing-masing provinsi.
Jejak perkara
Perkara yang membelit Presiden Jokowi bermula dari gugatan kelompok masyarakat atas kasus kebakaran hutan dan lahan. Para penggugat, antara lain Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty.
Mereka menggugat Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, dan DPRD Kalimantan Tengah.
Pada putusan tingkat pertama yang diketok pada 22 Maret 2017 dengan Nomor 118/Pdt.G.LH/ 2016/PN.Plk, Pengadilan Negeri Palangkaraya menjatuhkan vonis yang menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Presiden Jokowi lantas diputus untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Atas putusan itu, Jokowi dkk tidak terima dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya.
Namun, pada 19 September 2017, Pengadilan Tinggi Palangkaraya menolak banding dan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya, dengan nomor perkara 36/PDT.G-LH/2017/PT PLK
Beragam hukuman
Terdapat beragam hukuman yang harus dilakukan Presiden Jokowi. Hukuman-hukuman itu antara lain:
- Menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat yaitu:
- Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup;
- Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi: baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
- Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
- Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
- Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
- Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan
- Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;
- Membuat tim gabungan dimana fungsinya adalah :
- Melakukan peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
- Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran;
- Membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan;
- Segera mengambil tindakan :
- Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Propinsi Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi Korban Asap;
- Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah;
- Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap;
- Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar;
- Membuat:
- Peta kerawanan kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
- Kebijakan standart peralatan pengendalian kebakaran hutan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
- Melakukan:
- Mengumumkan kepada publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya;
- Mengembangkan sistem keterbukaan informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah;
- Mengumumkan dana jaminan lingkungan hidup dan dana penanggulangan yang berasal perusahaan - perusahaan yang lahannya terbakar;
- Mengumumkan dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin kehutanan;
Presiden Joko Widodo 'lebih terhormat' buka nama perusahaan pembakar hutan sebelum diminta pengadilan
Pegiat dan pengamat lingkungan mendesak pemerintah segera melakukan perintah Mahkamah Agung, termasuk membuka nama-nama perusahaan yang dinyatakan terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan pada 2015.
Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian divonis melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Tengah, peristiwa yang menyebabkan asap sampai ke sejumlah negara tertangga, termasuk Singapura, Malaysia dan Thailand.
Vonis ini diketok setelah Mahkamah Agung (MA) menolak pengajuan kasasi tim kuasa hukum pemerintah, Selasa (16/07).
Salah satu gugatan yang harus segera dilaksanakan Presiden Jokowi adalah membuka data nama-nama perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan lahan.
Menurut pengamat hukum lingkungan, Presiden Jokowi akan "lebih terhormat jika membuka data tersebut tanpa diminta oleh pengadilan".
Dalam keterangan pers, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengklaim pemerintah telah membawa 550 kasus karhutla ke pengadilan dari pidana hingga perdata.
- Mahkamah Agung vonis Presiden Joko Widodo melanggar hukum dalam kasus kebakaran hutan, KLHK akan ajukan PK
- 'Ratusan hektare' hutan dan lahan di Riau dilanda kebakaran, warga merasa 'sesak'
- Ancaman Jokowi mencopot jajaran TNI dan polisi: efektifkah mengatasi kebakaran hutan?
Tak kurang dari 500 perusahaan, kata Siti, telah dikenai sanksi administrasi hingga pencabutan izin.
Menurut pemerintah, kasus-kasus karhutla yang berhasil dimenangkan nilainya mencapai Rp18 triliun dan menjadi nilai terbesar sepanjang sejarah penegakan hukum lingkungan pasca karhutla 2015.
"Untuk menegakkan hukum ini sangat tidak mudah. Kita sampai berkali-kali digugat balik, saksi ahli juga sampai digugat, tapi kita tidak gentar. Penegakan hukum ini penting untuk memberikan efek jera, agar tak ada lagi yang berani main-main dengan aturan pencegahan terjadinya karhutla berulang," kata Siti dalam keterangannya kepada media seperti dikutip dalam laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sabtu (20/07).
Dalam keterangan resmi ini, Menteri Siti tak menyinggung daftar rinci ratusan perusahaan yang ia klaim telah digugat ke meja hijau.
Padahal, putusan pengadilan memerintahkan pemerintah untuk tidak menahan informasi terkait perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan lahan.
Tuntutan apa saja yang bisa segera dieksekusi?
Salah satu penggugat dalam perkara ini, Arie Rompas, menilai tak sulit untuk mengumumkan daftar perusahaan karena pemerintah sudah mengantongi datanya.
Ini merupakan langkah awal yang dapat dilakukan, di samping rentetan gugatan lainnya.
"Nah, itu yang paling mungkin dilakukan secara sukarela oleh pemerintah. Artinya itu sudah kewajiban dan kewenangan mereka untuk melakukan itu," katanya kepada BBC News Indonesia, Senin (22/07).
Selain itu, lanjut Arie, daftar tuntutan lain yang juga dapat segera dilaksanakan pemerintah antara lain membuat analisis penanggulangan karhutla, pembangunan rumah aman, dan pembangunan rumah sakit khusus paru di Kalimantan Tengah.
"Semua tuntutan sangat penting dan harus dieksekusi," kata Arie yang juga teamleader juru kampanye hutan organisasi lingkungan Greenpeace.
Apa sulitnya membuka daftar perusahaan?
Saat terjadi kebakaran hutan hebat 2015 silam, Luhut Pandjaitan saat menjabat Menko Polhukam menolak membuka daftar perusahaan besar yang menjadi tersangka pembakar hutan.
"Begini. Terus terang, jujur, kami ada pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Karena kita tidak ingin menimbulkan distorsi yang akibatnya nanti menimbulkan lay off(pemecatan karyawan)," kata Luhut.
Saat itu, tak terlalu jelas, apa pertimbangan ekonomi yang dimaksud selain kecemasan akan munculnya pengangguran dari buruh-buruh perusahaan terkait.
Yang jelas, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan sejauh ini sudah mencapai Rp200 triliun.
Saat ini terdapat 26 tuntutan yang harus dijalankan pemerintah terkait pertanggungjawaban atas kebakaran hutan dan lahan. Puluhan tuntutan ini ada di dalam putusan pengadilan.
Tenaga ahli di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ilyas Asaad, mengungkapkan pemerintah sudah melaksanakan sejumlah tuntutan dari pihak penggugat.
"Peraturan lainnya pun sudah merinci, sudah selesai dibahas. Memang sebelum 2015 baru itu yang disiapkan, tapi sekarang sudah selesai," katanya seperti dikutip Metro TV, Senin (22/07).
Namun berdasarkan catatan Indonesia Centre for Environmental Law (ICEL), dari 26 tuntutan pemerintah baru melaksanakan empat tuntutan.
Direktur Bidang Pengembangan ICEL, Raynaldo Sembiring, mengatakan sebagian gugatan merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut lelaki yang akrab disapa Dodo, sangat aneh pemerintah mengajukan peninjauan kembali.
"Jadi UU sudah memerintahkan langsung, untuk menyusun peraturan peraturan pelaksana yang sebenarnya dalam konteks kebakaran hutan itu diperlukan," katanya, Senin (22/07).
Dapatkah putusan pengadilan dieksekusi sebelum PK bergulir?
Menurut Dodo, Presiden Jokowi dan pihak tergugat lainnya wajib melaksanakan putusan kasasi Mahkamah Agung, meskipun sedang berencana mengajukan PK. Proses pengajuan PK tidak menghentikan eksekusi di tingkat kasasi.
- 'Tembak di tempat' bagi warga pembakar lahan di Jambi
- Kebakaran hutan-lahan di Aceh membesar, kabut asap ganggu pernafasan penduduk
- Mereka yang selalu 'ketar-ketir' setiap kebakaran hutan terjadi
Dodo mengatakan sangat memalukan kalau pengadilan sampai menyurati presiden untuk melaksanakan eksekusi.
Padahal langkah sadar dan taat hukum dapat diambil pemerintah dengan segera melaksanakan putusan pengadilan, tanpa diminta. "Itu akan lebih terhormat," katanya.
Salah satu tututan yang disoroti ICEL dan sejumlah LSM pemerhati lingkungan adalah daftar perusahaan besar yang terlibat dalam karhutla 2015.
Sebab, pemerintah saat ini "sudah mengantongi nama-nama mereka".
Apa konsekuensi ketika daftar perusahaan tidak diumumkan?
Menurut Arie Rompas, jika Presiden Jokowi dan pihak-pihak tergugat lain mengabaikan putusan pengadilan, maka menjadi preseden buruk bagi penegakan dan supremasi hukum di Indonesia.
"Sesungguhnya kalau dia (Presiden Jokowi) menjalankan ini, dia menunjukkan bahwa komitmennya sebagai presden yang baru dan itu merupakan langkah yang baik sebenarnya bagi langkah memerintah untuk lima tahun ke depan," jelas Arie.
Berkas putusan MA mengenai perkara karhutla saat ini "belum diterima para penggugat".
Setelah berkas diterima, seluruh penggugat menyiapkan langkah untuk mendorong eksekusi putusan pengadilan dengan melayangkan surat kepada pihak tergugat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar