Kisah Hebat Rocky Gerung
Photo :
- Repro Twitter
VIVA – Pengamat politik Rocky Gerung, kini sedang menjadi sorotan publik Tanah Air, menyusul pernyataannya yang menyebut kitab suci itu fiksi.
Pernyataan Gerung ini menjadi kontroversi karena ada orang-orang yang menganggap apa yang dikatakannya bisa dibawa ke ranah hukum dengan tuduhan menyebar ujaran kebencian.
Hal itu terbukti dengan dilaporkannya Rocky oleh Permadi Arya alias Abu Janda ke Markas Polda Metro Jaya, terkait perkataan Gerung di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa, 10 April 2018.
Laporan tersebut tertuang dengan nomor polisi TBL/2001/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 11 April 2018. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Seperti tertulis di Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Di ILC, Rocky Gerung menuturkan, saat ini kata fiksi dianggap negatif karena dibebani kebohongan, sehingga fiksi itu selalu dimaknai sebagai kebohongan.
"Fiksi adalah energi yang dihubungkan dengan telos, dan itu sifatnya fiksi. Dan itu baik. Fiksi adalah fiction, dan itu berbeda dengan fiktif," ujarnya. Telos sendiri dalam bahasa Yunani berarti ‘akhir’, ‘tujuan’, atau ‘sasaran’.
Dia memperjelas jika fiksi itu baik, sedangkan yang buruk adalah fiktif.
Dosen mata kuliah filsafat itu mengambil contoh Mahabharata. Menurutnya, Mahabharata adalah fiksi, tapi itu bukan fiktif. Rocky berargumen, fiksi itu kreatif. Sama seperti orang beragama yang terus kreatif dan ia menunggu telosnya.
"Anda berdoa, Anda masuk dalam energi fiksional bahwa dengan itu Anda akan tiba di tempat yang indah,” ujarnya menjelaskan.
Rocky menambahkan, dalam agama, fiksi adalah keyakinan. Dalam literatur, fiksi adalah energi untuk mengaktifkan imajinasi.
"Kimianya sama, dalam tubuh sama, dan jenis hormon yang diproduksi dalam tubuh sama," ujarnya.
Dengan mencuatnya nama Rocky Gerung, banyak juga masyarakat yang ingin tahu siapa sebenarnya Rocky, dan bagaimana sepak terjangnya di dunia filsafat dan politik.
Yang terbaru, status Rocky di Universitas Indonesia, jadi perbincangan. Namun, secara tegas UI Depok, menyatakan bahwa Rocky Gerung bukan dosen di kampus kuning itu.
"Gimana jadi dosen? Orang jadi dosen itu kan, syaratnya harus S2. (Jadi) Pecat gimana? Itu hoax," kata Rektor UI, Prof. Muhammad Annis, saat dikonfirmasi VIVA, usai menghadiri dies natalies Fakultas Administrasi UI, di Depok, Jawa Barat, Jumat 13 April 2018.
Karena itu, UI mengharapkan, tidak ada yang mengkaitkan antara UI dengan Rocky Gerung. Meski demikian, UI tetap mengakui Rocky merupakan salah satu alumni.
"Ya enggak lah (dosen). Alumni UI, ya jelas, Kapan pun dia alumni," ujar.
Rocky dikaitkan publik dengan UI, karena Gerung pernah menyatakan dirinya 15 tahun mengajar di UI. Pengakuan itu dikatakan Gerung melalui kicauan di Twitter.
"Saya 15 tahun mengajar di UI. Yang minta UI, bukan saya. Gaji saya? Saya sumbang buat civitas UI. Mengapa? Ya, gue gak miskin. Ajaib?"
Ternyata Rocky Gerung, bukan orang misterius, ada banyak cerita tentang kehidupan pria itu, yang diungkapkan orang-orang yang pernah mengenal dan dekat dengan Rocky, sejak dahulu. Terutama ketika kuliah.
Salah satunya ialah seorang pengguna akun Facebook, Selamat Ginting. Di akunnya Selamat menceritakan tentang kisahnya bersama Rocky Gerung.
Menurut Selamat, Rocky merupakan orang hebat yang ideologinya cenderung 'jalan kiri'. Rocky bahkan pernah kuliah di dua fakultas berbeda di UI, dalam waktu bersamaan. Yakni di Ilmu Filsafat dan Ilmu Politik.
Simak cerita Selamat Ginting tentang sosok Rocky Ginting berikut:
"Rocky Fiksi
Jika jenuh kuliah jurusan ilmu politik di FISIP UNAS, salah satu yang dilakukan menuju ke LIPI. Belajar dari doktor2 ilmu politik, seperti Alfian dan Lie Tek Tjeng pada 1986-1991. Di situ kami puas 'digoblok2in' doktor-doktor tersebut.
Selain ke LIPI, kami juga berguru ke Sekolah Ilmu Sosial (SIS) di kawasan Cikini. Tempat berkumpulnya orang-orang sosialis di Indonesia.
UNAS pun cenderung ke kiri2an. Saat itu kepala SIS, Rocky Gerung. Ideologinya Rocky cenderung 'jalan kiri'. Dia tahu kami konsentrasi pada ilmu politik. Ilmu politik juga yang digeluti Rocky di FIS UI.
Ia juga kuliah ilmu filsafat di kampus yang sama. Entah bagaimana dia bisa menyiasatinya.
Baginya, ilmu politik harus ditambah dengan minimal satu ilmu tambahan lainnya. Saya pilih ilmu komunikasi, karena ingin jadi jurnalis. Beberapa kali diskusi buku di kampus, kami pun mengundang Rocky dan Ridwan Saidi. Ridwan 'jalan kanan', kuat dalam ilmu budaya politik.
Mereka 'orang-orang' aneh yang selalu sinis terhadap kekuasaan. Dalam beberapa diskusi, Rocky yang 7-8 tahun lebih senior dari saya, memang menunjukkan keangkuhan keilmuannya. Pilihan-pilihan diksinya membuat kami tercengang. Tercengang, karena kami tak paham tentang ilmu filsafat yang 'digilai'-nya.
Suatu ketika, kami berdiskusi tentang korupsi yang menggerogoti pemerintah Korea Selatan. Ia jauh berpikir ke depan bahwa suatu ketika Presiden Chun Doo Hwan wajib ditangkap. Ternyata kini, hampir semua presiden Korea Selatan dijebloskan ke penjara, karena korupsi.
Selesai diskusi di SIS, saya pernah diberikan hadiah sebuah disertasi S3 tentang korupsi di Korea Selatan dalam bahasa Inggris akademis yang tak mampu saya terjemahkan.
Saat itu skripsi S1 saja belum, eh diberikan hadiah disertasi S3. Ya, klenger! Pesan Rocky satu kalimat: kita mesti sinis terhadap kekuasaan! Mungkin cuma itu yang bisa kita berikan untuk negeri ini, walau kita miskin harta. Ilmu kita gunakan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak dungu.
Kini, soal pernyataannya, "kitab suci adakah fiksi". Terus terang, saya tak mampu mendebatnya. Sebab, ia pun tak menyebutkan kita suci apa. Ah, mungkin kitab suci perguruan tapak tengkorak naga hitam. Akan terungkap jika orang2 itu sudah jadi tengkorak. Walahualam."
Selamat Ginting
Jika jenuh kuliah jurusan ilmu politik di FISIP UNAS, salah satu yang dilakukan menuju ke LIPI. Belajar dari doktor2 ilmu politik, seperti Alfian dan Lie Tek Tjeng pada 1986-1991. Di situ kami puas 'digoblok2in' doktor-doktor tersebut.
Selain ke LIPI, kami juga berguru ke Sekolah Ilmu Sosial (SIS) di kawasan Cikini. Tempat berkumpulnya orang-orang sosialis di Indonesia. UNAS pun cenderung ke kiri2an. Saat itu kepala SIS, Rocky Gerung. Ideologinya Rocky cenderung 'jalan kiri'. Dia tahu kami konsentrasi pada ilmu politik. Ilmu politik juga yang digeluti Rocky di FIS UI. Ia juga kuliah ilmu filsafat di kampus yang sama. Entah bagaimana dia bisa menyiasatinya.
Baginya, ilmu politik harus ditambah dengan minimal satu ilmu tambahan lainnya. Saya pilih ilmu komunikasi, karena ingin jadi jurnalis. Beberapa kali diskusi buku di kampus, kami pun mengundang Rocky dan Ridwan Saidi. Ridwan 'jalan kanan', kuat dalam ilmu budaya politik. Mereka 'orang-orang' aneh yang selalu sinis terhadap kekuasaan. Dalam beberapa diskusi, Rocky yang 7-8 tahun lebih senior dari saya, memang menunjukkan keangkuhan keilmuannya. Pilihan-pilihan diksinya membuat kami tercengang. Tercengang, karena kami tak paham tentang ilmu filsafat yang 'digilai'-nya.
Suatu ketika, kami berdiskusi tentang korupsi yang menggerogoti pemerintah Korea Selatan. Ia jauh berpikir ke depan bahwa suatu ketika Presiden Chun Doo Hwan wajib ditangkap. Ternyata kini, hampir semua presiden Korea Selatan dijebloskan ke penjara, karena korupsi.
Selesai diskusi di SIS, saya pernah diberikan hadiah sebuah disertasi S3 tentang korupsi di Korea Selatan dalam bahasa Inggris akademis yang tak mampu saya terjemahkan. Saat itu skripsi S1 saja belum, eh diberikan hadiah disertasi S3. Ya, klenger! Pesan Rocky satu kalimat: kita mesti sinis terhadap kekuasaan! Mungkin cuma itu yang bisa kita berikan untuk negeri ini, walau kita miskin harta. Ilmu kita gunakan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak dungu.
Kini, soal pernyataannya, "kitab suci adakah fiksi". Terus terang, saya tak mampu mendebatnya. Sebab, ia pun tak menyebutkan kita suci apa. Ah, mungkin kitab suci perguruan tapak tengkorak naga hitam. Akan terungkap jika orang2 itu sudah jadi tengkorak. Walahualam.
Sumber:
Photo :
- Repro Twitter
VIVA – Pengamat politik Rocky Gerung, kini sedang menjadi sorotan publik Tanah Air, menyusul pernyataannya yang menyebut kitab suci itu fiksi.
Pernyataan Gerung ini menjadi kontroversi karena ada orang-orang yang menganggap apa yang dikatakannya bisa dibawa ke ranah hukum dengan tuduhan menyebar ujaran kebencian.
Hal itu terbukti dengan dilaporkannya Rocky oleh Permadi Arya alias Abu Janda ke Markas Polda Metro Jaya, terkait perkataan Gerung di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Selasa, 10 April 2018.
Laporan tersebut tertuang dengan nomor polisi TBL/2001/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 11 April 2018. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Seperti tertulis di Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Di ILC, Rocky Gerung menuturkan, saat ini kata fiksi dianggap negatif karena dibebani kebohongan, sehingga fiksi itu selalu dimaknai sebagai kebohongan.
"Fiksi adalah energi yang dihubungkan dengan telos, dan itu sifatnya fiksi. Dan itu baik. Fiksi adalah fiction, dan itu berbeda dengan fiktif," ujarnya. Telos sendiri dalam bahasa Yunani berarti ‘akhir’, ‘tujuan’, atau ‘sasaran’.
Dia memperjelas jika fiksi itu baik, sedangkan yang buruk adalah fiktif.
Dosen mata kuliah filsafat itu mengambil contoh Mahabharata. Menurutnya, Mahabharata adalah fiksi, tapi itu bukan fiktif. Rocky berargumen, fiksi itu kreatif. Sama seperti orang beragama yang terus kreatif dan ia menunggu telosnya.
"Anda berdoa, Anda masuk dalam energi fiksional bahwa dengan itu Anda akan tiba di tempat yang indah,” ujarnya menjelaskan.
Rocky menambahkan, dalam agama, fiksi adalah keyakinan. Dalam literatur, fiksi adalah energi untuk mengaktifkan imajinasi.
"Kimianya sama, dalam tubuh sama, dan jenis hormon yang diproduksi dalam tubuh sama," ujarnya.
Dengan mencuatnya nama Rocky Gerung, banyak juga masyarakat yang ingin tahu siapa sebenarnya Rocky, dan bagaimana sepak terjangnya di dunia filsafat dan politik.
Yang terbaru, status Rocky di Universitas Indonesia, jadi perbincangan. Namun, secara tegas UI Depok, menyatakan bahwa Rocky Gerung bukan dosen di kampus kuning itu.
"Gimana jadi dosen? Orang jadi dosen itu kan, syaratnya harus S2. (Jadi) Pecat gimana? Itu hoax," kata Rektor UI, Prof. Muhammad Annis, saat dikonfirmasi VIVA, usai menghadiri dies natalies Fakultas Administrasi UI, di Depok, Jawa Barat, Jumat 13 April 2018.
Karena itu, UI mengharapkan, tidak ada yang mengkaitkan antara UI dengan Rocky Gerung. Meski demikian, UI tetap mengakui Rocky merupakan salah satu alumni.
"Ya enggak lah (dosen). Alumni UI, ya jelas, Kapan pun dia alumni," ujar.
Rocky dikaitkan publik dengan UI, karena Gerung pernah menyatakan dirinya 15 tahun mengajar di UI. Pengakuan itu dikatakan Gerung melalui kicauan di Twitter.
"Saya 15 tahun mengajar di UI. Yang minta UI, bukan saya. Gaji saya? Saya sumbang buat civitas UI. Mengapa? Ya, gue gak miskin. Ajaib?"
Ternyata Rocky Gerung, bukan orang misterius, ada banyak cerita tentang kehidupan pria itu, yang diungkapkan orang-orang yang pernah mengenal dan dekat dengan Rocky, sejak dahulu. Terutama ketika kuliah.
Salah satunya ialah seorang pengguna akun Facebook, Selamat Ginting. Di akunnya Selamat menceritakan tentang kisahnya bersama Rocky Gerung.
Menurut Selamat, Rocky merupakan orang hebat yang ideologinya cenderung 'jalan kiri'. Rocky bahkan pernah kuliah di dua fakultas berbeda di UI, dalam waktu bersamaan. Yakni di Ilmu Filsafat dan Ilmu Politik.
Simak cerita Selamat Ginting tentang sosok Rocky Ginting berikut:
"Rocky Fiksi
Jika jenuh kuliah jurusan ilmu politik di FISIP UNAS, salah satu yang dilakukan menuju ke LIPI. Belajar dari doktor2 ilmu politik, seperti Alfian dan Lie Tek Tjeng pada 1986-1991. Di situ kami puas 'digoblok2in' doktor-doktor tersebut.
Selain ke LIPI, kami juga berguru ke Sekolah Ilmu Sosial (SIS) di kawasan Cikini. Tempat berkumpulnya orang-orang sosialis di Indonesia.
UNAS pun cenderung ke kiri2an. Saat itu kepala SIS, Rocky Gerung. Ideologinya Rocky cenderung 'jalan kiri'. Dia tahu kami konsentrasi pada ilmu politik. Ilmu politik juga yang digeluti Rocky di FIS UI.
Ia juga kuliah ilmu filsafat di kampus yang sama. Entah bagaimana dia bisa menyiasatinya.
Baginya, ilmu politik harus ditambah dengan minimal satu ilmu tambahan lainnya. Saya pilih ilmu komunikasi, karena ingin jadi jurnalis. Beberapa kali diskusi buku di kampus, kami pun mengundang Rocky dan Ridwan Saidi. Ridwan 'jalan kanan', kuat dalam ilmu budaya politik.
Mereka 'orang-orang' aneh yang selalu sinis terhadap kekuasaan. Dalam beberapa diskusi, Rocky yang 7-8 tahun lebih senior dari saya, memang menunjukkan keangkuhan keilmuannya. Pilihan-pilihan diksinya membuat kami tercengang. Tercengang, karena kami tak paham tentang ilmu filsafat yang 'digilai'-nya.
Suatu ketika, kami berdiskusi tentang korupsi yang menggerogoti pemerintah Korea Selatan. Ia jauh berpikir ke depan bahwa suatu ketika Presiden Chun Doo Hwan wajib ditangkap. Ternyata kini, hampir semua presiden Korea Selatan dijebloskan ke penjara, karena korupsi.
Selesai diskusi di SIS, saya pernah diberikan hadiah sebuah disertasi S3 tentang korupsi di Korea Selatan dalam bahasa Inggris akademis yang tak mampu saya terjemahkan.
Saat itu skripsi S1 saja belum, eh diberikan hadiah disertasi S3. Ya, klenger! Pesan Rocky satu kalimat: kita mesti sinis terhadap kekuasaan! Mungkin cuma itu yang bisa kita berikan untuk negeri ini, walau kita miskin harta. Ilmu kita gunakan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak dungu.
Kini, soal pernyataannya, "kitab suci adakah fiksi". Terus terang, saya tak mampu mendebatnya. Sebab, ia pun tak menyebutkan kita suci apa. Ah, mungkin kitab suci perguruan tapak tengkorak naga hitam. Akan terungkap jika orang2 itu sudah jadi tengkorak. Walahualam."
Selamat Ginting
Jika jenuh kuliah jurusan ilmu politik di FISIP UNAS, salah satu yang dilakukan menuju ke LIPI. Belajar dari doktor2 ilmu politik, seperti Alfian dan Lie Tek Tjeng pada 1986-1991. Di situ kami puas 'digoblok2in' doktor-doktor tersebut.
Selain ke LIPI, kami juga berguru ke Sekolah Ilmu Sosial (SIS) di kawasan Cikini. Tempat berkumpulnya orang-orang sosialis di Indonesia. UNAS pun cenderung ke kiri2an. Saat itu kepala SIS, Rocky Gerung. Ideologinya Rocky cenderung 'jalan kiri'. Dia tahu kami konsentrasi pada ilmu politik. Ilmu politik juga yang digeluti Rocky di FIS UI. Ia juga kuliah ilmu filsafat di kampus yang sama. Entah bagaimana dia bisa menyiasatinya.
Baginya, ilmu politik harus ditambah dengan minimal satu ilmu tambahan lainnya. Saya pilih ilmu komunikasi, karena ingin jadi jurnalis. Beberapa kali diskusi buku di kampus, kami pun mengundang Rocky dan Ridwan Saidi. Ridwan 'jalan kanan', kuat dalam ilmu budaya politik. Mereka 'orang-orang' aneh yang selalu sinis terhadap kekuasaan. Dalam beberapa diskusi, Rocky yang 7-8 tahun lebih senior dari saya, memang menunjukkan keangkuhan keilmuannya. Pilihan-pilihan diksinya membuat kami tercengang. Tercengang, karena kami tak paham tentang ilmu filsafat yang 'digilai'-nya.
Suatu ketika, kami berdiskusi tentang korupsi yang menggerogoti pemerintah Korea Selatan. Ia jauh berpikir ke depan bahwa suatu ketika Presiden Chun Doo Hwan wajib ditangkap. Ternyata kini, hampir semua presiden Korea Selatan dijebloskan ke penjara, karena korupsi.
Selesai diskusi di SIS, saya pernah diberikan hadiah sebuah disertasi S3 tentang korupsi di Korea Selatan dalam bahasa Inggris akademis yang tak mampu saya terjemahkan. Saat itu skripsi S1 saja belum, eh diberikan hadiah disertasi S3. Ya, klenger! Pesan Rocky satu kalimat: kita mesti sinis terhadap kekuasaan! Mungkin cuma itu yang bisa kita berikan untuk negeri ini, walau kita miskin harta. Ilmu kita gunakan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak dungu.
Kini, soal pernyataannya, "kitab suci adakah fiksi". Terus terang, saya tak mampu mendebatnya. Sebab, ia pun tak menyebutkan kita suci apa. Ah, mungkin kitab suci perguruan tapak tengkorak naga hitam. Akan terungkap jika orang2 itu sudah jadi tengkorak. Walahualam.
Selain ke LIPI, kami juga berguru ke Sekolah Ilmu Sosial (SIS) di kawasan Cikini. Tempat berkumpulnya orang-orang sosialis di Indonesia. UNAS pun cenderung ke kiri2an. Saat itu kepala SIS, Rocky Gerung. Ideologinya Rocky cenderung 'jalan kiri'. Dia tahu kami konsentrasi pada ilmu politik. Ilmu politik juga yang digeluti Rocky di FIS UI. Ia juga kuliah ilmu filsafat di kampus yang sama. Entah bagaimana dia bisa menyiasatinya.
Baginya, ilmu politik harus ditambah dengan minimal satu ilmu tambahan lainnya. Saya pilih ilmu komunikasi, karena ingin jadi jurnalis. Beberapa kali diskusi buku di kampus, kami pun mengundang Rocky dan Ridwan Saidi. Ridwan 'jalan kanan', kuat dalam ilmu budaya politik. Mereka 'orang-orang' aneh yang selalu sinis terhadap kekuasaan. Dalam beberapa diskusi, Rocky yang 7-8 tahun lebih senior dari saya, memang menunjukkan keangkuhan keilmuannya. Pilihan-pilihan diksinya membuat kami tercengang. Tercengang, karena kami tak paham tentang ilmu filsafat yang 'digilai'-nya.
Suatu ketika, kami berdiskusi tentang korupsi yang menggerogoti pemerintah Korea Selatan. Ia jauh berpikir ke depan bahwa suatu ketika Presiden Chun Doo Hwan wajib ditangkap. Ternyata kini, hampir semua presiden Korea Selatan dijebloskan ke penjara, karena korupsi.
Selesai diskusi di SIS, saya pernah diberikan hadiah sebuah disertasi S3 tentang korupsi di Korea Selatan dalam bahasa Inggris akademis yang tak mampu saya terjemahkan. Saat itu skripsi S1 saja belum, eh diberikan hadiah disertasi S3. Ya, klenger! Pesan Rocky satu kalimat: kita mesti sinis terhadap kekuasaan! Mungkin cuma itu yang bisa kita berikan untuk negeri ini, walau kita miskin harta. Ilmu kita gunakan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak dungu.
Kini, soal pernyataannya, "kitab suci adakah fiksi". Terus terang, saya tak mampu mendebatnya. Sebab, ia pun tak menyebutkan kita suci apa. Ah, mungkin kitab suci perguruan tapak tengkorak naga hitam. Akan terungkap jika orang2 itu sudah jadi tengkorak. Walahualam.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar